PENJELAJAHAN MISTIS KAMPUS UMM 3 - part 4 B

 


Kobaran api di hadapan kami perlahan mulai meredup lalu padam begitu saja , suasana lorong inipun menjadi gelap seperti semula.... kurasa sudah waktunya bagi kami untuk beranjak dari lantai 4 ini , apalagi sekarang sudah jam setengah 3 dini hari.

Me : " ayo cepetan kita naek sekarang ! "

Niken : " duh gw ngeri nih vig mau naek "

Renggo : " ah santai aja lu nik , pokoknya kalo ada gw bakalan aman "

Niken : " iiya deh bang "

Dari lorong ini kami langsung naik melewati anak tangga yang berakhir di balkon lantai 5 , seperti sebelumnya kali ini kami juga menyempatkan untuk mengecek kondisi lorong di lantai 5 ini.

Pendik : " singup rekk ! "

Niken : " senterin ndik , gelap banget nih "

Suasana di lorong ini terasa berbeda dengan lorong lorong sebelumnya , ada hawa aneh yang secara alamiah membuat kami merinding dan sedikit menciutkan nyali.

Renggo : " eh ayo ke sebelah barat aja deh , kayaknya ada energinya di sana "

Niken : " iya bang , ayo guys buruan ! "

Bang Renggo baru saja mendeteksi energi makhluk gaib dan kini ia memimpin kami berjalan menuju ujung barat lorong ini , di sana hanyalah ada deretan toilet yang tentu saja sangat gelap gulita.

Renggo : " gw nyium bau anyir nih "

Niken : " anyir gimana bang ? "

Renggo : " kayak bau darah pas acara nyembelih hewan kurban "

Sejenak kami menghentikan langkah kaki karena Bang Renggo mencium bau anyir darah , namun kami semua sama sekali tak menciumnya.

Me : " ngga ada baunya bos "

Zul : " iya tuh bang , aku gak ngerasa bau anyirnya "

Renggo : " ini gw aja yang kelewat peka , ya udah kita jalan lagi ke toilet ! "

Dengan was was kami terus berjalan menuju toilet di ujung barat lorong ini , samar samar kami mulai dapat mencium bau anyir yang dimaksud Bang Renggo tadi.

Niken : " bang ?!.. baunya kerasa nih "

Renggo : " gw bilang juga apa "

Zul : " bener nih , bau darah bang "

Pendik : " waduh ada apa lagi ini ? "

Walaupun bau anyir ini tak menyengat namun kami dapat memastikan apa yang kami cium ini adalah bau darah , dugaan kami tidaklah meleset karena tak lama kemudian sorotan senter kami menemukan jejak darah yang masih basah di atas lantai keramik lorong ini.

Renggo : " gila ?!?... banyak amat darahnya ?! "

Steve : " ini pasti ada potongan tubuh kayak tadi bang "

Renggo : " kayaknya sih emang ada stiv "

Niken : " duh ya allah ?!... gw takut nih bang "

Sejujurnya kami semua cukup bergidik melihat jejak darah yang ada di hadapan kami , jejak itu terlihat memanjang seperti ada orang yang baru saja menyeret mayat yang berlumuran darah.

Renggo : " gimana ?!...kita ikutin ya jejaknya ? "

Me : " aayo deh bang ! "

Niken : " gw di belakang aja deh vig "

Zul : " aku juga "

Dengan langkah mengendap kami mengikuti jejak darah yang memanjang di sepanjang lantai ini , rupanya jejak ini berakhir di salah satu toilet yang pintunya agak tertutup... bau anyirpun kian menyengat ketika kami tiba di depan toilet tersebut.

Renggo : " eh vig , nyalain deh lampunya ! "

Me : " oke bos "

Segera saja kutekan saklar yang berada di sebelah pintu , kini bohlam 5 watt yang berada di dalam toilet telah menyala redup.

Renggo : " gimana ?!.. gw buka sekarang ya pintunya ?! "

Niken : " duh bang , takut nih gw "

Renggo : " pokoknya gak usah takut sama apa yang ada di dalem , oke ?! "

Niken : " ngomong doang gampang bang "

Renggo : " nah stiv ayo kita buka bareng nih pintunya ! "

Steve : " iya bang "

Kini Bang Renggo dan Steve mulai bersiap siap membuka pintu toilet ini , sementara kami berdiri berdesakan di belakang mereka sekaligus berhati hati agar sepatu kami tak menginjak jejak darah ini.

Zul : " ngga bisa bayangin aku ada apaan di dalam ndik "

Pendik : " pokoknya kita jangan takut zul "

Renggo : " eh udah siap belum ?!... gw buka sekarang nih pintunya ?! "

Tak ada jawaban terucap dari mulut kami , hanyalah anggukan kepala saja yang menyatakan kesanggupan kami untuk melihat apa yang ada di dalam toilet ini.

Renggo : " pintunya kita tendang bareng stiv ! "

Steve : " oh iya bang "

Jantung kami berdegup kencang ketika Bang Renggo dan Steve mulai mengangkat kakinya dan bersiap menendang pintu ini , entah apa yang akan kami lihat setelah ini.

" Bruakkk !!!! " dengan kerasnya Bang Renggo dan Steve menendang pintu toilet ini , seketika kami terperanjat melihat apa yang ada di hadapan kami..... tampak seonggok tubuh pria berlumuran darah yang tengah tergolek di atas kloset jongkok , kondisinya begitu mengenaskan karena telapak tangan kiri dan juga kepalanya telah terpotong.

Niken : " huuekkzz !!.. mau muntah gw gak kuat "

Zul : " aaku juga mual nik , huekz !! "

Pendik : " wancik rekk ?!?.. iiki mayite sopo vig ?! "

Me : " gak ruh ndik "

Saking mengerikannya kondisi mayat itu membuat Niken dan Zul langsung menyingkir dari depan toilet , sementara kami berempat masih terperanjat menatap mayat itu.... sukar dipercaya apa yang kami lihat ini benar benar mengguncangkan akal sehat dan sulit untuk dinalar , bagaimana bisa ada mayat di dalam toilet ini ?!?

Me : " mayat siapa bang ini ?! "

Renggo : " lha itu vig gw juga masih bingung "

Steve : " kayaknya dulu ada yang mati di sini "

Pendik : " kalo gitu tangan di bak sampah tadi pasti tangannya mayat ini ya stiv ? "

Steve : " iya mas , lihat aja pergelangan tangan kirinya putus kan ? "

Renggo : " bener tuh stiv "

Pendik : " waduh kalo gitu pasti potongan kepalanya juga ada di sekitar sini nih "

Steve : " bisa jadi mas "

Renggo : " gila nih , kalo sampe ketemu palanya gw garemin langsung aja "

Me : " ini mayat gak digaremin sekalian bang ? "

Renggo : " gak usah vig , gw takut ntar kebakaran gedung ini "

Me : " trus diapain nih mayat ? "

Renggo : " biarin aja deh , kita abis ini langsung naek lantai 6 aja "

Perasaan aneh berkecamuk di benak kami , tak pernah kami sangka jika gedung GKB 1 ini ternyata menyimpan begitu banyak misteri di tiap lantainya , kejutan demi kejutan terus saja kami dapati dan semakin mengikis nyali kami.

Renggo : " kemana si niken tadi ? "

Me : " kabur ke balkon kayaknya bang "

Renggo : " dah ayo cepetan ke sono ! "

Tanpa berlama lama kami segera beranjak meninggalkan toilet ini , dengan langkah tergesa kami menyusul Niken dan Zul yang tengah berada di balkon sebelah barat.

Niken : " bang ?!... mayat tadi gimana ?!

Renggo : " dah lupain aja , gak penting itu "

Niken : " ngomong gampang bang , gw masih shock nih gara gara liat tu mayat "

Zul : " jadi lemes aku bang , baru kali ini lihat begituan "

Renggo : " ha.. ha.. namanya juga uji nyali , biar pada berani lu semua... kalo ngga gini mau sampe kapan jadi penakut ? "

Niken : " iya bang , gw kuatin deh pokoknya "

Renggo : " nah gitu dong "

Entah apa jadinya jika Bang Renggo tak kuajak ikut penjelajahan mistis kali ini , selain kemampuannya yang mumpuni ia juga memiliki pembawaan yang begitu tenang dan membuat kami semua ikutan merasa tenang juga.... hal hal mengerikan yang kami dapati sejak dari lantai 1 hingga lantai 5 ini sudah cukup membuat kami shock dan hampir kehabisan nyali , jika tak ada Bang Renggo mungkin kami akan memilih untuk pulang saja.

Renggo : " gimana nih ?!.. mau lanjut lantai 6 ? "

Niken : " lanjut aja bang "

Zul : " iya bang daripada nanggung "

Renggo : " dah ayo cepetan naek , keburu shubuh ntar "

Semangat kami telah pulih dan kami semua telah siap untuk naik ke lantai 6 yang juga merupakan kelas kami anak anak jurusan Ikom , segera saja kami bergegas menuju anak tangga yang berada tepat di sebelah balkon lantai 5 ini.

Niken : " senterin ndik , gelap nih "

Pendik : " oyi nik , aku di depan aja "

Baru beberapa langkah kami mendaki anak tangga ini dan tiba tiba " bukk !... bukk !.. bukk !... " ada sesuatu yang jatuh menggelinding dari atas dengan cepat.

Pendik : " wancik opo iki ?!.. kenek sikelku "

(waduh apa ini ?!.. kena kakiku)

Zul : " apaan itu ndik ?!.. kaget aku "

" Bukk !... bukk !.. bukk !... " Sesuatu yang menggelinding itu sempat mengenai kaki Pendik dan terus menggelinding melewati kami semua hingga akhirnya jatuh di balkon lantai 5 , seketika kami membalikkan badan dan melihat ke bawah , tampak sebuah kepala manusia berlumuran darah dengan raut muka yang begitu mengerikan , bola matanya melotot dan terus bergerak gerak , sementara rintihan kesakitan terdengar dari mulutnya " uhhh !... uhhh !.. uhh !... "

Niken : " ya allah ?!?.. iitu bang ?!?.. hiii !!.. gak kuat gw lihat "

Pendik : " wancik rekk ?!?... iiku ndas tugel !! "

Zul : " ndikk ?!?... iitu ndik ?!?... "

Siapa yang tidak bergidik melihat potongan kepala berlumuran darah itu , keringat dingin perlahan mulai mengucur dari muka kami disertai rasa merinding yang menjalar ke sekujur tubuh " uhh !... uhh !... tulung !!.... tulung !!.... " lagi lagi kami tersentak kaget mendengar kata kata yang keluar dari mulut potongan kepala itu , spontan kami semua langsung berlari menuju lorong lantai 6 tapi tidak dengan Bang Renggo , ia justru turun kembali ke balkon lantai 5 dan menghampiri potongan kepala itu.

Niken : " vig ?!... bang renggo mau ngapain tuh ?! "

Me : " kita lihat aja nik "

Dari lorong lantai 6 ini kami dapat melihat Bang Renggo yang kini tengah duduk berjongkok di balkon lantai 5 , ia hanya berjarak semeteran saja dari potongan kepala itu.

Niken : " duh moga aja gak kenapa napa bang renggo "

Steve : " kalo ada apa apa ntar aku bantuin dia mbak "

Entah apa yang diucapkan Bang Renggo , sepertinya ia melontarkan beberapa pertanyaan kepada potongan kepala itu , namun kami yang berada di lorong lantai 6 ini tak dapat mendengarnya dengan jelas.

Me : " gw mau turun bentar deh "

Niken : " loh vig ?!... ngga takut lu ?! "

Me : " gw penasaran nik "

Steve : " ayo mas kita turun bareng ! "

Me : " oke cepetan stiv ! "

Segera saja aku mengajak Steve turun kembali ke balkon lantai 5 dan kemudian kami berdiri di belakang Bang Renggo , sementara potongan kepala itu menatap kami dengan mata melotot.

Kepala : " ssopo iku ?! "

(siapa itu)

Renggo : " temanku "

Kepala : " lapo kon kabeh mrene ?!? "

(kenapa kalian semua kemari ?!?)

Renggo : " ngga niat ganggu "

Kepala : " uhhh !.. uhh !.. aku kate ngomongi "

(uhh !.. uhh !.. aku mau ngomongin)

Renggo : " ngomong apa ?! "

Kepala : " aaku mbiyen mati ndek kene , jaman gurung onok panggonan iki... uhhh !.. uhh !.. "

(aaku dulu mati di sini , jaman belum ada tempat ini... uhhh !.. uhh !..)

Renggo : " tahun berapa ?! "

Kepala : " jjamane jepang mbiyen "

(jjamannya jepang dulu)

Sesaat kami saling berpandangan dengan rasa heran , apa yang terucap dari potongan kepala ini membuat kami bingung sendiri.... kurasa lebih baik aku menanyainya sendiri , tentu saja dengan menguatkan nyali lebih dulu.

Me : " kon matine lapo ?! "

(kamu matinya kenapa ?!)

Kepala : " uhh !... uhh !... aaku mbiyen melok perang , aaku dikiter tentara jepang trus mlayu ndelik ndek bukit iki "

(uhh !... uhh !... aaku dulu ikut perang , aaku dikejar tentara jepang trus lari sembunyi di bukit ini)

Me : " trus dipateni ambek jepang ?! "

(trus dibunuh sama jepang ?!)

Kepala : " aaku kecekel trus dibeleh nggawe samurai... uhh !... uhh !... "

(aaku tertangkap trus disembelih pake samurai... uhh ! .. uhh !...)

Me : " trus ?! "

Kepala : " rogoku kependem ndek ngisore panggonan iki.... ttulung kkuburno !! "

(jasadku tertanam di bawah tempat ini.... ttolong kkuburkan !!)

Lagi lagi kami saling berpandangan heran mendengar perkataannya , begitu juga dengan perasaan kami yang jadi sedikit iba.... namun entah harus bagaimana kami menyikapi permintaannya itu.

Renggo : " gak bisa !! "

Kepala : " ttuluung !!.... aku gak kuat koyok ngene iki terus kaet mbiyen "

(ttolong !!.... aku gak kuat kayak gini terus dari dulu)

Renggo : " aku gak bisa , cepat pergi kalo tidak aku bakar kamu !! "

Steve : " bang ?!?...

Kepala : " uuhh !!... ttulung !!.. ttulungono aku !! "

(uhh !!... ttolong !!... ttolong aku !!)

Renggo : " gak bisa !!.... pergi kamu !!! "

Dengan gertakan keras Bang Renggo menolak permintaannya dan berusaha untuk mengusirnya , bahkan ia mulai mengeluarkan bungkusan garam dari sakunya.... untung aja potongan kepala itu langsung bergerak pergi dari hadapan kami " buukk !.... bukk !.... buukk !.... " terdengar suaranya saat ia mulai menggelinding menuruni anak tangga menuju lantai 4 , rasa lega berangsur angsur menggantikan ketegangan yang kami rasakan selama beberapa menit tadi... interaksi kami dengan potongan kepala itu terasa sulit untuk dicerna oleh nalar namun juga semakin membuka tabir keangkeran gedung GKB 1 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar