ini trit merupakan kumpulan cerita cerita horrorku selama kembali di kampung halamanku kota Ponorogo pada tahun 2013
Tampilkan postingan dengan label PONOROGO PRAKOSO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PONOROGO PRAKOSO. Tampilkan semua postingan
PONOROGO PRAKOSO - Uji Nyali di Kuburan Kauman
ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013
Kucampur sebotol arak Jowo dengan minuman Kratingdaeng dan kemudian kukocok kocok biar cepat bercampur , sementara Pak Harsono tengah sibuk memutar lagu lagu dangdut di portable playernya untuk mengiringi acara mabuk mabukan malam ini.
Me : " kirun kok suwe men pak tekone ? "
(kirun kok lama banget pak datengnya ?)
Pak Har : " lha mboh paling bocahe menggok kedung banteng golek genggek "
(entahlah paling tu anak mampir kedung banteng cari pecun)
Me : " telponen sek pak , ngko lali nggowo trambune "
(telponen dulu pak , ntar lupa bawa camilannya)
Pak Har : " iyo sek nyileh hapemu , pulsaku entek iki "
(iya bentar pinjem hapemu , pulsaku habis ini)
Kusuruh Pak Har menelpon si Harun yang sejak tadi belum datang juga , ia berjanji akan membawa daging biawak sebagai trambu atau hidangan buat acara mabuk ini , aku khawatir kalau ia lupa karena anak itu pikirannya agak pikun walaupun usianya masih muda.
Pak Har : " montore bocor ban , bocahe sek nembelne neng cedake artomoro "
(montornya bocor ban , anaknya masih nembelin di dekat artomoro)
Me : " trambune wes digowo tho pak ? "
(camilannya udah dibawa tha pak ?)
Pak Har : " wes , ora lali kok bocahe "
(udah , ngga lupa kok anaknya)
Waktu telah menunjukkan jam 10 malam lewat ketika si Harun tiba di sini , mukanya tampak kusut seperti orang belum mandi sementara tangan kanannya menenteng tas kresek berisi daging biawak yang telah digoreng , segera saja ia ikutan duduk lalu menaruh makanan itu di atas piring yang telah kupersiapkan.
Me : " kok suwe men kowe tekone ? "
(kok lama banget kamu datangnya ?)
Harun : " ban motorku ndadak bocor pas liwat tambakbayan vig , tak tuntun ngasi teko artomoro lagek enek tukang tambal ban "
(ban motorku mendadak bocor pas lewat tambakbayan vig , aku tuntun sampe artomoro baru ada tukang tambal ban)
Pak Har : " sujokno sek bukak tembel bane run "
(untungnya masih bukak tambal bannya run)
Harun : " iyo wes slamet pak "
Tanpa berlama lama kami langsung memulai acara mabuk mabukan ini , kureguk sloki arak Jowo beberapa kali sambil kudengarkan alunan lagunya Evie Tamala dari portable player , tak lupa kucomot sepotong daging biawak lalu kukunyah pelan pelan , konon daging ini berkhasiat untuk meningkatkan vitalitas dan juga kejantanan lelaki.
Harun : " golek genggek opo gak iki ? "
(cari pecun apa gak ini ?)
Pak Har : " aku iki wes tuwek run , anakku wes gedi gedi , mosok yo sek ngono kuwi "
(aku ini udah tua run , anakku udah gede gede , masak masih gituan)
Harun : " piye vig ?!.. golek genggek po ra ? "
(gimana vig ?!.. cari pecun apa ngga ?)
Me : " genggek seng koyok piye ? "
(pecun yang kayak gimana ?)
Harun : " bocah warung kopi dalan anyar murah murah vig "
(anak warung kopi jalan baru murah murah vig)
Me : " aku ki nek seng ngono kuwi gak doyan , uduk levelku bro "
(aku ini kalo yang kayak gitu gak doyan , bukan levelku bro)
Harun : " yo ra po po tho vig "
Me : " wes gak sah ritek , ra doyan aku "
Harun : " lha trus ? "
Me : " yo wes ngombe ambek ngrungokno musik ae "
(ya udah minum sambil dengerin musik aja)
Pak Har : " run kirun kowe goleko dhewe ae kapan kapan , saiki ngombe thok ae "
(run kirun kamu cari aja sendiri kapan kapan , sekarang minum doang aja)
Harun : " yo wes pak "
Aku sama sekali tak tertarik dengan ajakan si Harun , dipikirnya aku doyan dengan perek perek murahan yang biasanya mangkal di warung kopi , lebih baik mabuk mabukan sambil dengerin lagu dangdut saja.
Arak Jowo yang kami minum telah habis tak tersisa , Pak Har yang telah teler langsung terkapar di atas amben bambu sementara Harun masih menghisap rokoknya sambil bermain ponsel.
Harun : " kowe gelem tak jak vig ? "
(kamu mau aku ajak vig ?)
Me : " neng endi ? "
(kemana ?)
Harun : " uji nyali neng kuburan kauman "
Me : " awake dhewe bar mendem ngene mosok budal uji nyali ? "
(kita abis mabok gini masak berangkat uji nyali ?)
Harun : " ra po po , ngejak gendu pisan ben soyo rame "
(gak apa apa , ngajak gendu sekalian biar makin rame)
Me : " ngko nek kesurupan piye ? "
(ntar kalo kesurupan gimana ?)
Harun : " kowe lak iso ngetokne "
(kamu kan bisa ngeluarin)
Me : " lha nek aku seng kesurupan piye ?!... sopo seng ngetokne demite ? "
(lha kalo aku yang kesurupan gimana ?!... siapa yang ngeluarin demitnya ?)
Ajakan Harun untuk beruji nyali di kuburan daerah Kauman terasa mustahil untuk dilakukan , dengan kondisi agak teler begini kami sangat beresiko mengalami kesurupan karena reticular system otak agak blong , makhluk gaib bisa dengan mudah masuk dan mengambil alih tubuh fisik.
Me : " sesuk ae piye ? "
(besok aja gimana ?)
Harun : " sesuk ? "
(besok ?)
Me : " tiwas awake dhewe kesurupan , nek sesuk pak har iso melok pisan "
(daripada kita kesurupan , kalo besok pak har juga bisa ikut sekalian)
Harun : " yo wes vig "
Niat beruji nyali di kuburan itu kami tunda sampai besok malam dan aku akan mengajak temanku yang bernama Gendu untuk ikut serta , lagipula sudah sejak lama kami penasaran mengenai keangkeran komplek kuburan di daerah Kauman itu , konon banyak pengendara motor yang kerap mengalami kecelakaan saat melintas di sana gara gara melihat penampakan pocong atau kuntilanak , entah benar atau tidak besok malam kami akan coba untuk membuktikannya.
Di depan bioskop Apollo kami berkumpul sambil menikmati suasana alun alun saat malam hari , sehari hari Gendu memang berjualan es jus buah di sini dengan menggunakan gerobaknya , jika kami menemaninya nongkrong ia akan membuatkan kami jus gratis.
Gendu : " opo ki buahe ? "
Me : " nanas ae bro "
Harun : " podo "
Pak Har : " aku tak sirsak ae ndu , pengen seng kecut kecut "
Dengan cekatan si Gendu mengupas dan memblender buah buahan yang akan dibikin jus , tak sampai 5 menit jus buah itu telah tersaji di hadapan kami.
Gendu : " nyoh ombenen bro ! "
(nih minum bro !)
Me : " oyi seger iki ndu "
Sambil minum jus kami berbincang mengenai rencana uji nyali yang akan kami lakukan di kuburan daerah Kauman nanti , menurut Gendu tempat itu juga jadi jujukan bagi mereka yang ingin cepat kaya , konon ada sesosok makhluk gaib berwujud kakek kakek yang biasanya kerap dimintai pesugihan.
Pak Har : " ngertimu soko ngendi ? "
(kamu tau darimana ?)
Gendu : " jarene koncoku enek uwong seng nate golek pesugihan neng kono pak "
(katanya temenku ada orang yang pernah cari pesugihan di situ pak)
Pak Har : " tenane ndu ? "
(beneran ndu ?)
Gendu : " yo mboh pak , nek iso aku yo arep njaluk pesugihan ambek demite pisan , wes kesel aku urip rekoso koyok ngene iki "
(ya entah pak , kalo bisa aku juga mau minta pesugihan sama demitnya juga , udah capek aku hidup sengsara kayak gini ini)
Me : " opo wani kowe pethuk demite ? "
(apa berani kamu ketemu demitnya ?)
Pak Har : " mendah kowe wani pethuk demite ndu , dadi bocah kok neko neko kowe ki "
(yang bener kamu berani ketemu demitnya ndu , jadi anak kok neko neko kamu ini)
Harun : " ha.. ha.. njendoh kowe ki ndu , pengen sugih yo nyambut gawe seng bener "
(ha.. ha.. bego kamu ini ndu , pengen kaya ya kerja yang bener)
Gendu : " halah aku lho dodolan jus wes meh rong taun yo sek panggah ngene ae nasibku "
(halah aku lho jualan jus udah hampir dua tahun ya masih begini aja nasibku)
Mengejar kekayaan secara instan adalah motivasi yang cukup kuat untuk menebalkan nyali seseorang , si Gendu yang sebenarnya penakut ini bersedia ikut serta dengan harapan bisa mendapat pesugihan dari dedemit penghuni kuburan itu , sesuai kesepakatan kami akan berangkat pada jam setengah 11 nanti selepas si Gendu kelar berjualan.
Lokasi uji nyali yang akan kami tuju tidaklah terlalu jauh jaraknya , dari alun alun kami menuju ke arah barat melewati jl Imam Bonjol , tak sampai 5 menit kami telah tiba di jalanan yang sepi dan gelap dimana sekelilingnya adalah areal persawahan dan juga tegalan.
Harun : " suepi gek peteng ndedet pisan ndu "
(suepi trus gelap gulita juga ndu)
Gendu : " aku ki rodok wedi sakjane run "
(aku nih agak takut sebenernya run)
Beberapa meter di hadapan kami telah tampak tembok pagar dari kuburan yang kami tuju , segera saja kami memacu motor lebih cepat lagi dan kemudian berhenti tepat di depan gapura.
Pak Har : " parkir kene motore ? "
(parkir sini motornya ?)
Me : " iyo pak "
Harun : " aman gak enek maling seng wani njupuk kok pak "
(aman gak ada maling yang berani ngambil kok pak)
Kami memarkir motor tepat di depan gapura dan sejenak kami terdiam mengamati keadaan sekitar , komplek kuburan ini lumayan luas dan dipenuhi pepohonan kamboja lebat , tak ada penerangan apapun selain lampu neon yang terpasang di gapura ini.
Me : " piye mlebu saiki ? "
(gimana masuk sekarang ?)
Harun : " sek tak ngetokne senter "
(bentar tak keluarin senternya)
Sebelum masuk si Harun mengeluarkan 2 buah senter dari dalam tas slempangnya , tak lupa ia juga menyalakan sebatang hio sebagai sarana pemanggil makhluk gaib.
Harun : " cekelen pak hione ! "
(pegangin pak hionya !)
Pak Har : " woh ambune nyegrak run "
(woh baunya menyengat run)
Me : " ayo mlebu ! "
(ayo masuk !)
Dengan langkah gamang kami berjalan masuk lalu celingukan mengamati keadaan , tak lama kemudian kami duduk bersila di dekat sebuah kijing yang berpagar besi.
Gendu : " medeni tibake vig "
(serem ternyata vig)
Me : " nyapo wedi ndu ?!... jarene arep golek pesugihan kowe "
(ngapain takut ndu ?!... katanya mau cari pesugihan kamu)
Pak Har : " kowe ki seng kendel dadi uwong ndu "
(kamu ini yang pemberani jadi orang ndu)
Sebatang hio yang dibawa Pak Har telah tertancap di tanah sementara si Harun menyalakan 3 batang lagi yang membuat baunya kian menyengat.
Pak Har : " ambune gak nguati run "
(baunya gak nahan run)
Harun : " tak sumet seng akeh pisan , ben cepet metu demite pak "
(aku nyalain yang banyak sekalian , biar cepet keluar hantunya pak)
Sambil duduk bersila aku dan Harun mengarahkan sorotan senter ke segala arah , tak ada apapun yang terlihat selain ratusan nisan dan kijing yang berserakan di sekeliling kami.
Gendu : " adem vig , nyumet rokok ae "
(dingin vig , nyalain rokok aja)
Pak Har : " ayo disambi rokokan ae penake "
Satu persatu dari kami mulai menyalakan rokok kretek untuk mengusir hawa dingin yang menghinggapi , beberapa menit kemudian kami memutuskan untuk berjalan jalan mengelilingi komplek kuburan ini , saat kami berjalan kami mendapati benda benda macam kendi , dupa dan kertas rekapan togel yang berserakan di sekitar nisan.
Pak Har : " wah iki bekase wong nggrandong golek togel "
(wah ini bekasnya orang nggrandong cari togel)
Gendu : " berarti sekitar kene iki demite nek metu pak "
(berarti sekitar sini ini demitnya kalo keluar pak)
Me : " yo wes lungguh kene disek ae "
(ya udah duduk sini dulu aja)
Kini kami duduk di dekat pohon kamboja dan mengarahkan sorotan senter kesana kemari , namun tetap saja tak ada apa apa selain kawanan kelelawar yang beterbangan di antara pepohonan kamboja.
Sewaktu kuliah di Malang aku sudah biasa beruji nyali di kuburan jadi aku tak merasa merinding sama sekali berada di sini , tapi Gendu mulai terlihat gemetaran saat malam beranjak semakin larut , bulir bulir keringat mulai bercucuran membasahi mukanya yang tampak gelisah.
Gendu : " jam piro saiki ? "
(jam berapa sekarang ?)
Me : " setengah siji "
(setengah satu)
Gendu : " piye nek muleh saiki ae ? "
(gimana kalo pulang sekarang aja ?)
Me : " seng kok wedeni ki opo ?!... ora enek opo opo ngono lho "
(yang kamu takutin itu apa ?!... gak ada apa apa gitu lho)
Pak Har : " dadi uwong ki kudu tansah eleng nek derajate manungso kuwi sak nduwure demit "
(jadi orang tuh harus selalu ingat kalo derajatnya manusia itu di atasnya demit)
Gendu : " omong thok penak pak "
(omong doang enak pak)
Kusuruh Gendu untuk menepis rasa takut yang dirasakannya , kami telah sepakat bahwa uji nyali ini akan kami lakukan hingga jam 3 dini hari nanti , lagipula rasanya nanggung kalau harus pulang sekarang.
Pak Har : " ayo mlaku eneh ! "
(ayo jalan lagi !)
Me : " ayo pak ! "
Kini kami berjalan lagi mengelilingi komplek kuburan ini , namun baru beberapa langkah kami berjalan mendadak terdengar suara besi dibanting " brakk !!.. brak !!... " seketika kami tersentak kaget dan saling pandang keheranan , sementara suara itu masih terdengar lirih di kejauhan " brakk !!... brakk !!... "
Gendu : " waduh suoro opo iku pak ?! "
Pak Har : " ssttt !!... menengo sek ! "
(ssttt !!... diem dulu !)
Harun : " piye vig ?! "
Me : " ?!?! "
Aku dan Pak Har terus mengarahkan sorotan senter ke arah gapura yang jaraknya cukup jauh dari posisi kami berada " brakk !!.. brakk !!... " kami yakin suara itu berasal dari sana.
Pak Har : " kuwi suoro opo kiro kiro vig ?! "
(itu suara apa kira kira vig ?!)
Me : " diparani wani gak pak ?! "
(disamperin berani gak pak ?!)
Pak Har : " ayo aku wani ae "
(ayo aku berani aja)
Dengan menguatkan nyali aku dan Pak Har berjalan kembali ke gapura , sementara Gendu dan Harun menguntit di belakang.
Gendu : " mugo mugo kuwi uduk demit "
(moga moga itu bukan demit)
Me : " ssttt !!.. "
Ketika jarak kami semakin dekat suara itu terdengar kian nyaring dan kian menciutkan nyali kami " brakk !!... brakk !!.. " dengan segenap keberanian kami terus melangkah hingga akhirnya sorotan senter kami mendapati apa yang menyebabkan suara berisik itu " brakk !!... brakk !!... " dari jarak 10 meteran kami dapat melihat sebuah keranda mayat yang terbuat dari besi terus terlempar kesana kemari , keranda itu menabraki nisan dan kijing sekitar gapura hingga menimbulkan suara benturan yang kami dengar sejak tadi " brakk !!... brakk !!... brakk !!.. " seketika kami terdiam dan terpana mengamati pergerakan benda itu.
Gendu : " asem !!... kkuwi ?!... kkuwi pandosane kok iso obah dhewe vig ?! "
(asem !!... iitu ?!... iitu kerandanya kok bisa gerak sendiri vig ?!)
Harun : " wwaduh piye iki vig ?! "
Me : " ?!?! "
Pak Har : " sek ojo podo wedi disek ! "
(bentar jangan pada takut dulu !)
Muka Harun dan Gendu tampak basah oleh keringat sementara aku dan Pak Har mencoba untuk tetap tenang dengan keadaan ini " brakk !!... brakk !!.... " keranda besi itu masih terus terlempar kesana kemari dan tak kunjung berhenti , hingga akhirnya mulut Pak Har mulai komat kamit membaca ayat Kursi " allaahu laa ilaaha illaa huwa alhayyu alqayyuumu laa takhudzuhu sinatun walaa nawmun lahu maa fii alsamaawaati wamaa fii al ardhi " beberapa menit kemudian keranda itu benar benar berhenti bergerak dan teronggok begitu saja di sebelah kijing.
Pak Har : " wes ra po po , wes ra obah eneh pandosane "
(udah gak pa pa , dah ngga gerak lagi kerandanya)
Gendu : " aayo wes pak muleh saiki !! "
(aayo deh pak pulang sekarang !!)
Harun : " iyo wes cukup semene ae nek ngono "
(ya udah cukup segini aja kalo gitu)
Me : " oke ayo muleh pak ! "
(oke ayo pulang sekarang pak !)
Kurasa sudah cukup sampai di sini saja uji nyali di kuburan ini , walaupun tak mendapati penampakan apapun tapi kejadian tadi sudah cukup menyeramkan bagi Gendu yang sekujur badannya telah basah oleh keringat , dengan tergesa kami keluar melewati gapura dan kemudian segera memacu motor secepatnya.
PONOROGO PRAKOSO - Uji Nyali di Klampis ireng
ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013
Langit telah beranjak gelap ketika aku baru saja tiba di kampung ini , sejenak kusempatkan untuk berkeliling menyusuri jalanan perkampungan yang tampak sepi sebelum akhirnya kuhentikan laju motorku di depan sebuah warung , begitu duduk di bangku kayu aku langsung memesan segelas kopi kepada ibu penjualnya.
Me : " mriki kok sepen lho buk ? "
(sini kok sepi lho buk ?)
Ibu : " nggeh ngeten niki mas bibar maghrib mesti sepen "
(ya gini ini mas abis maghrib pasti sepi)
Sambil ngopi aku menelpon si Harun yang tadi masih sibuk dengan kerjaannya , kusuruh temanku itu untuk segera menyusulku ke kampung ini secepatnya karena kami berencana akan melakukan suatu hal.
Harun : " iyo sek entenono setengah jam ngkas "
(iya bentar tungguin setengah jam lagi)
Me : " yo wes ojo molor "
Ia berjanji akan datang setengah jam lagi dan aku akan menunggunya di warung ini , biar ngga bosan lebih baik aku ngobrol dengan ibu pemilik warung saja , aku merasa butuh info dari warga kampung ini mengenai keberadaan tempat angker yang akan aku kunjungi bersama Harun , tempat itu bernama Klampis Ireng dan keangkerannya sudah kondang bagi masyarakat Ponorogo , konon ada bermacam jenis makhluk gaib yang menghuni tempat itu.
Me : " buk klampis ireng niku nopo angker tenanan ? "
(buk klampis ireng itu apa angker beneran ?)
Ibu : " wah nek kuwi jelas angkere mas , wong kene wes kerep pethuk macem macem "
(wah kalo itu jelas angker mas , orang sini udah sering ketemu macem macem)
Me : " wonten nopo mawon buk ? "
(ada apa aja buk ?)
Ibu : " pokoke bangsane jin mas , siluman , kuntilanak utowo gendruwo yo enek mas "
(pokoknya bangsanya jin mas , siluman , kuntilanak atau gendruwo juga ada mas)
Me : " njenengan nggeh nate ngertos buk ? "
(njenengan juga udah pernah lihat buk ?)
Ibu : " nek aku ra tau mas , biasane wong seng podo nggrandong iku seng kerep pethuk "
(kalo aku gak pernah mas , biasanya orang yang pada nggrandong itu yang sering ketemu)
Me : " nggrandong pados nomer togel tho buk ? "
(nggrandong cari nomer togel tho buk ?)
Ibu : " iyo mas , biasane kerep dipethuki , gek yo kerep tembus nomere "
(iya mas , biasanya sering ditemui , trus juga sering tembus nomernya)
Menarik juga mendengar cerita ibu pemilik warung ini , ternyata tempat itu kerap jadi jujukan bagi mereka yang doyan mencari wangsit togel , rasanya aku sudah tak sabar untuk segera mengunjunginya walaupun belum tentu aku bisa bertemu dengan makhluk gaib penghuninya.
Harun baru saja tiba dan memesan segelas kopi , ia juga membawa 2 buah senter dan sebungkus hio yang ditaruh di dalam tas slempangnya
Harun : " iki sek adoh tho lokasine klampis ireng vig ? "
(ini masih jauh tho lokasinya klampis ireng vig ?)
Me : " lha mboh "
(entahlah)
Ibu : " ora mas , karek mlaku liwat sawah trus tegalan wes teko "
(ngga mas , tinggal jalan lewat sawah trus tegalan udah nyampe)
Me : " warunge njenengan bukak ngasi jam pinten buk ? "
(warungnya njenengan bukak sampe jam brapa buk ?)
Ibu : " aku bukak ngasi jam sewelas bengi mas "
(aku bukak sampe jam sebelas malam mas)
Me : " niki kulo titip montor teng mriki saget nggeh buk ? "
(ini saya titip motor di sini bisa ya buk ?)
Ibu : " arep rono tho mas sampeyan ? "
(mau ke sana tho mas sampeyan ?)
Me : " nggeh buk pengen ngertos "
(iya buk pengen tau)
Ibu : " ati ati lho mas yo , ojo misuh utowo kosong pikirane pas teko kono , sampeyan dekek samping ae montore trus dikunci setang nggeh "
(ati ati lho mas , jangan misuh atau kosong pikirannya pas nyampe sana , sampeyan taruh samping aja motornya trus dikunci setang ya)
Berhubung warung ini buka sampai tengah malam sekalian saja kami menitipkan motor di sini , tanpa berlama lama kami segera memindahkan motor ke samping warung dan kemudian mengunci setangnya.
Harun : " piye ?!... awake dhewe mlaku ki ? "
(gimana ?!... kita jalan ini ?)
Me : " iyo , cedak ae lho "
(iya , deket aja lho)
Harun : " ayo ! "
Waktu masih menunjukkan jam 7 malam lewat ketika kami beranjak meninggalkan warung , dengan santai kami berjalan menyusuri perkampungan ini hingga akhirnya tiba di area persawahan yang gelap , segera saja kami menyalakan senter dan menyoroti keadaan sekelliling.
Harun : " pueteng ndedet vig "
(gelap gulita vig)
Me : " wedi tho kowe ? "
(takut tha kamu ?)
Harun : " ora , nyapo aku wedi vig "
(engga , ngapain aku takut vig)
Suara kodok terdengar bersahutan saat kami melintasi areal persawahan yang cukup luas ini , sementara angin malam terasa kencang berhembus dan membuat kami agak kedinginan.
Harun : " adem vig howone , nyumet rokok ae "
(dingin vig hawanya , nyalain rokok aja)
Me : " oyi "
Sambil merokok kami terus berjalan hingga tiba di area tegalan yang dipenuhi pepohonan lebat , kami sendiri masih bingung ada dimana lokasi Klampis Ireng itu.
Harun : " awake dhewe kesasar ki vig ? "
(kita kesasar ini vig ?)
Me : " aku yo gak eruh bro "
(aku juga gak tau bro)
Harun : " jarene ibuke sekitar tegalan tho panggone ? "
(kata ibuknya sekitar tegalan tho tempatnya ?)
Me : " iyo paling sekitar kene "
(iya mungkin sekitar sini)
Kami terus berjalan sambil mengamati pepohonan lebat di tegalan ini , rasanya agak mencekam juga berada di sini dan dalam keadaan bingung seperti ini.
Harun : " arep takon uwong yo gak enek sopo sopo vig "
(mau tanya orang juga gak ada siapa siapa vig
Me : " mbukak google map ae piye ? "
(buka google map aja gimana ?)
Harun : " opo iso ? "
Me : " njajal ae "
(coba aja)
Aku teringat ada orang yang mengupload dan menandai foto Klampis Ireng di Google Map , daripada bingung lebih baik kubuka saja aplikasi itu sebagai pemandu menuju ke sana , dari apa yang ditunjukkan di layar ponselku ternyata lokasi Klampis Ireng cukup dekat dengan posisi kami berada saat ini , kami masih harus berjalan beberapa meter lagi dan semakin masuk ke area tegalan ini.
Akhirnya kami tiba juga di tempat ini , di hadapan kami tampak sepetak tanah yang dipaving melingkar dan di tengah tengahnya terdapat semacam lingkaran kecil dari cor beton , selain itu tampak beberapa dupa , kertas rekapan togel dan juga kembang beraneka rupa yang berserakan di sana sini.
Harun : " kok yo wani uwong nggrandong neng kene ? "
(kok berani ya orang nggrandong di sini ?)
Me : " wong pengen sugih yo kudu wani bro "
(orang pengen kaya ya harus berani bro)
Kusuruh Harun menyalakan 2 batang hio dan kemudian ditancapkan di tanah , aromanya yang menyengat kian membuat kami merinding berada di tempat yang gelap dan sepi ini , segera saja kami duduk bersila di atas paving sembari memejamkan mata , kami telah menghafal sebuah mantra berbahasa Jawa yang konon dapat mengundang makhluk gaib , dengan komat kamit mulut kami membaca mantra itu berulang kali " hong wilaheng reneo ayo rene , senajan dudu sanak dudu kadang ora opo opo nek cetukan " selama berulang kali kami merapal mantra itu namun tak ada gunanya sama sekali , kami malah merasa seperti orang bodoh dan mulai meragukan kemanjuran mantra itu.
Me : " cuk mantrane tenanan po gak iki ? "
(cuk mantranya beneran apa gak ini ?)
Harun : " tenanan jarene tonggoku "
(beneran kata tetanggaku)
Me : " lha kok gak gelem metu demite ? "
(lha kok gak mau keluar demitnya ?)
Harun : " aku yo ra ruh vig "
(aku juga gak tau vig)
Saking kesalnya aku langsung berdiri lalu memunguti beberapa batu dan kulempar ke segala arah , namun saat lemparan terakhir tiba tiba saja " uuahh !! " terdengar suara erangan kesakitan yang entah darimana asalnya.
Me : " krungu kowe ?! "
(denger kamu ?!)
Harun : " iyo , tapi sopo kuwi mau vig ?! "
(iya , tapi itu tadi siapa vig ?!)
Me : " meneketehe "
Harun : " opo suoro demite yo ?! "
Me : " paling "
Suara erangan itu tak terdengar lagi dan kami sendiri tak tahu darimana asalnya , selama beberapa menit kami celingukan mengamati keadaan sembari mengarahkan sorotan senter ke segala arah , namun tetap tak ada apa apa sama sekali.
Me : " piye ki penake ?! "
(gimana ini enaknya ?!)
Harun : " enteni karo rokokan ae "
(tungguin sambil ngerokok aja)
Kami malas merapal mantra tadi dan kini kami cuma mondar mandir sambil menghisap rokok " fuuhh !! " mungkin makhluk gaib penghuni tempat ini tak mau muncul karena saat ini masih jam 8 malam kurang , tapi kami sendiri tak berniat untuk tetap bertahan hingga tengah malam.
Me : " njajal didelok nggawe kamera hape ae bro "
(coba dilihat pake kamera hape aja bro)
Harun : " ayo sopo ngerti entuk penampakan "
(ayo siapa tau dapat penampakan)
Salah satu metode tergampang melihat makhluk gaib adalah melalui layar ponsel dan jika perlu memotret secara acak dengan mengaktifkan flashlight , metode ini kudapatkan dari orang orang yang hobi beruji nyali dan rata rata selalu mendapatkan penampakan makhluk gaib atau minimal orb , walaupun bersifat untung untungan namun tak ada salahnya kami mencoba.
Harun : " gak ketok opo opo vig "
(gak keliatan apa apa vig)
Me : " wes dipoto sembarang ae pokoke "
Berkali kali kami memotret ke segala arah namun hasilnya nihil , tak ada penampakan apapun yang berhasil kami tangkap melalui kamera ponsel.
Harun yang sedari tadi berdiri sambil mengamati layar ponsel tiba tiba merasakan keanehan , ia merasa ada yang mencolek colek badannya selama beberapa kali.
Me : " mosok tho ? "
Harun : " tenanan iki ndek mau enek seng ndemok awakku vig "
(beneran ini tadi ada yang nyolek badanku vig)
Me : " aku kok gak kroso ? "
Harun : " gur aku thok iki sek didemoki "
(cuma aku doang ini yang dicolekin)
Aku masih keheranan dengan apa yang dialami Harun tadi , namun keanehan mulai terjadi lagi dan kali ini tercium bau pesing yang makin lama makin menyengat , aku sudah hapal jika bau seperti ini adalah tanda tanda kemunculan gendruwo.
Harun : " mosok arep metu gendruwone ?! "
(masak mau keluar gendruwonya ?!)
Me : " iyo , aku apal ambu pesing ngene iki "
(iya , aku hapal bau pesing kayak gini)
Harun : " awake dhewe kudu piye ki vig ?! "
(kita harus gimana vig ?!)
Me : " sek tenang ojo wedi "
(tenang jangan takut)
Dengan sedikit gemetar aku terus mengamati keadaan sekitar , samar samar mulai terdengar suara dedaunan kering yang terinjak langkah kaki , seketika aku jadi lebih awas lagi untuk memastikan darimana asal suara itu.
Harun : " aku kok maleh wedi ngene vig ?! "
(akuk kok jadi takut gini vig ?)
Me : " tenang , santai ae "
Harun mulai dilanda ketakutan dan entah bagaimana ceritanya tiba tiba ia jatuh tersungkur di atas paving hingga ponsel dan senter yang dipegangnya terjatuh , tubuhnya agak kejang dan aku merasa ia telah kesurupan karena matanya tampak mendelik saat kusoroti dengan senter.
Sebisa mungkin aku berusaha untuk tetap tenang , kini kudekati Harun yang tengah kesurupan dan mulai merangkak pelan di atas paving.
Me : " kowe sopo ?! "
(kamu siapa ?)
Harun : " aku gondowadi "
Me : " gondowadi ?!... kowe gendruwo tho ?!"
(gondowadi ?!... kamu gendruwo tha ?!)
Harun : " iyo aku gendruwo , wes manggon kene sewidak taun punjul "
(iya aku gendruwo , udah tinggal sini enam puluh taun lebih)
Dengan suara serak gendruwo yang merasuki Harun ini menjawab pertanyaanku , ternyata ia sudah 60 tahun lebih berada di tempat ini dan aku ingin bertanya lebih banyak padanya.
Me : " enek sopo ae ndek kene ?! "
(ada siapa aja di sini ?!)
Harun : " akeh "
(banyak)
Me : " opo ae ?! "
(apa aja ?!)
Harun : " enek siluman macan , siluman kethek , karo eyang bodroyono "
(ada siluman macan , siluman monyet , sama eyang bodroyono)
Me : " sopo kuwi eyang bodroyono ?! "
Harun : " danyange panggonan iki "
(penguasanya tempat ini)
Me : " saiki ndek endi eyang bodroyono ?! "
(sekarang ada dimana eyang bodroyono ?!)
Harun : " neng tengah tengah kuwi lungguhe "
(di tengah tengah itu duduknya)
Tangan kanan Harun menunjuk nunjuk lingkaran cor beton yang berada di tengah tengah tanah pavingan ini , katanya di situ ada sosok gaib yang bernama Eyang Bodroyono dan aku kian penasaran siapa sebenarnya sosok itu.
Me : " gelem mlebu gak eyang bodroyono ?! "
(mau masuk gak eyang bodroyono ?!)
Harun : " ora , eyang ora gelem mlebu "
(ngga , eyang gak mau masuk)
Me : " nyapo gak gelem ?! "
(kenapa gak mau ?!)
Harun : " pokoke gak gelem "
(pokoknya gak mau)
Tadinya aku berniat membujuk gendruwo ini agar mau mengajak Eyang Bodroyono masuk ke tubuhnya Harun tapi entah kenapa yang bersangkutan tidak bersedia , ya sudahlah lebih baik kusuruh gendruwo ini agar keluar saja dari tubuhnya Harun.
Me : " iso metu dhewe ?! "
(bisa keluar sendiri ?!)
Harun : " iso , tapi aku njaluk rokok disek "
(bisa , tapi aku minta rokok dulu)
Me : " njaluk rokok ?! "
(minta rokok ?!)
Harun : " nek bar ngrokok aku metu "
(kalo abis ngerokok aku keluar)
Me : " rokokku dji sam soe gelem gak ?! "
(rokokku dji sam soe mau gak ?!)
Harun : " ora opo opo "
Lekas kusulut sebatang rokok kretekku lalu kuberikan pada gendruwo yang merasuki Harun ini , namun lucunya ia malah menyuruhku menyalakan 2 batang rokok lagi dan akan dihisap semuanya sekaligus.
Me : " akeh men nek mu rokokan ?! "
(banyak banget kalo ngerokok ?!)
Harun : " aku nek ngrokok kudu telu pokoke "
(aku kalo ngerokok harus tiga pokoknya)
Kini aku terdiam sambil melihat mulut si Harun yang menghisap 3 batang rokok sekaligus , gendruwo yang merasuki Harun ini sangat cepat sekali menghisapnya hingga dalam waktu 10 menit saja ketiga batang rokok itu telah habis.
Me : " wes entek rokoke , ndang metuo saiki ! "
(udah habis rokoknya , cepet keluar sekarang !)
Harun : " iyo aku metu saiki "
(iya aku keluar sekarang)
Sekejap kemudian tubuh Harun yang tengah merangkak tiba tiba mengejang lalu ambruk begitu saja , segera saja kunetralisir energinya sambil kubacakan ayat terakhir Al Baqarah hingga akhirnya ia tersadar kembali.
Me : " wes bro "
Harun : " aaku kesurupan tho ndek mau ? "
(aaku kesurupan ya tadi ?)
Me : " iyo , ngko ae tak critani "
(iya , ntar aku ceritain)
Harun : " aaduh ampeg dodoku vig.. uhuk !.. uhuk !.. uhuk !.. "
(aaduh sesek dadaku vig.. uhuk !.. uhuk !... uhuk !...)
Sambil terbatuk batuk Harun berusaha berdiri lalu aku memapahnya berjalan kembali ke kampung , ia kehabisan banyak cairan tubuh sehingga saat tiba di warung ia menghabiskan 2 gelas es teh.
Me : " kesurupan gendruwo kowe ndek mau , njaluk rokok telung batang "
(kesurupan gendruwo kamu tadi , minta rokok tiga batang)
Harun : " mosok tho ? "
Ibu : " kok iso ngasi kesurupan tho mas ? "
(kok bisa sampe kesurupan tho mas ?)
Me : " ujug ujug mawon kesurupan buk "
(tiba tiba aja kesurupan buk
Ibu : " masya allah mase niki kesurupan gendruwo ?!.. trus nek ngetokne piye mas ?!"
(masya allah masnya ini kesurupan gendruwo ?!.. trus kalo ngeluarin gimana mas ?!)
Me : " medhal piambak buk gendruwone "
(keluar sendiri buk gendruwonya)
Ibu : " yoalah mas , sujokno gak opo opo yo "
(yoalah mas , untungnya gak apa apa ya)
Apa yang kami alami tadi sudah cukup untuk membuktikan keangkeran tempat bernama Klampis Ireng itu , walaupun aku masih penasaran dengan sosok Eyang Bodroyono namun kurasa sudah cukup sampai di sini saja , mungkin di lain hari aku akan kembali untuk menyingkap lebih banyak lagi tabir misteri yang menyelimuti tempat itu.
PONOROGO PRAKOSO - Arwah Anak Kades di Sungai Keyang
ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013
Waktu masih menunjukkan jam 9 malam ketika Harun dan Gendu datang ke rumahku , rupanya mereka hendak mengajakkku ngopi di Dalan Anyar , di sana ada banyak warung kopi tenda yang tersebar di tepi trotoar dan rata rata gadis pelayannya bisa dibooking dengan harga murah , walaupun agak malas tapi tak apa apalah daripada aku bosan di rumah.
Me : " ora iker kuto disek ki ? "
(gak muter kota dulu nih ?)
Harun : " adem howone vig "
(dingin hawanya vig)
Gendu : " alun alun yo sepi gak enek opo opo "
(alun alun juga sepi gak ada apa apa)
Segera saja aku duduk di boncengan motornya Harun lalu kami bergegas berangkat menuju Dalan Anyar yang lokasinya tak terlalu jauh dari rumahku.
Tiba di Dalan Anyar kami muter muter mencari warung yang agak sepi namun semuanya tampak ramai dan penuh sesak , kamipun bingung mau ngopi di warung yang mana.
Gendu : " warunge erna yo rame run "
(warungnya erna juga rame run)
Harun : " wes ra iso lungguh iki ndu "
(dah gak bisa duduk ini ndu)
Me : " piye penake ? "
(gimana enaknya ?)
Harun : " opo ngopi neng keyang ae ? "
(apa ngopi di keyang aja ?)
Me : " adoh run "
(jauh run)
Harun : " tapi neng kono luweh penak suasanane vig , wedokane yo luweh mbois , aku yo wes kenal plek karo wedokane warung kono "
(tapi di sana lebih enak suasananya vig , ceweknya juga lebih seksi , aku juga udah kenal deket sama cewek warung sana)
Me : " wes sakarepmu "
(dah terserah)
Akhirnya kami meninggalkan Dalan Anyar lalu memacu motor menuju daerah Jetis yang lumayan jauh , di sana terdapat warung remang remang yang katanya Harun suasananya lebih enak dan gadis pelayannya lebih bohay.
Harun : " gocekan seng kenceng vig , aku arep ngebut "
(pegangan yang kenceng vig , aku mau ngebut)
Me : " oyi "
Harun dan Gendu mulai menambah kecepatan motornya selepas melewati perempatan Jeruksing , kini hanya ada jalan lurus berkilo kilo meter yang melewati hamparan areal persawahan yang begitu luas , selain itu kami juga melewati komplek pondok pesantren Gontor yang legendaris.
Me : " sakjane kene ki kuto santri tapi kok akeh warung remang remange yo run ? "
(sebenernya sini kota santri tapi kok banyak warung remang remangnya ya run ?)
Harun : " yo malah sip kuwi vig , gak seru nek gak enek maksiate.. ha.. ha... "
(ya malah sip itu vig , gak seru kalo gak ada maksiatnya.. ha.. ha..)
Cukup lama kami melaju di jalan hingga akhirnya kami tiba di deretan warung berdinding bambu dan berlampu remang remang , lokasi warung warung ini tak terlalu jauh dari sungai Keyang dan biasanya aku hanya lewat saja tanpa pernah sekalipun mampir ke sini.
Begitu masuk ke dalam aku mendapati tempat duduk lesehan beralas karpet dan bersekat bilik bambu yang cukup tinggi , namun pencahayaan yang remang membuatku sulit melihat apa yang ada di balik bilik bilik bambu itu , mungkin para pengunjung warung ini sedang mesra mesraan dengan gadis pelayannya.
Harun : " ngombe opo ? "
(minum apa ?)
Gendu : " aku wedang jahe ben anget run "
(aku wedang jahe biar anget run)
Me : " teh tubruk enek po ra ? "
(teh tubruk ada ngga ?)
Harun : " enek vig "
Setelah memesan minuman kami duduk di bilik yang masih kosong , sementara di atas karpet tampak tersaji sepiring pia pia dan pisang goreng.
Gendu : " mangan gedang goreng sek bro "
(makan pisang goreng dulu bro)
Me : " rodok anyep pia piane "
(agak dingin pia pianya)
Kucomot sebiji pia pia lalu kumakan pelan pelan sambil mendengarkan musik di ponselku , tak lama kemudian datang seorang pelayan cewe berambut poni yang mengenakan kaos putih ketat dan celana jeans pendek , ia membawakan minuman pesanan kami lalu ikutan duduk di sebelah Harun.
Harun : " vig , kenalan sek iki jenenge sari "
(vig , kenalan dulu ini namanya sari)
Sari : " aku sari mas "
Me : " oh aku vigo dek , jeneng lengkapmu sari roti opo sarimi ? "
(oh aku vigo dek , nama lengkapmu sari roti apa sarimi ?)
Sari : " yee ngenyek mas e "
Me : " asalmu soko ngendi ? "
(asalmu dari mana ?)
Sari : " aku soko tegalombo pacitan mas "
(aku dari tegalombo pacitan mas)
Me : " wo terah cah tegalombo manis manis yo dek , koyok kowe iki.. he.. he.. "
(wo emang anak tegalombo manis manis ya dek , kayak kamu ini.. he.. he..)
Sari : " ah mas e ki , biasa ae aku iki "
(ah masnya ini , biasa aja aku ini)
Harun : " koncomu seng liyane endi sar ? "
(temenmu yang lainnya mana sar ?)
Sari : " sek neng mburi mas , nggoreng telo "
(masih di belakang mas , nggoreng singkong)
Harun : " ngko celuken rene yo sar koncomu "
(ntar panggilin ke sini ya sar temenmu)
Sari : " iyo mas enteni ae "
(iya mas tungguin aja)
Kini kami mulai bercengkrama sembari menyeruput minuman , Sari yang telah mengenal Harun tak sungkan untuk gelendotan di pangkuannya sambil menghisap sebatang rokok , aku dan Gendu hanya bisa menelan ludah saja dan berharap ada temannya Sari yang ikutan nimbrung bersama kami.
Sari : " eh mas wes moco berita durung ? "
(eh mas udah baca berita belum ?)
Harun : " berita opo ? "
Sari : " wonge seng mateni anak kades wes kecekel lho "
(orangnya yang bunuh anak kades udah ketangkep lho)
Harun : " sopo tibake sar ? "
(siapa ternyata sar ?)
Sari : " tibake bapake dhewe seng mateni mas "
(ternyata bapaknya sendiri yang bunuh mas)
Harun : " mosok tho sar ?! "
Sari : " iyo mas , tibake bocahe kuwi durhaka gaweane ngedol barang barang neng omahe , gek malah ngancam arep mateni bapake trus akhire malah dipateni disek karo bapake "
(iya mas , ternyata anak itu durhaka kerjaannya jualin barang barang di rumahnya , trus malah ngancam mau bunuh bapaknya trus akhirnya malah dibunuh duluan sama bapaknya)
Gendu : " tak kiro bunuh diri bocahe kuwi "
(tak kira bunuh diri anaknya itu)
Sari : " ogak mas tibake "
(enggak mas ternyata)
Mendengar apa yang dikatakan Sari barusan langsung membuatku mengernyitkan dahi , belakangan ini memang lagi heboh hebohnya berita pembunuhan berantai yang terjadi di daerah Jetis , sebulan lalu ada seorang mahasiswi yang dibunuh pacarnya dan mayatnya dikubur dengan cor semen di bawah ranjang kamar , tak lama kemudian pemuda yang menjadi pacar mahasiswi itu ditemukan tewas di pinggir sungai Keyang dengan kondisi dada tertusuk pisau , masyarakat dan pihak kepolisian mengira pemuda itu tewas bunuh diri tapi ternyata tidak , kata Sari pemuda itu tewas dibunuh bapaknya sendiri yang juga mantan kades.
Gendu : " aku nek nduwe anak koyok ngono kuwi yo pilih tak pateni pisan ae "
(aku kalo punya anak kayak gitu ya mending kubunuh sekalian aja)
Harun : " oalah dadi anak kok yo nyusahne wong tuwek "
(oalah jadi anak kok nyusahin orang tua)
Sari : " sakjane yo mesakne bapake ya mas , mungkin saking mangkele kuwi akhire mateni anake dhewe "
(sebenernya ya kasihan bapaknya ya mas , mungkin saking jengkelnya itu akhirnya malah bunuh anaknya sendiri)
Harun : " mbiyen pacare dhewe lak yo dipateni gek disemen ngisor dipan "
(dulu pacarnya sendiri kan juga dibunuh trus disemen di bawah ranjang)
Sari : " iyo , gek montor , laptop karo hapene dijupuk kabeh nggo nyaur utang lho mas , jiian panas tenan atiku iki moco beritane "
(iyo , trus motor , laptop sama hapenya diambil semua buat bayar utang lho mas , jiann panas beneran hatiku ini baca beritanya)
Gendu : " jamane pancen wes edan saiki , wes ora mikir nek arep paten patenan "
(jamannya emang udah edan sekarang , udah gak mikir kalo mau bunuh bunuhan)
Sari : " nyowo koyok gak enek regone yo mas , kok mentolo men dadi uwong "
(nyawa kayak gak ada harganya ya mas , kok tega banget jadi orang)
Aku merasa miris dengan kasus pembunuhan yang mencoreng nama kota Ponorogo ini , yang jelas semuanya terjadi melalui sebab akibat dari rendahnya moral dan perilaku.
Entah kenapa malam ini aku sulit untuk tidur , aku merasa penasaran dengan kasus pembunuhan yang sedang heboh itu , hingga akhirnya kuniatkan untuk melakukan astral projection karena aku ingin menemui arwah pemuda yang mayatnya ditemukan di tepi sungai Keyang itu , aku tidak merasa takut untuk menemuinya apalagi semasa kuliah di Malang aku sudah sering berjumpa dengan arwah gentayangan saat melakukan astral projection... selama setengah jam aku bermeditasi lalu berusaha mengeluarkan sukmaku dari tubuh fisik , tanpa berlama lama lagi sukmaku langsung melesat terbang menuju daerah Jetis.
Baru saja kulewati warung tadi dan kini aku tiba di jembatan sungai Keyang , sesaat aku terdiam dan mengingat ingat pemberitaan media mengenai lokasi dimana jenasah ditemukan , tak lama kemudian sukmaku melayang rendah ke barat jembatan dan pada akhirnya benar benar mendapati sosok arwah yang kucari , ia tampak duduk termenung di anak tangga plengsengan sungai sementara kemeja motif kotak yang dikenakannya tampak berlumuran darah... tanpa ragu aku mendekatinya lalu mencoba untuk menyapanya , dari pemberitaan media aku mengetahui kalau arwah pemuda ini bernama Mega.
Me : " mega tho jenengmu ? "
(mega tho namamu ?)
Mega : " ?!?! "
Dengan tatapan penuh amarah sosok arwah ini terus memandangiku , ia terlihat seperti seorang pendendam yang tak terima dengan kematiannya yang tragis.
Mega : " ssopo kowe ?!.. nyapo kowe neng kene ?!... ngaleh kono !! "
(ssiapa kamu ?!.. kenapa kamu di sini ?!... pergi sana !!)
Me : " tenang ae , aku ora niat ngganggu kowe "
Mega : " ngaleeehh !!! "
(pergiiii !!!)
Dengan suara parau arwah ini menggertak dan mencoba untuk mengusirku namun aku tetap bertahan di sini , jenis arwah seperti ini biasanya adalah manusia yang semasa hidupnya berperangai buruk dan aku tak merasa heran lagi , media sudah cukup memberitakan semua ulahnya yang pada akhirnya menjadi penyebab kenapa ia dibunuh bapaknya sendiri.
Me : " kowe kok tego men mateni pacarmu dhewe ?! "
(kamu kok tega banget bunuh pacarmu sendiri ?!)
Mega : " urusanku kuwi , ra sah melu melu !! "
(urusanku itu , gak usah ikut ikut !!)
Me : " ra mesakne pacarmu kowe ?! "
(gak kasihan pacarmu kamu ?!)
Mega : " ahhh !!!... ngaleh kono kowe !!! "
(ahhh !!!... pergi sana kamu !!!)
Me : " tenang ae kowe , ra sah nesu nesu ! "
(tenang aja kamu , gak usah marah marah !)
Saat aku menyinggung kematian pacarnya ia malah semakin marah dan semakin keras menggertakku , bahkan ia mulai berdiri dengan kedua tangan terkepal seperti hendak memukulku.
Me : " ngejak gelut ye kowe ?! "
(ngajak berantem ya kamu ?!)
Mega : " reneo nek wani kowe !! "
(sini kalo berani kamu !!)
Sudah bisa kutebak jika arwah ini hendak menantangku berduel , namun aku tak meladeninya sama sekali walaupun aku merasa agak emosi , lagipula ia tak mungkin bisa memukulku karena aku melayang di atas sungai.
Mega : " reneo nek wani !!!... reneo !!.. asu kowe !! "
(sini kalo berani !!!... sini !!.. anjing kamu !!)
Me : " ?!?!"
Pada akhirnya emosiku terpancing saat kudengar ia memanggilku dengan sebutan 'asu' , aku paling tidak suka jika ada orang yang berani beraninya menghinaku... perlahan kuciptakan psi ball agni di telapak tangan kananku , kian lama kobaran apinya kian besar karena aku mengerahkan seluruh energi prana yang kupunya.
Me : " celuken asu pisan engkas tak bakar kowe , ayo celuken asu pisan engkas !!! "
(panggil anjing sekali lagi aku bakar kamu , ayo panggil anjing sekali lagi !!!)
Mega : " ?!?! "
Rupanya arwah ini merasa takut melihat kobaran api di tangan kananku , ia tampak bengong menatapku dan kemudian berjongkok di anak tangga sambil menutupi mukanya " hikz !.. hikz !.. hikz !.. " isak tangisnya mulai terdengar lirih dan membuatku merasa agak iba.
Me : " aku ra niat mbakar kowe "
(aku gak niat mbakar kamu)
Mega : " hikz !... hikz !... "
Kupadamkan kobaran api di telapak tanganku dan kucoba untuk menenangkan arwah ini , namun ia terus menangis terisak isak sambil berjongkok menutupi mukanya.
Me : " piye ?!... wes tho ra sah nangis kowe "
(gimana ?!... udah gak usah nangis kamu)
Mega : " hikz !.. hikz !.. "
Selama beberapa menit aku menungguinya namun ia terus menangis tanpa henti , kurasa tak ada gunanya lagi aku berada di sini dan mungkin ia memang ingin menyendiri di tempat ini.
Me : " wes aku tak muleh ae yo "
(udah aku pulang aja ya)
Mega : " hikz !.. hikz !.. "
Perlahan sukmaku melayang tinggi meninggalkan arwah pemuda itu , biarkan saja ia terus menangis di tepi sungai itu... mungkin ia menyesali semua perbuatan buruknya semasa masih hidup dulu.
PONOROGO PRAKOSO - Keangkeran Bekas Stasiun Kereta
ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013
Nongkrong di warung kopi memang sudah menjadi kegiatan sehari hari bagi sebagian besar warga Ponorogo , ada begitu banyak warung kopi yang tersebar di penjuru kota ini dan salah satu yang terkenal adalah warung kopi Mbah Tekluk yang berada di seberang bekas stasiun , warung ini sudah berdiri sejak tahun 60 an dan sangat melegenda di kalangan warga Ponorogo.... pagi pagi buta aku dan Pak Har mampir ke sini setelah tadi bermain badminton , kami memesan kopi pahit dan juga jadah bakar yang merupakan menu khas warung ini.
Pak Har : " anget jadahe vig , ayo dipangan ! "
(hangat jadahnya vig , ayo dimakan !)
Me : " aku sithik ae pak "
(aku sedikit aja pak)
Sambil menyantap jadah bakar kami mulai ngobrol ngalor ngidul , Pak Har tampak antusias bercerita mengenai bekas stasiun kereta yang berada di seberang warung ini.
Pak Har : " mbiyen sek enek sepure ngasi tahun pitung puluhan vig "
(dulu masih ada kereta apinya sampe tahun tujuh puluhan vig)
Me : " penak pak iso numpak sepur nek dolan "
(enak pak bisa naik kereta kalo maen)
Pak Har : " jalur rel kuwi mulai soko mediun sampe slahung kono vig , nek ngetan teko tulungagung "
(jalur rel itu mulai dari madiun sampe slahung sana vig , kalo ke timur sampe tulungagung)
Me : " mbayare karcis piro pak ? "
(bayarnya karcis berapa pak ?)
Pak Har : " aku kok lali piro rego karcise "
(aku kok lupa berapa harga karcisnya)
Sebagai orang yang berusia lanjut Pak Har tahu banyak sejarah masa lalu kota ini , termasuk mengenai keangkeran bekas stasiun kereta itu.... katanya pada jaman pemberontakan PKI pernah terjadi pembantaian besar besaran yang dilakukan di belakang bangunan stasiun itu dan hingga kini arwah arwahnya masih bergentayangan di sana.
Me : " mosok tho pak ? "
Pak Har : " tenanan iki , mbiyen aku pas sepedaan bengi bengi ngasi teko kene nate ngerti endas tugel ngglundung neng cedake rel "
(beneran ini , dulu aku pas sepedaan malem malem sampe ke sini pernah lihat kepala putus menggelinding di dekat rel)
Me : " opo ditugel endase nek pas mbeleh pak ? "
(apa dipotong kepalanya kalo pas nyembelih pak ?)
Pak Har : " iyo podo ditugel kabeh nggawe parang vig , trus mayite diguwak neng kali njagalan kono "
(iya pada dipotong semua pake parang vig , trus mayatnya dibuang di sungai njagalan situ)
Mengerikan juga mendengar cerita Pak Har barusan dan aku mulai penasaran ingin melihat sebentar seperti apa kondisi belakang bangunan stasiun itu.
Me : " aku pengen ngerti mburine pak "
(aku pengen tau belakangnya pak)
Pak Har : " lha ayo didelok sedelut ae , ben kowe ngerti dhewe "
(lha ayo dilihat sebentar aja , biar kamu tau sendiri)
Dengan terburu kami menghabiskan kopi dan kemudian menyeberangi jalan raya yang semakin ramai , begitu tiba di stasiun kami langsung menuju belakang dan terlihatlah ruas ruas rel yang saling berjejeran dengan kondisi yang telah berkarat dan berkalang tanaman liar.
Pak Har : " yo kene iki panggon pembantaiane , aku mbiyen ngerti endas tugel yo neng kene "
(ya sini ini tempat pembantaiannya , aku dulu lihat kepala putus ya di sini)
Me : " kiro kiro nek bengi podo metu gak arwahe pak ? "
(kira kira kalo malem pada mau keluar gak arwahnya pak ?)
Pak Har : " mungkin yo metu vig , tapi ora kabeh "
(mungkin ya keluar vig , tapi gak semua)
Jika malam hari tempat ini akan terlihat menyeramkan karena kondisinya sepi dan tak ada penerangan apapun , mungkin akan sangat menarik jika kapan kapan aku mengajak Pak Har beruji nyali di sini.
Me : " kowe ra pengen njajal uji nyali neng kene pak ? "
(kamu gak pengen nyoba uji nyali di sini pak ?)
Pak Har : " lha ayo nek kowe ngejak vig "
(lha ayo kalo kamu ngajak vig)
Me : " yo kapan kapan ae pak "
Pak Har : " ngejak kirun ambek gendu pisan ben soyo rame "
(ngajak kirun sama gendu sekalian biar makin rame)
Me : " beres "
Satu lagi lokasi angker di kota ini telah kami masukkan agenda uji nyali , entah penampakan apa yang akan kami dapati nantinya.... semoga saja aku tidak kehilangan nyali jika ada potongan kepala yang menggelinding di dekatku.
PONOROGO PRAKOSO - Kakek Penunggu Kuburan Seberang Tambak Kemangi
ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013
Malam ini aku diajak Harun ngopi di warung Keyang lagi , kali ini suasananya agak sepi karena hujan deras baru saja mengguyur kota Ponorogo sejam lalu , dingin dingin begini memang paling enak menyeruput wedang jahe panas dan rasanya akan lebih hot lagi jika disambi bermesraan dengan gadis pelayannya.
Me : " hapemu setelen radio ae run , nggo hiburan "
(hapemu setel radio aja run , buat hiburan)
Harun : " yasmaga fm penak iki vig , wayahe campursarian "
(yasmaga fm enak ini vig , waktunya campursarian)
Sari : " ojo campursarian tho mas , gak seneng aku "
Harun : " lha opo lho sar ? "
Sari : " romansa fm ae mas , lagu lagu pop seng romantis ngono lho "
Harun : " iyo wes manut ae aku iki "
Lantunan lagu lagu pop mulai mengalun dari speaker ponselnya Harun , sementara Sari terdiam mendengarkan sambil gelendotan manja di pangkuan Harun , tak lama kemudian datang seorang gadis pelayan lainnya yang membawakan minuman pesanan kami , ia terlihat seksi mengenakan celana jeans pendek dan juga kaos kuning ketat , apalagi bodinya cukup sintal dan kulitnya juga putih mulus.
Sari : " iki mas temenku namanya evi "
Me : " evi ?!.. evie tamala penyanyi dangdut tho ?! "
Evi : " mas e iso ae "
Sari : " iki mas e namane vigo vi , temene mas harun "
Harun : " iyo vi , koncoku jaman sma mbiyen ki "
(iya vig , temenku jaman sma dulu ini)
Evi : " ohh ? "
Me : " lungguho kene lho vi , ngancani aku ngobrol "
(duduk sini lho vi , nemenin aku ngobrol)
Dengan malu malu Evi ikutan duduk di sebelahku , sekilas kuamati wajahnya yang tampak manis khas gadis desa , sementara rambutnya panjang sebahu dan dihiasi bando di kepalanya , jika melihat usianya mungkin baru sekitar 18 tahun dan mungkin masih belum lama bekerja di warung ini.
Me : " wingenane aku mrene kok gak ngerti awakmu tho vi ? "
(kemarin aku ke sini kok gak lihat kamu tho vi ?)
Evi : " mungkin pas aku nggoreng neng pawon mas "
(mungkin pas aku nggoreng di dapur mas)
Me : " aslimu endi lho vi ? "
(asalmu mana lho vi ?)
Evi : " aku soko bungkal mas "
(aku dari bungkal mas)
Me : " endine sendang bulus ? "
(mananya sendang bulus ?)
Evi : " sek rodok adoh kok mas , pasar sek ngulon "
(masih agak jauh kok mas , pasar masih ke barat)
Me : " wes suwi tho kerjo kene ? "
(udah lama tho kerja di sini ?)
Evi : " urung enek limang sasi kok mas "
(belum ada lima bulan kok mas)
Sambil menyeruput wedang jahe aku berbasa basi sejenak dengan Evi , ia terlihat agak canggung menemani orang yang baru dikenal seperti diriku ini , beda dengan Sari yang tak sungkan bermesraan dengan Harun karena telah saling kenal dekat.
Ternyata Evi suka menonton film horor lokal , sambil duduk di pangkuanku ia sibuk mengamati layar ponselku yang berada di genggaman tangannya , ia memintaku memutar streaming film 'Nenek Gayung' melalui aplikasi Youtube.
Evi : " lucu mas enek yadi sembako lho "
Me : " iyo "
Aku sama sekali tidak peduli dengan film horor kacangan itu , perhatianku hanya tertuju pada tubuh sintal Evi yang tengah kupangku dan kudekap dari belakang ini , apalagi wangi aroma parfumnya kian membuatku terbuai ingin cepat cepat mencumbuinya.
Evi : " hantune nikita mirzani mas tibake "
(hantunya nikita mirzani mas ternyata)
Me : " kok iso dadi hantu piye ceritane ? "
(kok bisa jadi hantu gimana ceritanya ?)
Evi : " ndek mau diperkosa trus dipateni kok mas "
(tadi diperkosa trus dibunuh kok mas)
Me : " wo mesakne rekk "
(wo kasihan rekk)
Siapa peduli soal Nikita Mirzani yang berubah jadi hantu , di saat Evi sibuk nonton tanganku mulai asik menggerayangi tubuhnya , secara perlahan kumasukkan tanganku ke balik kaos kuning ketat yang dikenakannya lalu dengan lembut kuelus elus perutnya.
Evi : " mas !.. keri lho ! "
(mas !.. geli lho !)
Me : " gak po po , malah enak vi "
Evi diam saja saat bibirku mulai menciumi pipi dan lehernya , sementara tanganku masih mengelus elus perutnya dan kian tak tahan untuk bergerak naik meremas buah dadanya yang menggiurkan.
Evi : " mas e ki lho !.. nakal tangane ! "
Me : " he.. he.. ben no nakal "
Kurasa Evi tak lagi fokus menonton film itu , hela nafasnya terlihat agak cepat dan sepertinya ia mulai terangsang , apalagi ia juga melihat Sari yang tengah dicumbui Harun di hadapannya " ahh !!.. ahh !!.. " desahan Sari terdengar lirih saat kaos pink ketat dan bra hitamnya disingkap Harun , dengan penuh nafsu temanku itu menikmati buah dadanya Sari yang lumayan ranum.
Evi : " mas ?!.. pengen juga ya ?!.. "
Me : " aku wes ngga tahan vi "
Jeratan nafsu pada akhirnya mengalahkan segalanya , di bawah remangnya cahaya lampu kucumbui gadis ini dengan menggebu " ahh !!... ahh !!... " desahannya terasa kian membangkitkan nafsuku dan membuatku semakin liar lagi mencumbunya " ahh !!.. ahh !!.. " dengan erat kupeluk tubuh sintal Evi sambil terus kuciumi lehernya hingga menimbulkan bekas kemerahan , sementara tanganku terus meremasi buah dadanya dari balik kaos " ahh !!... ahh !!!... " tanpa henti Evi mendesah seiring tubuh sintalnya yang menggelinjang bak cacing kepanasan dan membuatku semakin kesetanan.
Waktu telah menunjukkan jam setengah 1 dini hari ketika aku dan Harun meninggalkan warung Keyang , walaupun ngga bermesuman secara total tapi aku sudah cukup puas dengan apa yang kulakukan bersama Evi tadi , maklum sudah terlalu lama aku ngga begituan.
Harun : " piye penak tho neng keyang vig ? "
(gimana enak tho di keyang vig ?)
Me : " lumayan run nggo anget anget "
Harun : " kapan kapan dijak neng hotel nek pengen katek maine vig "
(kapan kapan diajak ke hotel kalo pengen puas mainnya vig)
Me : " gampang "
Dengan santai kami melaju menembus kegelapan malam , baru saja kami melewati pondok pesantren Gontor dan kini kami tengah melintasi areal persawahan yang sepi dan gelap.
Me : " ayo ndang cepet ae run , wes ngantuk aku "
Harun : " iyo "
Kusuruh Harun untuk ngebut karena aku sudah tak kuat menahan kantuk , tak lama kemudian kami tiba di perempatan Jeruksing lalu berbelok ke arah barat , namun saat melintas di dekat Tambak Kemangi resort kami melihat banyak orang yang berkerumun di tepi jalan.
Me : " enek opo ki run ?! "
(ada apa ini run ?)
Harun : " ayo didelok disek ! "
(ayo dilihat dulu !)
Banyak pengguna jalan yang berhenti untuk melihat apa yang tengah terjadi , aku dan Harun segera memarkir motor lalu ikut berdesakan di kerumunan orang , ternyata baru saja terjadi kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan 2 orang pengendaranya terluka parah , mereka direbahkan warga di atas trotoar dengan kondisi penuh luka , sementara motor Vixion yang mereka kendarai diletakkan di tepi jalan dan tampak remuk bagian depannya.
Me : " tabrakane kaleh nopo pak ? "
(tabrakannya sama apa pak ?)
Bapak A : " ora tabrakan mas tapi tibo dhewe "
(ngga tabrakan mas tapi jatuh sendiri)
Harun : " mendem tho pak tiange ? "
(mabok tho pak orangnya ?)
Bapak A : " kethoke pancen bar mendem mas , tapi jarene pas ditakoni enek wong tuwek klambi putih nyebrang dalan mas , trus langsung ngerem ndadak gek akhire tibo "
(kayaknya emang abis mabok mas , tapi katanya pas ditanya ada orang tua baju putih nyebrang jalan mas , trus langsung ngerem mendadak akhirnya jatuh)
Me : " wong tuweke sinten pak niku ?! "
(orang tuanya siapa pak itu ?!)
Bapak A : " nek jarene wong kene danyange daerah iki mas "
(kalo kata orang sini penguasanya daerah ini mas)
Bapak B : " bener mas wong tuweke seng mbaurekso daerah iki , ben tahun neng dalan iki mesti enek kecelakaan "
(bener mas orang tuanya yang menunggu daerah ini , tiap tahun di jalan ini pasti ada kecelakaan)
Bapak A : " biasane nek enek kecelakaan neng kene wonge mesti mati mas soale njaluk tumbal danyange , tapi seng iki mau bejo gur tatu awake thok "
(biasanya kalo ada kecelakaan di sini orangnya pasti mati mas soalnya minta tumbal penguasanya , tapi yang ini tadi beruntung cuma luka badannya aja)
Kata bapak bapak ini ada sesosok kakek berbaju putih yang menguasai daerah ini dan sering menyebabkan kecelakaan yang merenggut korban jiwa , mereka juga berkata jika sosok gaib itu bersemayam di komplek kuburan yang berada di seberang Tambak Kemangi resort.
Me : " kuburane pinggir dalan niku pak ? "
Bapak B : " iyo mas , ngarepe tambak kemangi pas kuwi lho , nek wong tonatan kene wes ngerti nek kuburan kuwi pancen angker ket mbiyen "
(iya mas , depannya tambak kemangi pas itu lho , kalo orang tonatan sini udah tau kalo kuburan itu emang angker dari dulu)
Aku merasa penasaran ingin melihat seperti apa kuburan itu , meskipun sering lewat jalan ini tapi aku tak pernah tahu jika ada komplek kuburan di situ karena terhalang oleh tembok yang cukup tinggi , lekas kuajak Harun berjalan ke sana karena jaraknya sangat dekat dengan lokasi kecelakaan ini.
Me : " ayo njajal didelok sek koyok piye kuburane "
(ayo coba dilihat kayak gimana kuburannya)
Harun : " ayo , aku yo pengen ngerti "
Begitu tiba di depan komplek kuburan kami tak bisa masuk karena gerbang besinya terkunci , sementara pagar tembok sekelilingnya cukup tinggi sehingga tak mungkin bagi kami untuk memanjat , satu satunya yang bisa kami lakukan hanyalah mengintip dari gerbang saja.
Harun : " pueteng ndedet "
(gelap gulita)
Me : " sakjane ora pati ombo ya kuburane "
(sebenernya gak terlalu luas ya kuburannya)
Harun : " gek terus wong tuweke klambi putih kuburane neng siseh ngendi vig ? "
(trus orang tuanya baju putih kuburannya di sebelah mana vig ?)
Me : " meneketehe "
Aku tak tahu siapa sebenarnya sosok kakek berbaju putih itu , apakah golongan jin atau arwah orang sakti jaman dulu yang jenasahnya dikubur di sini , namun yang jelas kejadian ini membuat kami menyadari bahwa daerah ini ternyata cukup angker sehingga kami harus berhati hati saat melewati jalan ini pada malam hari.
PONOROGO PRAKOSO - Mushroom and Soju
ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013
Banyak warga Ponorogo yang mengadu nasib menjadi TKI karena minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia di kota ini , salah satunya adalah temanku yang bernama Handoko , dia baru saja balik dari Korea Selatan dan saat ini sedang dalam perjalanan pulang menuju Ponorogo , malam ini aku dan Harun tengah menunggu kedatangannya di terminal Selo Aji karena ia menyuruh kami untuk menjemput.
Me : " teko endi bocahe saiki ? "
(sampe mana anaknya sekarang ?)
Harun : " sek teko caruban vig "
(masih nyampe caruban vig)
Me : " sek suwe iki tekone run "
(masih lama ini datangnya run)
Harun : " dienteni karo ngopi ae vig "
(ditungguin sambil ngopi aja vig)
Bus yang ditumpangi Handoko masih berada di kota Caruban dan kemungkinan ia akan tiba sejam lagi , daripada kelamaan menunggunya lebih baik kami ngopi saja di warung dekat lampu merah.
Ponsel si Harun berbunyi karena ada panggilan telepon dari Handoko , rupanya teman kami ini baru saja tiba di terminal dan bingung mencari cari kami.
Harun : " bocahe medun njero terminal vig "
(anaknya turun dalam terminal vig)
Me : " omongono lagi ngopi neng warung cedak lampu abang "
(bilangin lagi ngopi di warung dekat lampu merah)
Harun : " iyo , awake dhewe lungguh njobo ae ben bocahe weruh "
(iya , kita duduk luar aja biar anaknya tau)
Aku dan Harun berpindah duduk di luar warung biar Handoko gampang menemukan kami , tak lama kemudian sosok yang kami tunggu itu akhirnya muncul juga , dengan lemas Handoko berjalan menggendong ransel besar di punggungnya , sementara tangan kanannya menyeret sebuah koper besar.
Harun : " weh bro !!.. dlondonge wong ponorogo wes teko "
(weh bro !!.. jagoannya orang ponorogo udah dateng)
Me : " sek urip kowe kek ?! "
(masih hidup kamu kek ?!)
Handoko : " he.. he.. he.. "
Aku dan Harun langsung menghampiri Handoko lalu memeluknya erat erat , sejak lulus SMA kami tak pernah bertemu dengannya dan hanya berhubungan lewat Facebook saja , kami benar benar merasa rindu dengannya.
Me : " ayo mangano sek kono ! "
(ayo makan dulu sana !)
Handoko : " iyo vig , iki tulung gawakno koperku run "
(iyo vig , ini tolong bawain koperku run)
Harun : " kok abot men kopermu isine opo iki ? "
(kok berat banget kopermu isinya apa ini ?)
Handoko : " isine bom kuwi run.. ha.. ha.. "
Kuajak Handoko masuk ke warung lalu kami makan bersama sembari bercengkrama , suasana seperti ini mengingatkan kami dengan saat dimana kami sering nongkrong di kantin sekolah dulu.
Me : " tak kiro kowe wes dadi artis k pop "
(tak kira kamu udah jadi artis k pop)
Handoko : " ha.. ha.. mosok raiku koyok ngene arep dadi artis k pop vig "
(ha.. ha.. masak tampangku kayak gini mau jadi artis k pop vig)
Harun : " kerjomu neng pabrik opo ko ?!.. lali aku "
Handoko : " pabrik tekstil neng daegu run "
Harun : " duitmu akeh no saiki ? "
(duitmu banyak dong sekarang ?)
Handoko : " duitku ki tak kirimne wong tuekku nggo renovasi omah run , aku nyekel sak perlune thok "
(duitku ini tak kirimkan orang tuaku buat renovasi rumah run , aku megang seperlunya doang)
Me : " lha oleh olehmu soko korea opo ki ? "
(lha oleh olehmu dari korea apa ini ?)
Handoko : " iki neng njero koperku vig "
(ini di dalam koperku vig)
Me : " lha yo opo ?!.. njajal bukaen kopermu "
(lha iya apa ?!.. coba buka kopermu)
Handoko : " ngko ae bar ngene dinikmati bareng "
(ntar aja abis ini dinikmati bareng)
Harun : " oleh olehmu panganan khas korea tho ko ? "
Handoko : " wes tho ngko lak yo ngerti dhewe kowe run "
(udahlah ntar juga ngerti sendiri kamu run)
Handoko hanya tersipu saja saat kami menanyakan oleh oleh yang dibawanya dari negeri ginseng , ia tidak mau memberitahu kami apa yang ia bawa di dalam kopernya itu dan kami juga tak boleh membukanya , alhasil aku dan Harun makin dibuat penasaran.
Selepas dari terminal kami mengajak Handoko jalan jalan keliling kota Ponorogo , ia merasa kangen dengan suasana kampung halaman yang sudah ia tinggalkan sejak lama ini.
Handoko : " soyo rame saiki run "
(makin rame sekarang run)
Harun : " yo ngene iki saiki ko "
(ya gini ini sekarang ko)
Me : " kowe nek rioyo opo gak tau muleh lho ko ? "
(kamu kamu lebaran apa gak pernah pulang lho ko ?)
Handoko : " ora mesti vig , terakhir muleh rong taun kepungkur , gur sedelut thok neng kene ngasi ra kober pethuk konco konco "
(ngga pasti vig , terakhir pulang dua tahun yang lalu , cuma bentar doang di sini sampe gak sempet ketemu temen temen)
Ketika tiba di alun alun Handoko langsung menyuruhku berhenti , rupanya ia ingin nongkrong sebentar di patung patung macan berukuran besar yang berada di dekat gedung pemkab , oleh warga Ponorogo tempat ini biasa disebut blok M atau blok Macan.
Handoko : " wes suwe gak neng kene aku "
(udah lama gak ke sini aku)
Harun : " wes penakno kono "
(dah nikmatin sana)
Handoko : " ayo photo bareng disek ! "
Harun : " opo kethok nggawe hape ko ? "
(apa kelihatan pake hape ko ?)
Handoko : " iki aku nduwe kamera slr run "
(ini aku punya kamera slr run)
Handoko mengajak kami berfoto bareng berlatarkan patung patung macan yang disinari spotlight redup , apalagi ia membawa kamera slr di dalam ranselnya dan kami gunakan jeprat jepret secara bergantian.
Harun : " nek ngene lak nggenah photone ko , ora burek nek disawang "
(kalo gini kan jelas photonya ko , ngga buram kalo dilihat)
Handoko : " ngko tak apload neng fesbuk run , ayo photo eneh neng air mancur ! "
(ntar tak apload ke fesbuk run , ayo photo lagi di air mancur !)
Handoko tak cukup puas berfoto di patung patung macan , kini ia mengajak kami berfoto di kolam air mancur yang di tengah tengahnya terdapat patung Dewi Songgolangit " slap !.. slap !.. slap !... " terabadikan sudah kebersamaan kami malam ini.
Handoko : " aku ngko nginep omahmu iso vig ? "
(aku ntar nginep rumahmu bisa vig ?)
Me : " lha opo gak langsung muleh neng omahmu kowe ? "
(lha apa gak langsung pulang ke rumah kamu ?)
Handoko : " sesuk ae aku muleh neng omah , awakku lungkrah kabeh iki "
(besok aja aku pulang ke rumah , badanku pegel semua ini)
Me : " yo ra po po ko "
Malam ini Handoko ingin menginap dulu di rumahku karena badannya merasa pegal pegal , lagipula rumahnya berada di daerah pedesaan Pudak yang jaraknya sangat jauh dan harus melewati hutan lebat.
Kuajak teman temanku masuk ke kamarku di lantai 2 , Handoko baru saja kelar mandi dan ganti baju , kini ia bersiap membuka koper yang dibawanya sementara aku dan Harun sudah tak sabar ingin melihat apa isinya.
Handoko : " menurutmu opo isine ? "
Harun : " gingseng "
Me : " jajan "
Handoko : " ha.. ha.. salah kabeh , tak bukak saiki ya ?! "
(ha.. ha.. salah semua , tak bukak sekarang ya ?!)
Begitu Handoko membuka kopernya terlihatlah berbotol botol minuman berlabel huruf kanji Korea , warna botolnya hijau dan ukurannya sama dengan botol bir kecil.
Me : " opo iki ko ?!... bir tho ?!.. "
Handoko : " iki jenenge soju vig "
(ini namanya soju vig)
Me : " soju ? "
Harun : " opo koyok sake jepang yo ko ? "
(apa kayak sake jepang ya ko ?)
Handoko : " iyo meh podo tapi luweh mendemi eneh "
(iya hampir sama tapi lebih mabukin lagi)
Ternyata minuman ini bernama Soju dan mengandung kadar alkohol yang cukup tinggi , kata Handoko minuman ini jauh lebih memabukkan daripada Sake Jepang , entah seperti apa rasanya aku sudah tak sabar ingin meminumnya.
Me : " regane piro sak botol ko ? "
(harganya berapa sebotol ko ?)
Handoko : " telung ewu won regane vig , yo sekitar pitung puluh ewunan "
(tiga ribu won harganya vig , ya sekitar tujuh puluh ribuan)
Harun : " nek mendem ombemu ngene iki ko ? "
(kalo mabok minummu ginian ini ko ?)
Handoko : " iyo enak iki pokoke "
Tanpa berlama lama kami segera membuka botol Soju ini dan kemudian mereguknya pelan pelan " ahhh !! " rasanya hampir mirip Vodka namun aromanya tak terlalu menyengat , kehangatan langsung terasa di tenggorokanku dan membuat kepalaku jadi agak berat setelah minum beberapa teguk.
Me : " lumayan ko , enak ambune "
Harun : " ora nyegrak koyok arak jowo ya vig "
(ngga menyengat kayak arak jawa ya vig)
Handoko : " wes ayo diombe , sek akeh kuwi nek kurang njupuk eneh "
(udah ayo diminum , masih banyak itu kalo kurang ambil lagi)
Handoko membawa 12 botol Soju di dalam kopernya sehingga aku dan Harun bisa minum sepuasnya sekuat yang kami mampu , semakin lama kurasakan kepalaku semakin berat saja padahal aku baru menghabiskan sebotol.
Handoko : " kowe gelem gak ? "
(kamu mau gak ?)
Harun : " opo ? "
Handoko : " camilan khas korea "
Harun : " nggowo jajan tho kowe ? "
(bawa jajan tha kamu ?)
Ternyata Handoko juga membawa camilan khas Korea , kini ia membuka tas ranselnya dan meraih bungkusan plastik putih kecil , saat dibuka ternyata isinya adalah jamur kering.
Me : " jamur opo iki ? "
Handoko : " iki jamur gur enek neng daerah incheon vig "
(ini jamur cuma ada di daerah incheon vig)
Harun : " njajal kene tak pangane "
(coba sini aku makan)
Handoko : " ayo disambi mangan iki karo ngombe run "
(ayo disambi makan ini sambil minum run)
Kugigit sepotong jamur kering ini dan rasanya agak aneh , seperti memakan emping gadung namun ada rasa pahitnya sedikit.
Me : " kok rodok pahit ko ? "
(kok agak pahit ko ?)
Handoko : " yo terah ngene rasane vig "
(ya emang gini rasanya vig)
Walaupun agak pahit namun aku tetap memakan jamur jamur ini , begitu juga dengan Harun dan Handoko yang mulutnya tak berhenti mengunyah.
Seplastik jamur tadi telah habis kami makan dan kami tetap meneruskan minum soju , namun entah kenapa saat ini aku merasakan sensasi yang aneh , selain kepalaku jadi berat pandangan mataku juga agak berkunang kunang , sementara Handoko dan Harun sepertinya juga merasakan hal yang sama.
Harun : " mabuk aku ko "
Handoko : " ha.. ha.. gayeng tho bro "
Semakin lama pandangan mataku semakin berkunang kunang dan agak kabur saat melihat , anehnya aku seperti melihat kelebatan bayangan yang terus berpindah pindah di sekeliling kamarku , entah efek macam apa yang kurasakan ini.
Me : " ko , rasane kok ngene ki ? "
Handoko : " he.. he.. nek wes gayeng yo ngene iki vig rasane "
(he.. he.. kalo udah teler ya gini ini vig rasanya)
Harun : " heh , aku kok nyawang enek keluk mlebu kamar iki tho "
(heh , aku kok lihat ada asap masuk kamar ini tho)
Me : " endi ora enek keluk ngono lho run ? "
(mana ngga ada asap gitu lho run ?)
Harun bilang ia melihat kepulan asap yang masuk ke kamarku namun aku tak melihatnya sama sekali , justru yang kulihat adalah kelebatan bayangan yang terus berpindah pindah tanpa henti dan membuatku makin pusing saja.
Harun : " ha... ha... ha.. "
Me : " nyapo kowe ngguyu dhewe run ?! "
(kenapa kamu ketawa sendiri run ?! )
Harun : " kkuwi neng cedak tivi enek badut njoget vig "
(iitu di dekat tivi ada badut joget vig)
Me : " badut ?! "
Sepertinya Harun telah mengalami halusinasi , ia bilang ada badut yang sedang berjoget di dekat televisi dan membuatnya terus tertawa terbahak bahak , aku merasa semakin aneh dengan semua ini apalagi mataku mulai melihat ada sesuatu yang tak kalah anehnya , aku melihat beberapa celana dalam perempuan melayang layang di langit langit kamarku... bagaimana bisa hal ini terjadi ?!?!
Me : " ko , enek sempak miber neng nduwur "
(ko , ada sempak melayang di atas)
Handoko : " ha.. ha.. mosok enek sempak miber vig ?! "
(ha.. ha.. masak ada sempak melayang vig ?!)
Handoko tertawa terbahak bahak mendengar apa yang kukatakan dan kemudian ia malah tertawa sendiri seperti Harun , kurasa ia juga tengah berhalusinasi dan melihat yang aneh aneh di kamar ini.
Handoko : " ha.. ha... keri !.. keri !.. wes ojo diterusne !! "
(ha.. ha.. geli !.. geli !... udah jangan diterusin !!)
Me : " nyapo kowe keri ko ?! "
(ngapain kamu geli kok ?!)
Semua ini memang benar benar aneh , tiba tiba Handoko memegangi perutnya sambil berguling guling di karpet sementara mulutnya terus tertawa terbahak bahak " ha.. ha.. ha.. keri !... keri !... ampuun !!!.. " ia merasa ada sesuatu yang menggelitik tubuhnya tanpa henti.
Harun : " ahh !... ahhh !... ngaleh kono kowe !!.. ngaleh kono !!.. "
(ahh !.. ahhh !... pergi sana kamu !!... pergi sana !!)
Me : " ?!?! "
Tiba tiba saja si Harun berteriak teriak seperti orang ketakutan , bahkan ia mulai menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya , entah apa yang telah dilihatnya barusan... rasanya aku semakin gila dengan semua ini , apalagi semakin lama halusinasiku juga terasa semakin parah saja , kini mataku melihat sesosok perempuan bugil yang duduk mengangkang di atas meja , ia membawa sebuah terong yang terus dijilat jilat dan " ahhhh !!... " aku tak kuasa untuk tidak terangsang melihatnya.
Pagi harinya aku terbangun dengan lemas , kulihat Harun masih tidur pulas sementara Handoko baru saja bangun dan mencuci mukanya.
Me : " mambengi kok aneh rasane ko ? "
(semalam kok aneh rasanya ko ?)
Handoko : " ha.. ha.. yo kuwi efek mendem soju campur jamur "
(ha.. ha.. ya itu efek mabok soju campur jamur)
Me : " lagek iki aku ngrasakne koyok ngene iki "
(baru sekarang aku ngerasain kayak gini ini)
Handoko : " jamure kuwi vig seng nggarai halusinasi koyok ganja "
(jamurnya itu vig yang bikin halusinasi kayak ganja)
Me : " kok iso ya ko ? "
Handoko : " zat jamur kuwi jenise psikotropika vig dadi iso halusinasi , podo wae ambek jamur tletong sapi , opo maneh disambi ngombe soju yo soyo gayeng nek mendem.. ha.. ha.. "
(zat jamur itu jenisnya psikotropika vig jadi bisa halusinasi , sama aja kayak jamur kotoran sapi , apa lagi sambil minum soju ya makin teler kalo mabok.. ha.. ha..)
Me : " gendeng tenan ko , kok iso lolos kowe pas boarding neng bandara ? "
(gendeng banget ko , kok bisa lolos kamu pas boarding di bandara ?)
Handoko : " iki kan uduk termasuk barang narkotik vig "
Ternyata halusinasi yang kurasakan semalam adalah efek dari jamur yang kumakan , bagi Handoko sensasi mabuk yang aneh itu ternyata sudah menjadi hobi dan sarana untuk melepas beban pikiran.
Handoko : " ngko bengi eneh piye vig ?!.. jamurku sek sak plastik "
(ntar malem lagi gimana vig ?!.. jamurku masih seplastik)
Me : " tapi ojo neng kene ko panggone , gak penak karo mbokku nek bengak bengok "
(tapi jangan di sini ko tempatnya , gak enak sama ibuku kalo teriak teriak)
Handoko : " piye nek mendem neng pinggir laut ae ? "
(gimana kalo mabok di pinggir laut aja ?)
Me : " laut endi ko ? "
Handoko : " pantai teleng ria , karo dolan pacitan pisan awake dhewe "
(pantai teleng ria , sambil maen ke pacitan sekalian kita)
Me : " tapi mosok ngko bengi ? "
(tap masak ntar malem ?)
Handoko : " yo sesuk ae vig , ngko nginep sewengi neng guest house "
(ya besuk aja vig , ntar nginep semalam di guest house)
Me : " yo wes oke "
Handoko masih punya seplastik jamur dan kami sepakat akan mengkonsumsinya besok , kurasa akan sangat menyenangkan jika kami teler bareng di pantai Teleng Ria Pacitan.
Langganan:
Postingan (Atom)