ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar pertengahan tahun 2013
Pak Harsono yang juga tetanggaku ini memiliki sebuah grup orkes dangdut yang biasa manggung di acara pernikahan , sunatan , atau bersih desa... kali ini aku diajak Pak Har ikut latihan karena aku disuruh menggantikan penyanyi lama yang baru saja mengundurkan diri , tentu saja aku merasa senang karena aktifitas bermusikku sudah terhenti sejak aku lulus kuliah.
Pak Har : " ngko tak kenalne disek karo personel liyane "
(ntar aku kenalin dulu sama personel lainnya)
Me : " oyi pak "
Studio Pak Har cuma sebatas ruangan bekas gudang yang terletak di belakang rumahnya , begitu masuk aku diperkenalkan dengan personel grup ini yang rata rata berusia 40 an tahun , satu satunya yang masih muda hanyalah pemain keyboard yang bernama Mas Adi.
Mas Adi : " biasane nggarap lagu opo jaman neng malang ? "
(biasanya nggarap lagu apa jaman di malang ?)
Me : " nek ora lagu pop rock yo lagu jazz mas "
(kalo ngga lagu pop rock ya lagu jazz mas)
Mas Adi : " wah mantep kuwi , manggung neng endi biasane ? "
(wah mantep itu , manggung dimana biasanya ?)
Me : " gak mesti mas , biasane neng kampus , klab malam karo hotel "
Mas Adi : " lha kowe opo ora gengsi nek melu orkes dangdut ?!.. seng nonton wong ndeso thok "
(lha kamu apa gak gengsi kalo ikut orkes dangdut ?!.. yang nonton orang desa semua)
Me : " ra po po mas , seng penting iso hepi hepi.. ha.. ha.. "
Memang kalau dipikir saat ini aku seperti musisi yang turun level , sewaktu di Malang aku biasa manggung di hotel atau klab malam dengan penonton yang rata rata orang berdasi atau cewe cewe modis , kini tak pernah kubayangkan kalau aku akan menjadi penyanyi dangdut yang harus menghibur orang orang kampung , tapi hal ini bukanlah suatu masalah bagiku dan aku sama sekali tidak gengsi walaupun musik dangdut dianggap ndeso.
Pak Sarno : " wes apal lagu dangdut opo ae sampeyan mas ? "
(udah hapal lagu dangdut apa aja sampeyan mas ?)
Me : " lumayan katah pak , rhoma irama kaleh meggy z apal sedoyo "
(lumayan banyak pak , rhoma irama sama meggy z hapal semua)
Pak Sarno : " yo ngko rungokno lagu lagu dangdut seng liyane , koyok hamdan att utowo fazal dath "
(ya ntar dengerin lagu lagu dangdut yang lainnya , kayak hamdan att atau fazal dath)
Me : " nggeh pak "
Untung saja aku telah hapal lagu dangdut lumayan banyak , tak sulit bagiku untuk bernyanyi pada latihan pertama ini " bila kamu di sisiku hati rasa syahdu , satu hari tak bertemu hati rasa rindu.. " secara keseluruhan latihan pertama ini sudah cukup lumayan , hanya perlu disempurnakan sedikit pada latihan berikutnya.
Me : " trus kapan nek manggung pak ? "
Pak Har : " minggu ngarep neng mlarak vig , kowe kudu siap "
(minggu depan di mlarak vig , kamu harus siap)
Pak Sarno : " mantenane anake bos daging sapi , ngko panganane iwak iwakan thok pokoke "
(pernikahan anaknya bos daging sapi , ntar makanannya daging dagingan semua pokoknya)
Me : " enak kuwi pak "
Ternyata minggu depan grup ini akan manggung pada acara pernikahan di desa Mlarak , rasanya aku sudah tak sabar ingin segera beraksi di sana.
Akhirnya tiba juga waktunya untuk manggung , walaupun agak deg degan namun aku mencoba bernyanyi sebaik mungkin pada penampilan perdanaku ini , apalagi aku tampil di depan sepasang mempelai yang sedang duduk di pelaminan " tidak semua laki laki bersalah padamu , contohnya aku mau mencintaimu , tapi mengapa engkau masih ragu.. "saat bernyanyi kulihat para tamu tengah asik berjoget dengan kondisi agak mabuk , mereka habis minum arak Jowo yang disuguhkan setelah acara prasmanan tadi , memang sudah tradisi di Ponorogo jika arak Jowo selalu menjadi suguhan acara pesta pernikahan.
Pak Har : " saiki lagune madu tiga vig "
Me : " oyi pak "
Di penghujung penampilan kami membawakan lagunya P Ramlee yang berjudul 'Madu Tiga' , irama yang rancak membuat para tamu kian menjadi jadi saat berjoget , bahkan saking telernya beberapa dari mereka sampai terjatuh dan menjadi bahan tertawaan " istri tua merajuk balik ke rumah istri muda , kalau dua dua merajuk ana kahwin tigaaa !!.. " riuh teriakan kegembiraan mengakhiri penampilan perdanaku ini , begitu turun dari panggung Pak Har mengajakku makan sambil minum arak Jowo di belakang rumah yang punya hajat.
Di belakang rumah kami duduk santai sambil melahap sop buntut yang disajikan tuan rumah , sementara Pak Har tengah menjinjing jerigen besar berisi arak Jowo yang kemudian dituang ke dalam ceret plastik.
Pak Har : " pokoke ngombe sak mendeme iki no "
(pokoknya minum sampe teler ini no)
Pak Sarno : " aku sithik ae ngombene har , wedi nek jebol ginjelku "
(aku dikit aja minumnya har , takut kalo jebol ginjalku)
Pak Har : " nek jebol yo tuku ginjel eneh no.. ha.. ha... "
(kalo jebol ya beli ginjal lagi no.. ha.. ha...)
Pak Sarno : " tukune neng endi ?!... pasar legi ?!... ha.. ha.. "
(belinya dimana ?!.. pasar legi ?!... ha.. ha..)
Mas Adi : " ha.. ha.. ha.. nek arep tuku ginjel ngedol sapi disek pak "
(ha.. ha.. ha.. kalo mau beli ginjal jual sapi dulu pak)
Pak Sarno : " iyo bener di , larang regone ginjel kuwi mulakno dieman eman "
(iya bener di , mahal harganya ginjal itu makanya disayang sayang)
Sambil bercengkrama kami mulai minum arak Jowo bersama beberapa tamu yang ikutan nimbrung , apalagi suasana di belakang rumah ini sangat enak sekali buat santai , hamparan persawahan dan ladang jagung tampak luas membentang dari timur ke barat , sementara di kejauhan terdapat sebuah gunung yang menjulang tinggi dan begitu indah bentuknya , namun aku tak tahu apa nama gunung itu.
Me : " kuwi gunung opo mas jenenge ? "
(itu gunung apa mas namanya ?)
Mas Adi : " oh kuwi gunung bayangkaki vig , nggone neng sawoo "
(oh itu gunung bayangkaki vig , letaknya di sawoo)
Me : " kok apik bentuk e mas "
(kok indah bentuknya mas)
Mas Adi : " mbiyen aku nate munggah gunung kuwi vig , neng pucuke enek kuburane angker "
(dulu aku pernah mendaki gunung itu vig , di puncaknya ada kuburan angker)
Me : " kuburan angker mas ? "
Mas Adi : " iyo , kuburane enek telu vig , aku arep kemah ora sido malah mudhun eneh "
(iya , kuburannya ada tiga vig , aku mau kemah ngga jadi malah turun lagi)
Me : " kuburane sopo kuwi mas ? "
(kuburannya siapa itu mas ?)
Mas Adi : " lali aku vig , tapi jarene wong sawoo biasane kuburan kuwi digawe wong seng pengen topo nggolek pesugihan "
(lupa aku vig , tapi katanya orang sawoo biasanya kuburan itu dipake orang yang pengen bertapa nyari pesugihan)
Ternyata Mas Adi pernah mendaki gunung yang terletak di daerah Sawoo itu , ia juga bilang kalau di puncaknya ada 3 kuburan angker yang biasa jadi tempat mencari pesugihan , mungkin yang bersemayam di sana adalah jenasahnya orang sakti jaman kerajaan Wengker dulu.
Me : " aku pengen njajal munggah rono mas "
(aku pengen nyoba mendaki sana mas)
Mas Adi : " yo kapan kapan ae nek longgar tak jak munggah rono vig "
(ya kapan kapan aja kalo longgar aku ajak mendaki ke sana vig)
Me : " liwate endi kuwi mas ? "
(lewatnya mana itu mas ?)
Mas Adi : " liwat waduk bendo vig , sawoo ngetan terus "
(lewat waduk bendo vig , sawoo ke timur terus)
Jika ada waktu luang aku akan mencoba mendaki gunung itu bersama Mas Adi , aku merasa penasaran ingin merasakan aura horor di puncaknya dan sekaligus menikmati keindahan alam yang tersaji di sana.
Me : " aku photonen mas , gununge kudu kethok "
(aku photoin mas , gunungnya harus kelihatan)
Mas Adi : " rodok nengen sithik ngadekmu vig "
(agak ke kanan dikit berdirinya vig)
Kuserahkan ponselku pada Mas Adi dan kusuruh ia memotretku beberapa kali " slap !... slap !... " terabadikan sudah photo diriku berlatarkan gunung itu dan aku sudah tak sabar untuk menguploadnya ke akun Instagramku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar