MALANG MYSTERIO - Keangkeran Bioskop Kelud

ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2011 ketika aku masih kuliah semester 8


Dengan santai kupacu sepeda onthel ini melintasi jembatan sempit yang terbuat dari papan kayu , sementara di bawahku mengalir sungai Brantas yang berbatu batu dan tampak kotor , ada banyak ceceran sampah dan pemukiman kumuh yang berjejeran di tepian sungai hingga membuat mataku sepet memandangnya.

Pendik : " mbiyen dolenku ndek kali iku vig , nek gak mancing yo nglangi ambek nawak nawak "

(dulu mainku di sungai itu vig , kalo gak mancing ya renang sama temen temen)

Me : " lha kaline rueget ngono lho ndik , opo gak gudiken kulitmu ? "

(lha sungainya kuotor gitu lho ndik , apa gak gatel kulitmu ?)

Pendik : " mbiyen iku isek resik vig kaline , gak koyok ngene "

(dulu itu bersih vig sungainya , gak kayak gini)

Pendik yang duduk di boncengan terus saja ngoceh setiap kali melewati tempat tempat yang memiliki kenangan bagi dirinya , sebagai kera Ngalam asli ia telah menghabiskan seluruh usianya di kota ini , ia tahu tempat mana saja yang menarik di kota Malang ini sekalipun letaknya terpencil.

Me : " iki uklam uklam ndek endi maneh ndik ? "

(ini jalan jalan ke mana lagi ndik ?)

Pendik : " sek vig aku yo bingung , dipikir karo mlaku ae "

(ntar vig aku juga bingung , dipikir sambil jalan aja)

Terus saja kukayuh sepeda onthel ini hingga mencapai jl DI Pandjaitan dan bablas terus hingga mencapai jl Raung , kami sendiri bingung mau pergi kemana enaknya , dari tadi kami cuma muter muter gak jelas doang.

Pendik : " yok opo nek dolen nang wendit vig ? "

(gimana kalo maen ke wendit vig ?)

Me : " adoh ndik , kesel nek mancal "

(jauh ndik , capek kalau ngayuh)

Pendik : " opo dolen nang bioskop kelud ae ? "

(apa maen ke bioskop kelud aja ?)

Me : " bioskop kelud iku ngendi ? "

(bioskop kelud itu mana ?)

Pendik : " cedake sma panjura vig "

(deketnya sma panjura vig)

Me : " opo bukak lho esuk esuk ndik ? "

(apa bukak lho pagi pagi ndik ?)

Pendik : " iku bioskop lawas wes ketam suwe vig , gurung weruh a kon ? "

(itu bioskop lama udah mati dari dulu vig , belum tau tha kamu ?)

Me : " lha trus onok opo ndek kono ? "

(lha trus ada apa di sana ?)

Pendik : " suasanae jadul vig , digawe photo kipa ilakes "

Kurasa tujuan yang disarankan Pendik cukup menarik untuk dikunjungi , selama ini aku tak pernah mendengar nama bioskop Kelud jadi tak ada salahnya jika aku pergi ke sana , lekas saja kupacu sepeda onthel ini lebih cepat lagi.

Kuparkir sepeda onthel ini di pelataran bioskop Kelud yang bangunannya tampak usang , gedungnya bercat coklat dan tertulis nama 'Kelud' yang berukuran besar di atasnya , sementara di sebelah pintu masuk berjejeran bilik loket yang berteralis kawat dan tertutup triplek.

Pendik : " nek ngarani bioskop dulek vig , karcise mbiyen mek limang atus repes thok "

(kalo nyebut bioskop dulek vig , karcisnya dulu cuma lima ratus rupiah doang)

Me : " murah men ndik ? "

(murah banget ndik ?)

Pendik : " aku mbiyen sek umur pitung tahunan nek gak salah vig , nek nontok film ambek pak lekku "

(aku dulu masih umur tujuh tahunan kalo gak salah vig , kalo nonton sama pamanku)

Me : " film jaman mbiyen paling gur dono kasino tha ndik ? "

(film jaman dulu paling cuma dono kasino tha ndik ?)

Pendik : " akeh vig fileme , film seng rodhok panas yo onok... sally marcellina ambek malfin shayna udo udoan thok fileme "

(banyak vig filmnya , film yang agak panas juga ada... sally marcellina sama malfin shayna telanjang telanjangan doang filmnya)

Me : " lha kon sek cilik kok wes nontok film panas tha ndik ? "

(lha kamu masih kecil kok udah nonton film panas tha ndik ?)

Pendik : " lha aku kolem dijak paklekku manut ae.. he.. he.. "

(lha aku ikut diajak pamanku nurut saja.. he.. he...)

Cukup lama kami termangu mengamati bangunan gedung bioskop tua ini , entah sudah berapa puluh tahun bioskop ini tak lagi beroperasi dan mangkrak seperti ini..... bisa jadi di dalamnya telah dihuni oleh gerombolan makhluk gaib.

Me : " tutupe tahun kapan ndik mbiyen ? "

(tutupnya taun kapan ndik dulu ?)

Pendik : " nek gak salah tahun sangang puluh enem vig , aku yo rodok lali "

(kalo gak salah taun sembilan puluh enam vig , aku juga agak lupa)

Me : " kethoke angker iki ndik "

(kayaknya angker ini ndik)

Pintu gedung bioskop ini tampak terkunci dan kurasa kami tak bisa masuk ke dalamnya , namun Pendik mengajakku ke sisi kanan gedung karena ada jalan yang bisa dimasuki di dekat tembok yang dipenuhi coretan grafiti.

Pendik : " liwat kene vig ! "

(lewat sini vig !)

Me : " oyi "

Begitu masuk ke dalam aku hanya bisa melongo saat mendapati bahwa bioskop ini ternyata tak memiliki ruangan , hanya ada tanah lapang yang luas dan sebaris tembok tinggi yang berkalang tanaman liar , sementara di balik bangunan gedung terdapat tribun dan juga ruang kecil untuk proyektor.

Me : " lha kok koyok layar tancap ngene ndik tibakno ?! "

(lha kok kayak layar tancap gini ndik ternyata ?!)

Pendik : " he.. he.. ancen bioskop murah dhewe lho iki vig , yo ngene iki koyok layar tancap nek nontok "

(he.. he... namanya bioskop murah sendiri lho ini vig , ya gini ini kayak layar tancap kalo nonton)

Sukar dipercaya jika di kota Malang ada bioskop model beginian , nyaris tak ada bedanya dengan menonton layar tancap dimana penonton harus duduk lesehan di atas tanah , sementara penonton yang berkarcis VIP duduk di tribun yang berbangku kayu.

Me : " iku seng lungguh tribun karcise kudu vip yo ndik ? "

(itu yang duduk tribun karcisnya harus vip ya ndik ?)

Pendik : " aku lali rego karcise vip , tapi penak gak kudanan nek lungguh tribun "

(aku lupa harga karcisnya vip , tapi enak gak kehujanan kalo duduk tribun)

Me : " lha seng lungguh lesehan lak yo bubar ndik nek pas udan ? "

(lha yang duduk lesehan kan bubar ndik kalo pas ujan ?)

Pendik : " mangkane diarani bioskop misbar , soale nek gerimis mesti bubar "

(makanya dijuluki bioskop misbar , soalnya kalo gerimis pasti bubar)

Sepertinya bioskop ini hanya diperuntukkan bagi kalangan menengah ke bawah saja , dengan harga tiket yang murah meriah para penonton tidak mendapat fasilitas memadai yang menunjang kenyamanan saat menonton film , bahkan jika tiba tiba turun hujan maka para penonton mau tak mau harus membubarkan diri.

Pendik : " ayo photo photo saiki vig ! "

Me : " oyi "

Kini kami mulai mengitari beberapa area di bioskop ini sambil berfoto menggunakan ponsel , meskipun tampak kumuh dan terbengkalai namun aku senang dengan suasana tempat ini..... selepas berfoto kami duduk di tribun sambil menikmati semilir angin yang berhembus , sementara Pendik kembali bernostalgia dengan masa kecilnya dimana ia sering menonton aneka film di bioskop ini.

Pendik : " mbiyen stasiun tivi mek tvri ambek tpi thok vig "

(dulu stasiun tivi cuma tvri sama tpi doang vig)

Me : " iyo , acarane sithik "

(iya , acaranya dikit)

Pendik : " nek gak onok bioskop iki aku gak iso nontok film macem macem vig "

(kalo gak ada bioskop ini aku gak bisa nonton film macem macem vig)

Me : " film barat yo onok ndik ? "

(film barat juga ada ndik ?)

Pendik : " onok vig , film koboi , india , mandarin... komplit wes "

(ada vig , film koboi , india , mandarin... komplit dah)

Me : " trus tutupe jam piro biasane ? "

(trus tutupnya jam brapa biasanya ?)

Pendik : " ngasi jam telu esuk main terus fileme vig , aku ngasi keturon ngenteni paklekku nontok... tapi nek ditukokno jajan aku melek terus "

(sampe jam tiga pagi main terus filmnya vig , aku sampe ketiduran nungguin pamanku nonton... tapi kalo dibeliin jajan aku melek terus)

Me : " opo onok bakul jajane lho ndik ? "

(apa ada penjual jajan lho ndik ?)

Pendik : " uakeh vig , bakul kacang , jagung bakar , gorengan , es rolly ngasi bakso onok kabeh "

(buanyak vig , penjual kacang , jagung bakar , gorengan , es rolly sampe bakso ada semua)

Me : " penak iku ndik karek milih "

(enak tuh ndik tinggal milih)

Pendik : " tapi bakul ki yo ngganggu wong nontok vig , lha liwat wira wiri ndek ngarepe uwong terus kok , ngasi dipisuhi ambek wong seng nontok "

(tapi penjual tuh juga ganggu orang nonton vig , lha lewat mondar mandir di depannya orang terus kok , sampe diteriakin sama orang yang nonton)

Me : " he.. he... gak diantem sandal ae bakule "

(he.. he... gak dilempar sandal aja penjualnya)

Mendengar cerita Pendik rasanya sudah cukup memberiku gambaran suasana bioskop ini di masa lalu , meskipun tampak ala kadarnya namun memiliki keasikan tersendiri yang terkesan sangat merakyat.

Sambil merokok aku terus mendengarkan Pendik bercerita , sebelum akhirnya datang seorang bapak berkumis yang ikutan duduk di tribun ini... sesaat beliau menatap kami sebelum akhirnya mulai membuka percakapan.

Bapak : " ini saya dulu pas masih bujang sering nonton sini mas , pas tahun 80 an... jaman filmnya christine hakim sama roy marten "

Pendik : " paklek saya juga langganan nonton sini pak , seminggu 2 kali "

Bapak : " saya kalo masuk sini gratis mas , soalnya rumah saya di belakang situ... yang jaga itu tetangga saya , tiap ada film baru pasti nonton saya "

Pendik : " wah enak itu pak , gak perlu beli karcis "

Bapak : " tapi sekarang jadi seperti ini ya mas , mangkrak tahun tahunan.... dulu bangkrut gara gara mulai ada vcd mas "

Pendik : " namanya juga perkembangan jaman pak "

Bapak : " saya kalau duduk sini jadi ingat jaman dulu , sudah tinggal kenangan semua mas "

Bapak itu tampak berkaca kaca saat mengenang masa lalunya , sepertinya beliau merasa kehilangan masa masa indah sewaktu nonton di bioskop ini.... tak lama kemudian beliau kembali melanjutkan ceritanya , namun bukan lagi soal nostalgia melainkan soal keangkeran gedung bioskop yang telah mangkrak sejak tahun 1996 ini.

Bapak : " rumah saya kan di belakang situ mas , kalo malem sering saya nongkrong sini sama teman teman saya , biasanya mabuk bareng sambil main kartu "

Pendik : " ada apa lho pak di sini ? "

Bapak : " sering mas saya sama teman teman saya liat kuntilanak nangkring di tembok bekas layar itu "

Dengan tampang serius bapak itu menunjuk sebaris tembok tinggi yang dulunya digunakan untuk layar , beliau bilang ada beberapa kuntilanak yang sering menampakkan diri di sana.

Pendik : " wah berarti ada banyak ya pak kuntilanaknya ?! "

Bapak : " iya mas , pada duduk di sana semua... kadang ada 3 atau 5 "

Pendik : " trus gimana pak ?! "

Bapak : " kalo saya sama teman teman saya sudah biasa mas , udah ngga takut lagi.... ditinggal main kartu saja biasanya ilang sendiri "

Pendik : " trus ada apa lagi pak di sini ?! "

Bapak : " pernah saya liat pocong tiduran di tanah mas , kalo dari tribun ini kan kelihatan jelas , itu apa putih putih di bawah situ eh ternyata pocong , langsung lari semuanya... ha.. ha.. ha.. kalo sama pocong saya takut mas , tapi jarang munculnya "

Aku bisa membayangkan seperti apa suasana bioskop ini saat malam hari , segala penjuru area akan tampak gelap karena satu satunya lampu hanya ada di tribun ini saja... kurasa tempat ini sangat cocok digunakan buat beruji nyali.

Bapak : " tapi saya sama teman teman tetep betah mas nongkrong di sini , kalo soal begituan sudah ngga terlalu takut lagi "

Pendik : " kalo nongkrong bisa nostalgia masa muda ya pak "

Bapak : " ha.. ha... ingat jaman bujang dulu saya mas , nonton film 'catatan si boy' sambil sayang sayangan sama pacar saya dulu , sekarang dia udah nikah sama orang lain... ha.. ha.. "

Pendik : " ha.. ha.. ha.. "

Terlepas dari segala keangkerannya bioskop ini memiliki nilai historis yang tinggi bagi masyarakat kota Malang , rasanya teramat disayangkan jika suatu saat gedung ini bakalan diratakan dengan tanah seperti halnya nasib bangunan lain di kota ini..... semoga saja ada perhatian dari pemkot Malang untuk melestarikan bioskop Kelud ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar