Ramalan Jayabaya akhirnya terbukti juga , pada awal tahun 1942 terdengar kabar bahwa bala pasukan Dai Nippon tiba tiba datang ke Kalimantan dan merebut tiap kota dari kekuasaan Belanda , sebulan kemudian Palembang juga diserbu secara besar besaran hingga akhirnya Darmanto dan para tahanan lain langsung dibebaskan begitu saja setelah pasukan Jepang menyerbu penjara.
Hari hari berikutnya Darmanto melihat pertempuran udara antara pesawat Jepang dan Belanda , setelah itu ia melihat banyak pasukan Jepang yang diterjunkan dari udara dan langsung merebut kilang minyak milik Belanda yang berada di daerah Plaju , sementara orang orang Belanda yang tinggal di Palembang sebagian besar telah ditangkap atau dibunuh oleh pasukan Jepang.
Dalam waktu sekejap Palembang telah berhasil dikuasai pasukan Jepang , di segala penjuru kota bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera Jepang , selain itu kain bersimbol matahari juga banyak dipasang di tembok tembok bangunan , bahkan orang orang diberi bendera Jepang kecil yang akan digunakan untuk parade militer bala pasukan Dai Nippon.
Semua orang senang dengan pasukan Jepang karena mereka dianggap sebagai saudara pembebas , saat parade militer berlangsung orang orang sangat bersemangat meneriakan " banzai !!... banzai !!... " sambil mengangkat tangannya berkali kali , namun tak ada seorangpun yang menyangka kalau setelah kemeriahan parade itu Jepang akan membuat orang orang kembali merasakan kesengsaraan.
Semua rumah di Palembang tiba tiba digeledah oleh tentara Jepang , sementara para wanita ditangkap dan dibawa entah kemana , banyak yang bilang kalau mereka dijadikan jugun ianfu atau pelacur namun untungnya Darmanto berhasil menyembunyikan istrinya di sebuah rumah krematorium yang memiliki ruangan bawah tanah , di situ juga banyak wanita lain yang mengungsi bersama anak atau saudarinya , mereka bertahan hidup dengan kiriman logistik dari saudagar Tionghoa kaya raya.
Di tengah situasi yang tak menentu Darmanto mengajak istri dan saudara iparnya berpindah ke daerah Musi Rawas yang letaknya cukup terpencil , di sana ia menjadi nelayan dan tidak melakukan apapun untuk melawan tentara Jepang atau para kempetai yang berpatroli saat jam malam , situasi yang tidak menentu berlangsung hingga penghujung tahun 1942 sebelum akhirnya Darmanto memutuskan untuk mengajak istrinya kembali ke Jawa.
Saat tiba di Madiun Darmanto kembali menjadi petani , namun situasi semakin sulit karena Jepang memaksa para petani untuk meningkatkan hasil panen yang nantinya akan digunakan menyuplai pasukan Jepang saat perang melawan Amerika , tak bisa dibayangkan para petani harus bersusah payah menanam padi sementara hasil panennya harus diserahkan kepada Jepang , lebih buruknya lagi lumbung desa sampai kosong tak ada padi tersisa sehingga orang orang hanya bisa memakan singkong , gaplek atau bonggol pisang , bahkan para tentara Jepang juga merampas kambing , sapi atau ayam milik penduduk untuk dimakan sendiri di markasnya.
Di tengah situasi sulit seperti ini Darmanto akhirnya memiliki seorang putra , namun karena sedang prihatin keluarganya tidak pernah bisa merasakan kehidupan yang layak , satu satunya yang bisa menjadi pengharapan baginya adalah ramalan Jayabaya yang selalu diyakininya sejak dulu , ia merasa yakin kalau orang orang kate berada di Nusantara hanya seumuran jagung saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar