Gerhana matahari pada awal Juli 2019 sepertinya membangkitkan kembali keaktifan jalur Ring of Fire yang sebelumnya sempat mereda selama beberapa bulan , keaktifan itu dimulai sejak gempa di Chile dan berlanjut hingga terjadi gempa berskala 7 SR di California Amerika , dampaknya lumayan merusak hingga membuat banyak rumah roboh dan jalanan aspal juga retak retak.
Tak lama berselang wilayah perairan Maluku Utara terkena gempa selama berkali kali , hingga akhirnya pada hari Minggu tanggal 14 Juli kemarin terjadi gempa berskala 7 SR di sana , meskipun tidak terjadi tsunami namun gempa itu sudah cukup menimbulkan dampak kerusakan yang cukup parah , ada ratusan rumah roboh serta beberapa orang meninggal tertimpa bangunan.
Berselang 2 hari kemudian terjadi lagi gempa di Bali dengan skala 6 SR yang dampaknya juga cukup merusak , sementara dari hasil pengamatan astral yang baru saja kulakukan dini hari tanggal 17 Juli aku melihat kabut hitam pekat mulai menyeruak di lautan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara , kabut hitam ini bermunculan lebih banyak daripada pengamatan sebelumnya yang kulakukan pada awal Juli , selain itu pengamatan astral yang baru saja kulakukan ini juga bertepatan dengan terjadinya gerhana bulan parsial yang kemungkinan juga akan semakin meningkatkan keaktifan jalur Ring of Fire.
Gerhana bulan parsial itu terjadi sekitar jam 3 hingga jam 4 menjelang shubuh , saat sukmaku terbang bersama sukmanya Bang Priono di langit mulai terlihat awan awan yang tadinya menggumpal tiba tiba berubah menjadi memanjang dan saling bersinggungan di sekitar posisi bulan , setelah itu secara perlahan sebagian sisi bulan menjadi gelap tertutupi oleh bayangan umbra bumi selama beberapa menit sebelum akhirnya kembali terang seperti semula , entah akan seperti apa dampaknya terhadap bumi kami kurang begitu paham , hanya berdasar pengalaman saja kami meyakini kalau tiap gerhana matahari atau bulan akan selalu menimbulkan dampak tertentu terhadap bumi.
Ketika sukma kami terbang ke laut Bali kami melihat kabut pekat masih menyelimuti wilayah perairan Nusa Dua yang baru saja terkena gempa , begitu kami meneruskan terbang ke timur ternyata kabut hitam ini masih menyeruak hingga mencapai lautan Flores , sementara saat terbang ke barat kami melihat lautan di sepanjang pesisir selatan Jawa sudah diselimuti kabut hitam hingga mencapai Sukabumi , kabut paling pekat berada di lautan wilayah Kebumen - Cilacap dan juga Jogja - Pacitan , ada kemungkinan kalau wilayah itu akan terjadi gempa beberapa hari ke depan , atau jika aliran energi di jalur Ring of Fire terus bergerak ke timur maka wilayah perairan Banyuwangi yang kemungkinan akan terkena gempa.
Untuk lautan selat Sunda masih terlihat biasa saja kabutnya , walaupun lautan di sana selalu terselimuti kabut hitam tapi sudah tidak setebal saat awal tahun 2019 , tidak ada yang tahu kapan di sana akan benar benar terjadi bencana Sunda Megathrust yang magnitudenya mencapai 9 SR , namun melihat pola belakangan ini kami memperkirakan kalau gempa demi gempa yang terjadi semakin meningkat rata rata magnitudenya , jika pada awal tahun 2019 magnitude rata rata cuma di kisaran 5 SR saja maka sekarang sudah mencapai 7 SR , perkiraan kami beberapa bulan ke depan rata rata magnitude ini akan meningkat dan terus meningkat hingga pada akhirnya mencapai kisaran 9 SR , pada saat itulah apa yang disebut Sunda Megathrust benar benar akan terjadi.
Vigo
Juli 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar