Di depan salah satu ruang kelas sosok kuntilanak merah itu terus meronta ronta dan berusaha melepaskan kakinya yang melekat di permukaan lantai , entah ajian apa yang digunakan Bang Renggo kali ini..... di balkon bagian tengah ia tampak masih berjongkok dengan telapak tangan yang diletakkan di permukaan lantai , sepertinya ia menyalurkan tenaga dalamnya untuk mengunci pergerakan kuntilanak merah itu.
Zul : " wah vig ?!?... tu kuntinya dibikin gak bisa gerak sama bang renggo "
Me : " iiya zul , pake tenaga dalam itu "
Pendik : " kok iso yo vig ?!... nggumun aku "
Niken : " ngerti gw , biar tu kunti ngga kabur lagi ya vig ? "
Me : " iiya nik , dari tadi kuntinya pindah pindah terus "
Kami berempat yang berada di balkon sebelah timur ini cukup kesulitan melihat apa yang terjadi di depan ruang kelas itu , selain jarak yang cukup jauh posisi tubuh Steve yang berdiri memunggungi kami membuat pandangan jadi terhalang.
Niken : " duh steve mau ngapain sih vig ?! "
Me : " mau musnahin tu kuntilanak "
Niken : " moga aja dia sanggup vig , kuatir banget gw "
Entah apa yang akan dilakukan Steve selanjutnya , dari tadi ia masih berdiri di hadapan kuntilanak merah yang terus menjerit jerit itu " hhiiia !!!..... hiiiaa !!!!.... hiiaa !!!... " jeritan itu terdengar seperti ketakutan yang teramat sangat , bagaikan terpidana yang hendak dieksekusi mati oleh seorang algojo , dan Steve si cowo sakti itu adalah algojonya.
Niken : " gw ngeri vig , dari tadi jerit jerit terus tu kuntinya "
Zul : " mau diapain ya sama steve ?!... "
Pendik : " liat aja zul "
Selama beberapa menit kami terus menanti apa yang akan dilakukan Steve , kini ia mulai merentangkan kedua tangannya dan kemudian menghadapkannya ke arah kuntilanak merah itu.... anehnya asap tipis tampak mengepul dari kedua telapak tangannya dan membuat kami berempat tertegun takjub melihatnya.
Pendik : " vig , kok iso metu keluke tangane stiv ?! "
Zul : " wah steve mau ngeluarin ajian ndik "
Me : " hebat tu anak nik ! "
Niken : " iiya vig , gw baru tau ada tangan bisa keluar asap kayak gitu "
Kini penglihatan kami semakin terhalang oleh kepulan asap yang keluar semakin banyak dari telapak tangan Steve " hhhiiiaaa !!!!..... hiiaaa!!!..... hhiaa !!!!..... " sementara jeritan itu terdengar semakin menjadi jadi seiring gerakan kuntilanak merah itu yang semakin meronta ronta berusaha melepaskan kakinya yang melekat di lantai.
Niken : " duh makin banyak asapnya , gw gak bisa lihat nih "
Zul : " kita balik ke balkon tengah aja nik , gimana ?! "
Niken : " balik ke balkon tengah zul ?!... vig lu bisa jalan ngga ?! "
Me : " ngga kuat lagi gw nik , udah di sini aja ! "
Pendik : " kita di sini aja , kan bang renggo yang nyuruh kita nik , ntar malah ganggu lagi "
Niken : " ya udah kalo gitu ndik "
Kepulan asap tampak kian pekat sementara Steve masih tetap berdiri seperti tadi , ia masih menghadapkan kedua telapak tangannya yang berasap ke arah kuntilanak merah yang terus menjerit jerit itu " hhiia !!!.... hhiia !!!.... hhiiaaa !!!..... " jeritan itu terdengar kian nyaring dan membuat kami semakin bergidik mendengarnya , apa yang terjadi selanjutnya membuat kami tercengang seketika , di tengah kepulan asap tampak kobaran api yang melahap kain merah yang dikenakan kuntilanak itu , semakin lama kobaran api itu semakin membesar dan semakin menjadi jadi pula jeritan yang terdengar " hhiiiaaa !!!..... hhiiiaaa !!!..... hiiiiaaa!!!!.... "
Niken : " ya allah vig ?!?!... iitu kunti merahnya kebakar ! "
Zul : " ggila banget nik ?!? "
Pendik : " wancik ?!?... kok bisa kebakar ya zul ?! "
Me : " hebaat !!... hebat tu anak nik ! "
Kini kobaran api tampak semakin membesar dan melahap sekujur tubuh kuntilanak merah itu , namun tak kami sangka Bang Renggo yang sedari tadi berjongkok dan meletakkan telapak tangannya di lantai tiba tiba saja ambruk tertelungkup , di saat bersamaan kuntilanak merah yang terbakar itu berhasil melepaskan kakinya yang melekat di lantai lalu dalam sekejap terbang meninggalkan gedung GKB 1 ini.
Niken : " loh ?!?!... bbang renggo kenapa vig ?!? "
Zul : " kkuntinya terbang kemana tadi ?!?.. "
Sesaat kami bingung sendiri dengan situasi ini , sebelum akhirnya Steve meneriaki kami dan tangan kanannya menunjuk nunjuk ke arah lapangan helipad.
Niken : " ayo pada berdiri guys !!... iitu kuntinya cepetan liat !! "
Zul : " tterbang kemana nik ?! "
Me : " ayo bantuin gw berdiri ! "
Pendik : " oh iyo vig ! "
Kami berempat yang sedari tadi duduk di lantai kini mulai berdiri dan memandang ke arah lapangan helipad , sosok kuntilanak merah yang terbakar hebat itu tampak tengah terbang terhuyung huyung beberapa meter di atas lapangan helipad.
Niken : " udah kebakar tapi masih bisa terbang ndik "
Pendik : " nggumun aku nik "
Me : " podo ndik "
Kami hanya bisa terpana takjub menyaksikan kejadian ini , saking takjubnya sungguh sulit untuk mengungkapkan dengan kata kata.... aku pernah melihat balon kresek yang terbakar di udara tapi yang satu ini ?!?... tak pernah terbayangkan jika aku bakalan melihat kuntilanak terbang dengan kondisi terbakar hebat.
Niken : " loh ?!?.... kok makin rendah terbangnya ?! "
Zul : " kayaknya mau jatuh tuh nik "
Kuntilanak merah yang terbakar itu masih terbang terhuyung huyung dan baru saja melewati lapangan helipad , namun semakin lama terbangnya semakin tak beraturan dan juga semakin rendah mendekati permukaan tanah , hingga akhirnya ia jatuh menukik tepat di area lapangan basket yang berada di seberang sungai Brantas.
Zul : " jatuh di lapangan basket nik kuntinya ! "
Niken : " udah mati ya zul kayaknya ?! "
Pendik : " vig ?!?... mati vig kuntine "
Me : " iiyo ndik , paling wes mati "
Dari balkon sebelah timur ini kami tak dapat melihat apa yang terjadi di lapangan basket sana , selain jarak yang cukup jauh pandangan kami juga terhalang oleh pepohonan rimbun yang memenuhi sisi selatan lapangan helipad.
Niken : " beneran udah mati ya zul ?! "
Zul : " apinya aja segede itu gimana ngga mati nik "
Dalam hati aku merasa aneh sendiri dan masih kesulitan mencerna kejadian ini dengan nalar , sukar dipercaya bahwa sosok kuntilanak merah yang selama ini menjadi desas desus dan terus membuat penasaran itu kini benar benar telah binasa.
Pendik : " wes vig , akhire koyok ngene iki "
(dah vig , akhirnya kayak gini)
Me : " seng wis yo wis ndik "
(yang udah ya udah ndik)
Selama beberapa menit kami masih terdiam di balkon sebelah timur ini dengan tatapan mata yang berkaca kaca , apa yang kami alami malam ini sungguh terasa bagaikan mimpi yang menggerus batas batas kenyataan dan kurasa tak ada satupun dari kami yang bisa melupakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar