PONOROGO PRAKOSO - Buaya Putih di Sungai Slahung

 ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013



Sore ini mendung tampak menggantung di langit kota Pacitan dan membuat kami ragu untuk pulang ke Ponorogo , kami khawatir kalau hujan lebat akan segera turun sementara kami hanya mengendarai sepeda motor dan tak membawa jas hujan.

Me : " piye penake run ? "

(gimana enaknya run ?)

Harun : " ngko nek udan ngiyup disek ae "

(ntar kalo hujan berteduh dulu aja)

Handoko : " yo wes ayo budal saiki , selak petheng ngko run "

(ya udah ayo berangkat sekarang , keburu gelap ntar run)

Dari kawasan pantai Teleng Ria kami bergegas memacu motor melintasi jalan raya ke arah Ponorogo , dengan kecepatan tinggi kami terus melaju dan berharap hujan tidak turun sore ini.

Me : " jam piro iki run ? "

(jam berapa sekarang run ?)

Harun : " jam limo vig "

Perjalanan Ponorogo - Pacitan biasanya hanya memakan waktu sekitar 2 jam saja sehingga kuperkirakan kami akan tiba pada jam 7 malam nanti , namun ternyata keadaan tak sesuai harapan kami , ketika tengah melintas di daerah Gemaharjo tiba tiba saja turun hujan deras sehingga kami terpaksa numpang berteduh di sebuah warung.

Me : " dueres udane run "

(deres hujannya run)

Harun : " wes dienteni ae vig "

(dah ditunggu aja vig)

Gendu : " penake dienteni karo ngopi ae bro "

(enaknya ditunggu sambil ngopi aja)

Handoko : " ndang peseno ndu ! "

(cepet pesen ndu !)

Sambil menunggu hujan reda kamipun memesan kopi di warung ini " aahh !!.. " langsung terasa kehangatan yang seketika mengusir hawa dingin yang menyergap sejak tadi.

Harun : " eh enek skak vig , ayo disambi dolanan ae "

(eh ada catur , ayo disambi maen aja)

Me : " ndang jupuken ! "

(cepet ambilin !)

Di salah satu meja tergeletak sebuah papan catur yang kemudian kami pakai bermain secara bergantian , menit demi menit terus berlalu namun hujan deras tak kunjung reda juga hingga kami menyudahi permainan catur.

Gendu : " kok suwi men udane ya ? "

(kok lama banget hujannya ya ?)

Handoko : " jam piro ndu saiki ? "

(jam berapa ndu sekarang ?)

Gendu : " jam wolu kurang ko "

Sudah terlalu lama kami berada di warung ini dan seharusnya saat ini kami sudah tiba di rumah , entah kenapa hujan deras pada malam ini tak kunjung reda dan malah semakin deras saja , seakan akan langit menumpahkan air bah tanpa henti.

Akhirnya hujan deras telah reda pada jam setengah 9 malam dan hanya menyisakan rintik rintik kecil saja , tanpa berlama lama kami segera beranjak meninggalkan warung dan bersiap melanjutkan perjalanan lagi.

Harun : " uadem vig howone "

(dingin vig hawanya)

Me : " kene kowe tak bonceng ae run "

(sini kamu tak bonceng aja run)

Daerah Gemaharjo ini merupakan daerah pegunungan yang berhawa dingin dan selepas hujan rasanya malah semakin dingin lagi , walaupun kami mengenakan jaket namun tetap saja badan terasa menggigil saat kami memacu motor di jalanan yang berkelok kelok , apalagi perjalanan yang harus kami tempuh masih berkilo kilo meter lagi jaraknya.

Gendu : " ngene iki penake turu neng kasur ambek kemulan anget "

(gini ini enaknya tidur di kasur sambil selimutan anget)

Harun : " luwih anget nek kemule urip ndu "

(lebih anget kalo selimutnya hidup ndu)

Gendu : " ho.. ho.. mantep kuwi run "

Handoko : " wes ojo nyocot ae ndu ! "

(dah jangan ngebacot aja ndu !)

Tak sampai setengah jam kemudian kami telah tiba di daerah Slahung yang merupakan perbatasan Ponorogo - Pacitan , namun ada yang aneh di sepanjang jalan yang kami lalui ini , tampak puluhan truk dan mobil yang tengah terparkir di tepi jalan hingga menimbulkan sedikit kemacetan.

Harun : " enek opo iki vig ? "

(ada apa ini vig ?)

Me : " acarane warga psht paling run "

Harun : " tapi kok akeh men truk e ? "

(tapi kok banyak banget truknya ?)

Kami tak tahu ada acara apa di desa ini dan kami terus melaju melewati puluhan truk yang terparkir di tepi jalan , hingga akhirnya di depan kami tampak kerumunan orang berjumlah banyak serta beberapa mobil polisi yang menyala lampu sirenenya.

Handoko : " enek cegatan po piye iki ? "

(ada cegatan pa gimana ini ?)

Me : " ora kethoke ko "

(ngga kayaknya ko)

Gendu : " opo enek tabrakan yo kuwi ? "

(apa ada tabrakan ya itu ?)

Me : " ayo didelok ae ! "

(ayo dilihat aja !)

Motor kami terus melaju hingga akhirnya berhenti tak jauh dari kerumuman orang itu , segera saja kami berjalan ke sana untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Handoko : " wonten nopo pak niki ? "

(ada apa pak ini ?)

Pak Polisi : " jembatane lagek ambruk mas , iki kabeh kendaraan gak iso liwat "

(jembatannya baru aja ambruk mas , ini semua kendaraan gak bisa lewat)

Handoko : " jembatane ambruk pak ?? "

Pak Polisi : " sek lagek jam wolu mau mas , goro goro udane dueres gak mandek mandek "

(masih baru jam delapan tadi mas , gara gara hujannya dueres gak berhenti)

Handoko : " waduh pak mboten saget liwat niki ? "

(waduh pak ngga bisa lewat ini ?)

Pak Polisi : " ora iso mas "

Seketika kami tercengang dengan apa yang dikatakan pak polisi ini , ternyata jembatan satu satunya di daerah ini baru saja ambruk saat hujan deras tadi dan kini semua kendaraan tak bisa lewat... kami langsung merasa kelimpungan karena jembatan itu adalah satu satunya jalur penghubung Ponorogo - Pacitan dan itu artinya malam ini kami tak bisa pulang.

Kini kami berdesak desakan di antara kerumunan orang untuk melihat kondisi jembatan yang telah ambruk itu , ternyata pondasi di salah satu sisinya roboh tergerus arus sungai yang deras dan menyebabkan badan jembatan ini ambruk menghempas dasar sungai yang ketinggiannya mencapai puluhan meter.

Harun : " iso ngasi ambruk koyok ngene vig "

(bisa sampe ambruk kayak gini vig)

Me : " padahal jembatan gedi lho iki "

Gendu : " enek seng kejegur gak ki ? "

(ada yang kecebur gak nih ?)

Handoko : " ra kethok ndu , peteng "

(gak kelihatan ndu , gelap)

Saat kami melihat dasar sungai kondisinya tampak cukup gelap sehingga kami tak tahu apakah ada kendaraan yang tercebur di sana , sementara di seberang sungai tampak beberapa bus Aneka Jaya jurusan Pacitan yang tertahan tak bisa melanjutkan perjalanan.

Me : " wonten korbane nopo mboten pak niki ? "

(ada korbannya apa ngga pak ini ?)

Bapak A : sujokno ora enek mas , dalane pas sepi "

(untungnya gak ada mas , jalannya pas sepi)

Handoko : " niki mau pripun kejadiane pak ? "

(ini tadi gimana kejadiannya pak ?)

Bapak A : " ndek mau kan udan deres ngasi kaline banjir tho mas trus pondasi jembatane ambrol , suorone buanter mas ngageti wong wong trus podo ndelok rene kabeh "

(tadi kan hujan deres sampe sungainya banjir tho mas trus pondasi jembatannya ambrol , suaranya buanter mas ngagetin orang orang trus pada lihat ke sini semua)

Bapak B : " soale jembatan iki wes wayahe njaluk didandani mas , lha piye lho mas wong kene wes laporan neng pemkab gak tau ditanggepi blas , akhire yo ambruk koyok ngene iki "

(soalnya jembatan ini udah waktunya minta diperbaiki mas , lha gimana lho mas orang sini udah laporan ke pemkab gak pernah ditanggepi sama sekali , akhirnya ya ambruk kayak gini ini)

Bapak A : " selak kesuwen malah koyok ngene akhire mas "

(keburu terlambat malah kayak gini akhirnya mas)

Bapak B : " iki mboh piye wes ra iso liwat kabeh kendaraane "

(ini entah gimana gak bisa lewat semua kendaraannya)

Untung saja kejadian ini tak merenggut korban jiwa sama sekali , memang sungguh ironis jika dinas terkait tak serius menanggapi keluhan warga terhadap kondisi jembatan yang telah uzur ini... kini semuanya telah terlambat dan lagi lagi rakyat yang dirugikan.

Terpaksa kami menginap di musholla yang tak jauh dari jembatan ambruk tadi , kami sendiri tak tahu besok pagi harus pulang lewat mana , jalur lainnya adalah kembali ke daerah Gemaharjo dan kemudian melewati daerah Ngrayun yang bergunung gunung , tapi kami merasa gamang lewat sana karena jaraknya sangat jauh sekali.

Gendu : " nasib gak iso muleh "

(nasib gak bisa pulang)

Harun : " ngerti ngene muleh pas awan ae yo ndu "

(tau gini pulang pas siang aja ya ndu)

Handoko : " wes kesel aku run , ayo turu ae ! "

(udah capek aku run , ayo tidur aja !)

Saking capeknya kamipun tidur bergelimpangan di beranda musholla ini , dengan beralas tikar kami tidur meringkuk menahan dinginnya hawa udara malam yang membuat kami menggigil.

Saat shubuh kami terbangun dan kemudian ikutan sholat bersama warga desa , menurut keterangan beberapa warga masih ada jalur alternatif untuk menyeberangi sungai yang letaknya tak terlalu jauh dari sini , lekas saja kami blusukan mencari cari jalur itu hingga akhirnya kami tiba di tepi sungai dan mendapati sejumlah pemuda yang sibuk mengatur lalu lalang motor yang hendak menyeberang.

Me : " bener iki jalure ko "

(bener ini jalurnya ko)

Handoko : " iyo vig , wes ayo mlaku ! "

(iya vig , dah ayo jalan !)

Tadinya kami pikir jalur alternatif ini adalah sebuah jembatan kecil tapi ternyata tidak , kami harus menuruni jalan sempit berlumpur yang begitu licin hingga akhirnya kami tiba di bagian sungai yang agak dangkal , di sini mau tak mau kami harus menceburkan motor melewati sungai yang arusnya cukup deras.

Handoko : " wani njegur opo gak ?! "

(berani nyebur apa gak ?!)

Harun : " aku wedi nek kenther ko "

(aku takut kalo hanyut ko)

Handoko : " tapi motor liyane gak po po njegur "

(tapi motor lainnya gak pa pa nyebur)

Kami sempat ragu menceburkan motor ke sungai karena takut terbawa arus yang cukup deras , apalagi saat ini masih jam 5 pagi dan kondisinya masih cukup gelap sehingga kami agak kesulitan melihat medannya.... keberanian kami baru timbul saat melihat kenekatan pengendara motor yang lain , walaupun terlihat susah payah namun tak ada satupun dari mereka yang celaka.

Me : " wes ayo nyebrang saiki ae , selak kesuwen "

(dah ayo nyebrang sekarang aja , daripada kelamaan)

Gendu : " ati ati vig lunyu "

(ati ati vig licin)

Akhirnya kami nekat menceburkan motor ke dasar sungai yang cukup dangkal ini " weeerr !!!.... weerr !!!.... " dengan susah payah kami melaju dan bertahan dari derasnya arus , namun tak lama kemudian roda motor si Harun terjebak di lumpur dan tak bisa melaju lagi.

Harun : " ancook !!.. trus piye iki ?! "

(ancookk !!... trus gimana ini ?!)

Handoko : " kene tak surunge ae run "

(sini aku dorong aja run)

Handoko baru saja turun dari boncengan dan kini ia mendorong motornya Harun sekuat tenaga , tapi upayanya gagal karena roda motor terjebak terlalu dalam di lumpur.

Me : " ewangono ndu !! "

(bantuin ndu !!)

Gendu : " aaku ra wani vig , wedi nek kenter aku "

(aaku gak berani vig , takut kalo hanyut aku)

Aku ingin menolong mereka berdua tapi masalahnya motorku sendiri juga kesulitan melaju , kuputuskan untuk secepat mungkin menyeberang lalu akan kutolong mereka setelah kuparkir motorku di tepi sungai.

Akhirnya aku berhasil menyeberang sementara Harun dan Handoko masih terjebak di tengah sungai , buru buru kuparkir motorku lalu aku bersiap siap menolong mereka.

Me : " entenono kene disek yo ndu "

(tungguin sini dulu yo ndu)

Gendu : " iyo ati ati kowe vig "

Kuceburkan diriku di sungai dangkal sebatas betis ini lalu dengan susah payah aku berjalan , berkali kali aku terpeleset akibat derasnya arus yang menerpa kakiku.

Handoko : " ayo vig cepet !! "

Me : " enteni ko !! "

(tungguin ko !!)

Akhirnya aku tiba di tengah tengah sungai dan bersiap mendorong motornya Harun " weer !!!.... weer !!.... werr !!... " dengan kencang tuas gas ditarik Harun sementara aku dan Handoko bersusah payah mendorongnya " weer !!!.... weer !!.... " akhirnya upaya kami membuahkan hasil juga , motor si Harun bisa melaju lagi menyeberangi sungai ini.

Harun : " aku disek , kowe mlaku ae !! "

(aku duluan , kamu jalan aja !!)

Handoko : " yo ndang kono !! "

(ya cepet sana !!)

Sesaat kami menarik nafas lega dan bersiap untuk berjalan ke tepi sungai , dengan hati hati kami terus melangkahkan kaki agar tak terperosok lumpur , namun hal yang mengagetkan tiba tiba terjadi " bboyyoo !!!..... kuwi enek boyo putih !!... enek boyo putih !!.. seorang pengendara motor yang tengah menyeberangi sungai mendadak berteriak histeris dan mengaku melihat seekor buaya putih , seketika aku dan Handoko saling pandang kebingungan sendiri.

Handoko : " jare enek boyo putih vig ?! "

(katanya ada buaya putih vig ?!)

Me : " mosok ko ?! "

Handoko : " aayo cepet nyebrange nek ngono !! "

(aayo cepet nyeberangnya kalo gitu !!)

Dengan terburu kami melangkahkan kaki di antara derasnya arus sementara mataku melihat ke arah pengendara motor itu " enek bboyo putih !!... kuwi boyone !!... kuwi boyone !!... " sambil berteriak histeris tangan orang itu menunjuk ke bagian sungai yang agak jauh dan terlihat cukup dalam , seketika aku dan Handoko menatap ke arah sana dan terlihatlah punggung buaya yang tengah berenang dengan lambat , anehnya lagi buaya itu berkulit putih.

Handoko : " kkuwi vig boyo putihe !! "

(iitu vig buaya putihnya !!)

Me : " bboyo siluman kuwi ko "

Begitu tiba di tepi sungai kami terpana memandangi buaya putih yang tengah berenang renang itu " wwoee booyo puttih !!... kuwi enek boyo putih !!!.. " teriakan histeris serempak terdengar dari para pengendara motor yang mengurungkan niatnya menyeberangi sungai ini , sementara buaya putih itu masih berenang renang dengan lambat seolah sedang mengincar mangsa.

Harun : " lagek iki aku ngerti boyo putih ko "

(baru sekarang aku tau buaya putih ko)

Gendu : " kok iso ngetok ya run ? "

(kok bisa muncul ya run ?)

Handoko : " sujokno slamet awake dhewe pas nyebrang mau "

(untungnya slamet kita pas nyeberang tadi)

Harun : " nek metu neng kene mboh piye nasib e awake dhewe ya ko "

(kalo muncul di sini entah gimana nasib kita ya ko)

Perlahan buaya putih itu menghilang di balik permukaan air dan tak lagi menampakkan diri , sementara para pengendara motor mulai bernyali untuk menyeberangi sungai ini... untung saja buaya siluman itu tidak muncul di sini sewaktu motor si Harun terjebak lumpur tadi , yang jelas kejadian ini membuat kami tersadar bahwa sungai di daerah Slahung ini ternyata angker dan berbahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar