ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013
Kucampur sebotol arak Jowo dengan minuman Kratingdaeng dan kemudian kukocok kocok biar cepat bercampur , sementara Pak Harsono tengah sibuk memutar lagu lagu dangdut di portable playernya untuk mengiringi acara mabuk mabukan malam ini.
Me : " kirun kok suwe men pak tekone ? "
(kirun kok lama banget pak datengnya ?)
Pak Har : " lha mboh paling bocahe menggok kedung banteng golek genggek "
(entahlah paling tu anak mampir kedung banteng cari pecun)
Me : " telponen sek pak , ngko lali nggowo trambune "
(telponen dulu pak , ntar lupa bawa camilannya)
Pak Har : " iyo sek nyileh hapemu , pulsaku entek iki "
(iya bentar pinjem hapemu , pulsaku habis ini)
Kusuruh Pak Har menelpon si Harun yang sejak tadi belum datang juga , ia berjanji akan membawa daging biawak sebagai trambu atau hidangan buat acara mabuk ini , aku khawatir kalau ia lupa karena anak itu pikirannya agak pikun walaupun usianya masih muda.
Pak Har : " montore bocor ban , bocahe sek nembelne neng cedake artomoro "
(montornya bocor ban , anaknya masih nembelin di dekat artomoro)
Me : " trambune wes digowo tho pak ? "
(camilannya udah dibawa tha pak ?)
Pak Har : " wes , ora lali kok bocahe "
(udah , ngga lupa kok anaknya)
Waktu telah menunjukkan jam 10 malam lewat ketika si Harun tiba di sini , mukanya tampak kusut seperti orang belum mandi sementara tangan kanannya menenteng tas kresek berisi daging biawak yang telah digoreng , segera saja ia ikutan duduk lalu menaruh makanan itu di atas piring yang telah kupersiapkan.
Me : " kok suwe men kowe tekone ? "
(kok lama banget kamu datangnya ?)
Harun : " ban motorku ndadak bocor pas liwat tambakbayan vig , tak tuntun ngasi teko artomoro lagek enek tukang tambal ban "
(ban motorku mendadak bocor pas lewat tambakbayan vig , aku tuntun sampe artomoro baru ada tukang tambal ban)
Pak Har : " sujokno sek bukak tembel bane run "
(untungnya masih bukak tambal bannya run)
Harun : " iyo wes slamet pak "
Tanpa berlama lama kami langsung memulai acara mabuk mabukan ini , kureguk sloki arak Jowo beberapa kali sambil kudengarkan alunan lagunya Evie Tamala dari portable player , tak lupa kucomot sepotong daging biawak lalu kukunyah pelan pelan , konon daging ini berkhasiat untuk meningkatkan vitalitas dan juga kejantanan lelaki.
Harun : " golek genggek opo gak iki ? "
(cari pecun apa gak ini ?)
Pak Har : " aku iki wes tuwek run , anakku wes gedi gedi , mosok yo sek ngono kuwi "
(aku ini udah tua run , anakku udah gede gede , masak masih gituan)
Harun : " piye vig ?!.. golek genggek po ra ? "
(gimana vig ?!.. cari pecun apa ngga ?)
Me : " genggek seng koyok piye ? "
(pecun yang kayak gimana ?)
Harun : " bocah warung kopi dalan anyar murah murah vig "
(anak warung kopi jalan baru murah murah vig)
Me : " aku ki nek seng ngono kuwi gak doyan , uduk levelku bro "
(aku ini kalo yang kayak gitu gak doyan , bukan levelku bro)
Harun : " yo ra po po tho vig "
Me : " wes gak sah ritek , ra doyan aku "
Harun : " lha trus ? "
Me : " yo wes ngombe ambek ngrungokno musik ae "
(ya udah minum sambil dengerin musik aja)
Pak Har : " run kirun kowe goleko dhewe ae kapan kapan , saiki ngombe thok ae "
(run kirun kamu cari aja sendiri kapan kapan , sekarang minum doang aja)
Harun : " yo wes pak "
Aku sama sekali tak tertarik dengan ajakan si Harun , dipikirnya aku doyan dengan perek perek murahan yang biasanya mangkal di warung kopi , lebih baik mabuk mabukan sambil dengerin lagu dangdut saja.
Arak Jowo yang kami minum telah habis tak tersisa , Pak Har yang telah teler langsung terkapar di atas amben bambu sementara Harun masih menghisap rokoknya sambil bermain ponsel.
Harun : " kowe gelem tak jak vig ? "
(kamu mau aku ajak vig ?)
Me : " neng endi ? "
(kemana ?)
Harun : " uji nyali neng kuburan kauman "
Me : " awake dhewe bar mendem ngene mosok budal uji nyali ? "
(kita abis mabok gini masak berangkat uji nyali ?)
Harun : " ra po po , ngejak gendu pisan ben soyo rame "
(gak apa apa , ngajak gendu sekalian biar makin rame)
Me : " ngko nek kesurupan piye ? "
(ntar kalo kesurupan gimana ?)
Harun : " kowe lak iso ngetokne "
(kamu kan bisa ngeluarin)
Me : " lha nek aku seng kesurupan piye ?!... sopo seng ngetokne demite ? "
(lha kalo aku yang kesurupan gimana ?!... siapa yang ngeluarin demitnya ?)
Ajakan Harun untuk beruji nyali di kuburan daerah Kauman terasa mustahil untuk dilakukan , dengan kondisi agak teler begini kami sangat beresiko mengalami kesurupan karena reticular system otak agak blong , makhluk gaib bisa dengan mudah masuk dan mengambil alih tubuh fisik.
Me : " sesuk ae piye ? "
(besok aja gimana ?)
Harun : " sesuk ? "
(besok ?)
Me : " tiwas awake dhewe kesurupan , nek sesuk pak har iso melok pisan "
(daripada kita kesurupan , kalo besok pak har juga bisa ikut sekalian)
Harun : " yo wes vig "
Niat beruji nyali di kuburan itu kami tunda sampai besok malam dan aku akan mengajak temanku yang bernama Gendu untuk ikut serta , lagipula sudah sejak lama kami penasaran mengenai keangkeran komplek kuburan di daerah Kauman itu , konon banyak pengendara motor yang kerap mengalami kecelakaan saat melintas di sana gara gara melihat penampakan pocong atau kuntilanak , entah benar atau tidak besok malam kami akan coba untuk membuktikannya.
Di depan bioskop Apollo kami berkumpul sambil menikmati suasana alun alun saat malam hari , sehari hari Gendu memang berjualan es jus buah di sini dengan menggunakan gerobaknya , jika kami menemaninya nongkrong ia akan membuatkan kami jus gratis.
Gendu : " opo ki buahe ? "
Me : " nanas ae bro "
Harun : " podo "
Pak Har : " aku tak sirsak ae ndu , pengen seng kecut kecut "
Dengan cekatan si Gendu mengupas dan memblender buah buahan yang akan dibikin jus , tak sampai 5 menit jus buah itu telah tersaji di hadapan kami.
Gendu : " nyoh ombenen bro ! "
(nih minum bro !)
Me : " oyi seger iki ndu "
Sambil minum jus kami berbincang mengenai rencana uji nyali yang akan kami lakukan di kuburan daerah Kauman nanti , menurut Gendu tempat itu juga jadi jujukan bagi mereka yang ingin cepat kaya , konon ada sesosok makhluk gaib berwujud kakek kakek yang biasanya kerap dimintai pesugihan.
Pak Har : " ngertimu soko ngendi ? "
(kamu tau darimana ?)
Gendu : " jarene koncoku enek uwong seng nate golek pesugihan neng kono pak "
(katanya temenku ada orang yang pernah cari pesugihan di situ pak)
Pak Har : " tenane ndu ? "
(beneran ndu ?)
Gendu : " yo mboh pak , nek iso aku yo arep njaluk pesugihan ambek demite pisan , wes kesel aku urip rekoso koyok ngene iki "
(ya entah pak , kalo bisa aku juga mau minta pesugihan sama demitnya juga , udah capek aku hidup sengsara kayak gini ini)
Me : " opo wani kowe pethuk demite ? "
(apa berani kamu ketemu demitnya ?)
Pak Har : " mendah kowe wani pethuk demite ndu , dadi bocah kok neko neko kowe ki "
(yang bener kamu berani ketemu demitnya ndu , jadi anak kok neko neko kamu ini)
Harun : " ha.. ha.. njendoh kowe ki ndu , pengen sugih yo nyambut gawe seng bener "
(ha.. ha.. bego kamu ini ndu , pengen kaya ya kerja yang bener)
Gendu : " halah aku lho dodolan jus wes meh rong taun yo sek panggah ngene ae nasibku "
(halah aku lho jualan jus udah hampir dua tahun ya masih begini aja nasibku)
Mengejar kekayaan secara instan adalah motivasi yang cukup kuat untuk menebalkan nyali seseorang , si Gendu yang sebenarnya penakut ini bersedia ikut serta dengan harapan bisa mendapat pesugihan dari dedemit penghuni kuburan itu , sesuai kesepakatan kami akan berangkat pada jam setengah 11 nanti selepas si Gendu kelar berjualan.
Lokasi uji nyali yang akan kami tuju tidaklah terlalu jauh jaraknya , dari alun alun kami menuju ke arah barat melewati jl Imam Bonjol , tak sampai 5 menit kami telah tiba di jalanan yang sepi dan gelap dimana sekelilingnya adalah areal persawahan dan juga tegalan.
Harun : " suepi gek peteng ndedet pisan ndu "
(suepi trus gelap gulita juga ndu)
Gendu : " aku ki rodok wedi sakjane run "
(aku nih agak takut sebenernya run)
Beberapa meter di hadapan kami telah tampak tembok pagar dari kuburan yang kami tuju , segera saja kami memacu motor lebih cepat lagi dan kemudian berhenti tepat di depan gapura.
Pak Har : " parkir kene motore ? "
(parkir sini motornya ?)
Me : " iyo pak "
Harun : " aman gak enek maling seng wani njupuk kok pak "
(aman gak ada maling yang berani ngambil kok pak)
Kami memarkir motor tepat di depan gapura dan sejenak kami terdiam mengamati keadaan sekitar , komplek kuburan ini lumayan luas dan dipenuhi pepohonan kamboja lebat , tak ada penerangan apapun selain lampu neon yang terpasang di gapura ini.
Me : " piye mlebu saiki ? "
(gimana masuk sekarang ?)
Harun : " sek tak ngetokne senter "
(bentar tak keluarin senternya)
Sebelum masuk si Harun mengeluarkan 2 buah senter dari dalam tas slempangnya , tak lupa ia juga menyalakan sebatang hio sebagai sarana pemanggil makhluk gaib.
Harun : " cekelen pak hione ! "
(pegangin pak hionya !)
Pak Har : " woh ambune nyegrak run "
(woh baunya menyengat run)
Me : " ayo mlebu ! "
(ayo masuk !)
Dengan langkah gamang kami berjalan masuk lalu celingukan mengamati keadaan , tak lama kemudian kami duduk bersila di dekat sebuah kijing yang berpagar besi.
Gendu : " medeni tibake vig "
(serem ternyata vig)
Me : " nyapo wedi ndu ?!... jarene arep golek pesugihan kowe "
(ngapain takut ndu ?!... katanya mau cari pesugihan kamu)
Pak Har : " kowe ki seng kendel dadi uwong ndu "
(kamu ini yang pemberani jadi orang ndu)
Sebatang hio yang dibawa Pak Har telah tertancap di tanah sementara si Harun menyalakan 3 batang lagi yang membuat baunya kian menyengat.
Pak Har : " ambune gak nguati run "
(baunya gak nahan run)
Harun : " tak sumet seng akeh pisan , ben cepet metu demite pak "
(aku nyalain yang banyak sekalian , biar cepet keluar hantunya pak)
Sambil duduk bersila aku dan Harun mengarahkan sorotan senter ke segala arah , tak ada apapun yang terlihat selain ratusan nisan dan kijing yang berserakan di sekeliling kami.
Gendu : " adem vig , nyumet rokok ae "
(dingin vig , nyalain rokok aja)
Pak Har : " ayo disambi rokokan ae penake "
Satu persatu dari kami mulai menyalakan rokok kretek untuk mengusir hawa dingin yang menghinggapi , beberapa menit kemudian kami memutuskan untuk berjalan jalan mengelilingi komplek kuburan ini , saat kami berjalan kami mendapati benda benda macam kendi , dupa dan kertas rekapan togel yang berserakan di sekitar nisan.
Pak Har : " wah iki bekase wong nggrandong golek togel "
(wah ini bekasnya orang nggrandong cari togel)
Gendu : " berarti sekitar kene iki demite nek metu pak "
(berarti sekitar sini ini demitnya kalo keluar pak)
Me : " yo wes lungguh kene disek ae "
(ya udah duduk sini dulu aja)
Kini kami duduk di dekat pohon kamboja dan mengarahkan sorotan senter kesana kemari , namun tetap saja tak ada apa apa selain kawanan kelelawar yang beterbangan di antara pepohonan kamboja.
Sewaktu kuliah di Malang aku sudah biasa beruji nyali di kuburan jadi aku tak merasa merinding sama sekali berada di sini , tapi Gendu mulai terlihat gemetaran saat malam beranjak semakin larut , bulir bulir keringat mulai bercucuran membasahi mukanya yang tampak gelisah.
Gendu : " jam piro saiki ? "
(jam berapa sekarang ?)
Me : " setengah siji "
(setengah satu)
Gendu : " piye nek muleh saiki ae ? "
(gimana kalo pulang sekarang aja ?)
Me : " seng kok wedeni ki opo ?!... ora enek opo opo ngono lho "
(yang kamu takutin itu apa ?!... gak ada apa apa gitu lho)
Pak Har : " dadi uwong ki kudu tansah eleng nek derajate manungso kuwi sak nduwure demit "
(jadi orang tuh harus selalu ingat kalo derajatnya manusia itu di atasnya demit)
Gendu : " omong thok penak pak "
(omong doang enak pak)
Kusuruh Gendu untuk menepis rasa takut yang dirasakannya , kami telah sepakat bahwa uji nyali ini akan kami lakukan hingga jam 3 dini hari nanti , lagipula rasanya nanggung kalau harus pulang sekarang.
Pak Har : " ayo mlaku eneh ! "
(ayo jalan lagi !)
Me : " ayo pak ! "
Kini kami berjalan lagi mengelilingi komplek kuburan ini , namun baru beberapa langkah kami berjalan mendadak terdengar suara besi dibanting " brakk !!.. brak !!... " seketika kami tersentak kaget dan saling pandang keheranan , sementara suara itu masih terdengar lirih di kejauhan " brakk !!... brakk !!... "
Gendu : " waduh suoro opo iku pak ?! "
Pak Har : " ssttt !!... menengo sek ! "
(ssttt !!... diem dulu !)
Harun : " piye vig ?! "
Me : " ?!?! "
Aku dan Pak Har terus mengarahkan sorotan senter ke arah gapura yang jaraknya cukup jauh dari posisi kami berada " brakk !!.. brakk !!... " kami yakin suara itu berasal dari sana.
Pak Har : " kuwi suoro opo kiro kiro vig ?! "
(itu suara apa kira kira vig ?!)
Me : " diparani wani gak pak ?! "
(disamperin berani gak pak ?!)
Pak Har : " ayo aku wani ae "
(ayo aku berani aja)
Dengan menguatkan nyali aku dan Pak Har berjalan kembali ke gapura , sementara Gendu dan Harun menguntit di belakang.
Gendu : " mugo mugo kuwi uduk demit "
(moga moga itu bukan demit)
Me : " ssttt !!.. "
Ketika jarak kami semakin dekat suara itu terdengar kian nyaring dan kian menciutkan nyali kami " brakk !!... brakk !!.. " dengan segenap keberanian kami terus melangkah hingga akhirnya sorotan senter kami mendapati apa yang menyebabkan suara berisik itu " brakk !!... brakk !!... " dari jarak 10 meteran kami dapat melihat sebuah keranda mayat yang terbuat dari besi terus terlempar kesana kemari , keranda itu menabraki nisan dan kijing sekitar gapura hingga menimbulkan suara benturan yang kami dengar sejak tadi " brakk !!... brakk !!... brakk !!.. " seketika kami terdiam dan terpana mengamati pergerakan benda itu.
Gendu : " asem !!... kkuwi ?!... kkuwi pandosane kok iso obah dhewe vig ?! "
(asem !!... iitu ?!... iitu kerandanya kok bisa gerak sendiri vig ?!)
Harun : " wwaduh piye iki vig ?! "
Me : " ?!?! "
Pak Har : " sek ojo podo wedi disek ! "
(bentar jangan pada takut dulu !)
Muka Harun dan Gendu tampak basah oleh keringat sementara aku dan Pak Har mencoba untuk tetap tenang dengan keadaan ini " brakk !!... brakk !!.... " keranda besi itu masih terus terlempar kesana kemari dan tak kunjung berhenti , hingga akhirnya mulut Pak Har mulai komat kamit membaca ayat Kursi " allaahu laa ilaaha illaa huwa alhayyu alqayyuumu laa takhudzuhu sinatun walaa nawmun lahu maa fii alsamaawaati wamaa fii al ardhi " beberapa menit kemudian keranda itu benar benar berhenti bergerak dan teronggok begitu saja di sebelah kijing.
Pak Har : " wes ra po po , wes ra obah eneh pandosane "
(udah gak pa pa , dah ngga gerak lagi kerandanya)
Gendu : " aayo wes pak muleh saiki !! "
(aayo deh pak pulang sekarang !!)
Harun : " iyo wes cukup semene ae nek ngono "
(ya udah cukup segini aja kalo gitu)
Me : " oke ayo muleh pak ! "
(oke ayo pulang sekarang pak !)
Kurasa sudah cukup sampai di sini saja uji nyali di kuburan ini , walaupun tak mendapati penampakan apapun tapi kejadian tadi sudah cukup menyeramkan bagi Gendu yang sekujur badannya telah basah oleh keringat , dengan tergesa kami keluar melewati gapura dan kemudian segera memacu motor secepatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar