PONOROGO PRAKOSO - Uji Nyali di Klampis ireng

 ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013



Langit telah beranjak gelap ketika aku baru saja tiba di kampung ini , sejenak kusempatkan untuk berkeliling menyusuri jalanan perkampungan yang tampak sepi sebelum akhirnya kuhentikan laju motorku di depan sebuah warung , begitu duduk di bangku kayu aku langsung memesan segelas kopi kepada ibu penjualnya.

Me : " mriki kok sepen lho buk ? "

(sini kok sepi lho buk ?)

Ibu : " nggeh ngeten niki mas bibar maghrib mesti sepen "

(ya gini ini mas abis maghrib pasti sepi)

Sambil ngopi aku menelpon si Harun yang tadi masih sibuk dengan kerjaannya , kusuruh temanku itu untuk segera menyusulku ke kampung ini secepatnya karena kami berencana akan melakukan suatu hal.

Harun : " iyo sek entenono setengah jam ngkas "

(iya bentar tungguin setengah jam lagi)

Me : " yo wes ojo molor "

Ia berjanji akan datang setengah jam lagi dan aku akan menunggunya di warung ini , biar ngga bosan lebih baik aku ngobrol dengan ibu pemilik warung saja , aku merasa butuh info dari warga kampung ini mengenai keberadaan tempat angker yang akan aku kunjungi bersama Harun , tempat itu bernama Klampis Ireng dan keangkerannya sudah kondang bagi masyarakat Ponorogo , konon ada bermacam jenis makhluk gaib yang menghuni tempat itu.

Me : " buk klampis ireng niku nopo angker tenanan ? "

(buk klampis ireng itu apa angker beneran ?)

Ibu : " wah nek kuwi jelas angkere mas , wong kene wes kerep pethuk macem macem "

(wah kalo itu jelas angker mas , orang sini udah sering ketemu macem macem)

Me : " wonten nopo mawon buk ? "

(ada apa aja buk ?)

Ibu : " pokoke bangsane jin mas , siluman , kuntilanak utowo gendruwo yo enek mas "

(pokoknya bangsanya jin mas , siluman , kuntilanak atau gendruwo juga ada mas)

Me : " njenengan nggeh nate ngertos buk ? "

(njenengan juga udah pernah lihat buk ?)

Ibu : " nek aku ra tau mas , biasane wong seng podo nggrandong iku seng kerep pethuk "

(kalo aku gak pernah mas , biasanya orang yang pada nggrandong itu yang sering ketemu)

Me : " nggrandong pados nomer togel tho buk ? "

(nggrandong cari nomer togel tho buk ?)

Ibu : " iyo mas , biasane kerep dipethuki , gek yo kerep tembus nomere "

(iya mas , biasanya sering ditemui , trus juga sering tembus nomernya)

Menarik juga mendengar cerita ibu pemilik warung ini , ternyata tempat itu kerap jadi jujukan bagi mereka yang doyan mencari wangsit togel , rasanya aku sudah tak sabar untuk segera mengunjunginya walaupun belum tentu aku bisa bertemu dengan makhluk gaib penghuninya.

Harun baru saja tiba dan memesan segelas kopi , ia juga membawa 2 buah senter dan sebungkus hio yang ditaruh di dalam tas slempangnya

Harun : " iki sek adoh tho lokasine klampis ireng vig ? "

(ini masih jauh tho lokasinya klampis ireng vig ?)

Me : " lha mboh "

(entahlah)

Ibu : " ora mas , karek mlaku liwat sawah trus tegalan wes teko "

(ngga mas , tinggal jalan lewat sawah trus tegalan udah nyampe)

Me : " warunge njenengan bukak ngasi jam pinten buk ? "

(warungnya njenengan bukak sampe jam brapa buk ?)

Ibu : " aku bukak ngasi jam sewelas bengi mas "

(aku bukak sampe jam sebelas malam mas)

Me : " niki kulo titip montor teng mriki saget nggeh buk ? "

(ini saya titip motor di sini bisa ya buk ?)

Ibu : " arep rono tho mas sampeyan ? "

(mau ke sana tho mas sampeyan ?)

Me : " nggeh buk pengen ngertos "

(iya buk pengen tau)

Ibu : " ati ati lho mas yo , ojo misuh utowo kosong pikirane pas teko kono , sampeyan dekek samping ae montore trus dikunci setang nggeh "

(ati ati lho mas , jangan misuh atau kosong pikirannya pas nyampe sana , sampeyan taruh samping aja motornya trus dikunci setang ya)

Berhubung warung ini buka sampai tengah malam sekalian saja kami menitipkan motor di sini , tanpa berlama lama kami segera memindahkan motor ke samping warung dan kemudian mengunci setangnya.

Harun : " piye ?!... awake dhewe mlaku ki ? "

(gimana ?!... kita jalan ini ?)

Me : " iyo , cedak ae lho "

(iya , deket aja lho)

Harun : " ayo ! "

Waktu masih menunjukkan jam 7 malam lewat ketika kami beranjak meninggalkan warung , dengan santai kami berjalan menyusuri perkampungan ini hingga akhirnya tiba di area persawahan yang gelap , segera saja kami menyalakan senter dan menyoroti keadaan sekelliling.

Harun : " pueteng ndedet vig "

(gelap gulita vig)

Me : " wedi tho kowe ? "

(takut tha kamu ?)

Harun : " ora , nyapo aku wedi vig "

(engga , ngapain aku takut vig)

Suara kodok terdengar bersahutan saat kami melintasi areal persawahan yang cukup luas ini , sementara angin malam terasa kencang berhembus dan membuat kami agak kedinginan.

Harun : " adem vig howone , nyumet rokok ae "

(dingin vig hawanya , nyalain rokok aja)

Me : " oyi "

Sambil merokok kami terus berjalan hingga tiba di area tegalan yang dipenuhi pepohonan lebat , kami sendiri masih bingung ada dimana lokasi Klampis Ireng itu.

Harun : " awake dhewe kesasar ki vig ? "

(kita kesasar ini vig ?)

Me : " aku yo gak eruh bro "

(aku juga gak tau bro)

Harun : " jarene ibuke sekitar tegalan tho panggone ? "

(kata ibuknya sekitar tegalan tho tempatnya ?)

Me : " iyo paling sekitar kene "

(iya mungkin sekitar sini)

Kami terus berjalan sambil mengamati pepohonan lebat di tegalan ini , rasanya agak mencekam juga berada di sini dan dalam keadaan bingung seperti ini.

Harun : " arep takon uwong yo gak enek sopo sopo vig "

(mau tanya orang juga gak ada siapa siapa vig

Me : " mbukak google map ae piye ? "

(buka google map aja gimana ?)

Harun : " opo iso ? "

Me : " njajal ae "

(coba aja)

Aku teringat ada orang yang mengupload dan menandai foto Klampis Ireng di Google Map , daripada bingung lebih baik kubuka saja aplikasi itu sebagai pemandu menuju ke sana , dari apa yang ditunjukkan di layar ponselku ternyata lokasi Klampis Ireng cukup dekat dengan posisi kami berada saat ini , kami masih harus berjalan beberapa meter lagi dan semakin masuk ke area tegalan ini.

Akhirnya kami tiba juga di tempat ini , di hadapan kami tampak sepetak tanah yang dipaving melingkar dan di tengah tengahnya terdapat semacam lingkaran kecil dari cor beton , selain itu tampak beberapa dupa , kertas rekapan togel dan juga kembang beraneka rupa yang berserakan di sana sini.

Harun : " kok yo wani uwong nggrandong neng kene ? "

(kok berani ya orang nggrandong di sini ?)

Me : " wong pengen sugih yo kudu wani bro "

(orang pengen kaya ya harus berani bro)

Kusuruh Harun menyalakan 2 batang hio dan kemudian ditancapkan di tanah , aromanya yang menyengat kian membuat kami merinding berada di tempat yang gelap dan sepi ini , segera saja kami duduk bersila di atas paving sembari memejamkan mata , kami telah menghafal sebuah mantra berbahasa Jawa yang konon dapat mengundang makhluk gaib , dengan komat kamit mulut kami membaca mantra itu berulang kali " hong wilaheng reneo ayo rene , senajan dudu sanak dudu kadang ora opo opo nek cetukan " selama berulang kali kami merapal mantra itu namun tak ada gunanya sama sekali , kami malah merasa seperti orang bodoh dan mulai meragukan kemanjuran mantra itu.

Me : " cuk mantrane tenanan po gak iki ? "

(cuk mantranya beneran apa gak ini ?)

Harun : " tenanan jarene tonggoku "

(beneran kata tetanggaku)

Me : " lha kok gak gelem metu demite ? "

(lha kok gak mau keluar demitnya ?)

Harun : " aku yo ra ruh vig "

(aku juga gak tau vig)

Saking kesalnya aku langsung berdiri lalu memunguti beberapa batu dan kulempar ke segala arah , namun saat lemparan terakhir tiba tiba saja " uuahh !! " terdengar suara erangan kesakitan yang entah darimana asalnya.

Me : " krungu kowe ?! "

(denger kamu ?!)

Harun : " iyo , tapi sopo kuwi mau vig ?! "

(iya , tapi itu tadi siapa vig ?!)

Me : " meneketehe "

Harun : " opo suoro demite yo ?! "

Me : " paling "

Suara erangan itu tak terdengar lagi dan kami sendiri tak tahu darimana asalnya , selama beberapa menit kami celingukan mengamati keadaan sembari mengarahkan sorotan senter ke segala arah , namun tetap tak ada apa apa sama sekali.

Me : " piye ki penake ?! "

(gimana ini enaknya ?!)

Harun : " enteni karo rokokan ae "

(tungguin sambil ngerokok aja)

Kami malas merapal mantra tadi dan kini kami cuma mondar mandir sambil menghisap rokok " fuuhh !! " mungkin makhluk gaib penghuni tempat ini tak mau muncul karena saat ini masih jam 8 malam kurang , tapi kami sendiri tak berniat untuk tetap bertahan hingga tengah malam.

Me : " njajal didelok nggawe kamera hape ae bro "

(coba dilihat pake kamera hape aja bro)

Harun : " ayo sopo ngerti entuk penampakan "

(ayo siapa tau dapat penampakan)

Salah satu metode tergampang melihat makhluk gaib adalah melalui layar ponsel dan jika perlu memotret secara acak dengan mengaktifkan flashlight , metode ini kudapatkan dari orang orang yang hobi beruji nyali dan rata rata selalu mendapatkan penampakan makhluk gaib atau minimal orb , walaupun bersifat untung untungan namun tak ada salahnya kami mencoba.

Harun : " gak ketok opo opo vig "

(gak keliatan apa apa vig)

Me : " wes dipoto sembarang ae pokoke "

Berkali kali kami memotret ke segala arah namun hasilnya nihil , tak ada penampakan apapun yang berhasil kami tangkap melalui kamera ponsel.

Harun yang sedari tadi berdiri sambil mengamati layar ponsel tiba tiba merasakan keanehan , ia merasa ada yang mencolek colek badannya selama beberapa kali.

Me : " mosok tho ? "

Harun : " tenanan iki ndek mau enek seng ndemok awakku vig "

(beneran ini tadi ada yang nyolek badanku vig)

Me : " aku kok gak kroso ? "

Harun : " gur aku thok iki sek didemoki "

(cuma aku doang ini yang dicolekin)

Aku masih keheranan dengan apa yang dialami Harun tadi , namun keanehan mulai terjadi lagi dan kali ini tercium bau pesing yang makin lama makin menyengat , aku sudah hapal jika bau seperti ini adalah tanda tanda kemunculan gendruwo.

Harun : " mosok arep metu gendruwone ?! "

(masak mau keluar gendruwonya ?!)

Me : " iyo , aku apal ambu pesing ngene iki "

(iya , aku hapal bau pesing kayak gini)

Harun : " awake dhewe kudu piye ki vig ?! "

(kita harus gimana vig ?!)

Me : " sek tenang ojo wedi "

(tenang jangan takut)

Dengan sedikit gemetar aku terus mengamati keadaan sekitar , samar samar mulai terdengar suara dedaunan kering yang terinjak langkah kaki , seketika aku jadi lebih awas lagi untuk memastikan darimana asal suara itu.

Harun : " aku kok maleh wedi ngene vig ?! "

(akuk kok jadi takut gini vig ?)

Me : " tenang , santai ae "

Harun mulai dilanda ketakutan dan entah bagaimana ceritanya tiba tiba ia jatuh tersungkur di atas paving hingga ponsel dan senter yang dipegangnya terjatuh , tubuhnya agak kejang dan aku merasa ia telah kesurupan karena matanya tampak mendelik saat kusoroti dengan senter.

Sebisa mungkin aku berusaha untuk tetap tenang , kini kudekati Harun yang tengah kesurupan dan mulai merangkak pelan di atas paving.

Me : " kowe sopo ?! "

(kamu siapa ?)

Harun : " aku gondowadi "

Me : " gondowadi ?!... kowe gendruwo tho ?!"

(gondowadi ?!... kamu gendruwo tha ?!)

Harun : " iyo aku gendruwo , wes manggon kene sewidak taun punjul "

(iya aku gendruwo , udah tinggal sini enam puluh taun lebih)

Dengan suara serak gendruwo yang merasuki Harun ini menjawab pertanyaanku , ternyata ia sudah 60 tahun lebih berada di tempat ini dan aku ingin bertanya lebih banyak padanya.

Me : " enek sopo ae ndek kene ?! "

(ada siapa aja di sini ?!)

Harun : " akeh "

(banyak)

Me : " opo ae ?! "

(apa aja ?!)

Harun : " enek siluman macan , siluman kethek , karo eyang bodroyono "

(ada siluman macan , siluman monyet , sama eyang bodroyono)

Me : " sopo kuwi eyang bodroyono ?! "

Harun : " danyange panggonan iki "

(penguasanya tempat ini)

Me : " saiki ndek endi eyang bodroyono ?! "

(sekarang ada dimana eyang bodroyono ?!)

Harun : " neng tengah tengah kuwi lungguhe "

(di tengah tengah itu duduknya)

Tangan kanan Harun menunjuk nunjuk lingkaran cor beton yang berada di tengah tengah tanah pavingan ini , katanya di situ ada sosok gaib yang bernama Eyang Bodroyono dan aku kian penasaran siapa sebenarnya sosok itu.

Me : " gelem mlebu gak eyang bodroyono ?! "

(mau masuk gak eyang bodroyono ?!)

Harun : " ora , eyang ora gelem mlebu "

(ngga , eyang gak mau masuk)

Me : " nyapo gak gelem ?! "

(kenapa gak mau ?!)

Harun : " pokoke gak gelem "

(pokoknya gak mau)

Tadinya aku berniat membujuk gendruwo ini agar mau mengajak Eyang Bodroyono masuk ke tubuhnya Harun tapi entah kenapa yang bersangkutan tidak bersedia , ya sudahlah lebih baik kusuruh gendruwo ini agar keluar saja dari tubuhnya Harun.

Me : " iso metu dhewe ?! "

(bisa keluar sendiri ?!)

Harun : " iso , tapi aku njaluk rokok disek "

(bisa , tapi aku minta rokok dulu)

Me : " njaluk rokok ?! "

(minta rokok ?!)

Harun : " nek bar ngrokok aku metu "

(kalo abis ngerokok aku keluar)

Me : " rokokku dji sam soe gelem gak ?! "

(rokokku dji sam soe mau gak ?!)

Harun : " ora opo opo "

Lekas kusulut sebatang rokok kretekku lalu kuberikan pada gendruwo yang merasuki Harun ini , namun lucunya ia malah menyuruhku menyalakan 2 batang rokok lagi dan akan dihisap semuanya sekaligus.

Me : " akeh men nek mu rokokan ?! "

(banyak banget kalo ngerokok ?!)

Harun : " aku nek ngrokok kudu telu pokoke "

(aku kalo ngerokok harus tiga pokoknya)

Kini aku terdiam sambil melihat mulut si Harun yang menghisap 3 batang rokok sekaligus , gendruwo yang merasuki Harun ini sangat cepat sekali menghisapnya hingga dalam waktu 10 menit saja ketiga batang rokok itu telah habis.

Me : " wes entek rokoke , ndang metuo saiki ! "

(udah habis rokoknya , cepet keluar sekarang !)

Harun : " iyo aku metu saiki "

(iya aku keluar sekarang)

Sekejap kemudian tubuh Harun yang tengah merangkak tiba tiba mengejang lalu ambruk begitu saja , segera saja kunetralisir energinya sambil kubacakan ayat terakhir Al Baqarah hingga akhirnya ia tersadar kembali.

Me : " wes bro "

Harun : " aaku kesurupan tho ndek mau ? "

(aaku kesurupan ya tadi ?)

Me : " iyo , ngko ae tak critani "

(iya , ntar aku ceritain)

Harun : " aaduh ampeg dodoku vig.. uhuk !.. uhuk !.. uhuk !.. "

(aaduh sesek dadaku vig.. uhuk !.. uhuk !... uhuk !...)

Sambil terbatuk batuk Harun berusaha berdiri lalu aku memapahnya berjalan kembali ke kampung , ia kehabisan banyak cairan tubuh sehingga saat tiba di warung ia menghabiskan 2 gelas es teh.

Me : " kesurupan gendruwo kowe ndek mau , njaluk rokok telung batang "

(kesurupan gendruwo kamu tadi , minta rokok tiga batang)

Harun : " mosok tho ? "

Ibu : " kok iso ngasi kesurupan tho mas ? "

(kok bisa sampe kesurupan tho mas ?)

Me : " ujug ujug mawon kesurupan buk "

(tiba tiba aja kesurupan buk

Ibu : " masya allah mase niki kesurupan gendruwo ?!.. trus nek ngetokne piye mas ?!"

(masya allah masnya ini kesurupan gendruwo ?!.. trus kalo ngeluarin gimana mas ?!)

Me : " medhal piambak buk gendruwone "

(keluar sendiri buk gendruwonya)

Ibu : " yoalah mas , sujokno gak opo opo yo "

(yoalah mas , untungnya gak apa apa ya)

Apa yang kami alami tadi sudah cukup untuk membuktikan keangkeran tempat bernama Klampis Ireng itu , walaupun aku masih penasaran dengan sosok Eyang Bodroyono namun kurasa sudah cukup sampai di sini saja , mungkin di lain hari aku akan kembali untuk menyingkap lebih banyak lagi tabir misteri yang menyelimuti tempat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar