Sepulang kuliah aku kembali lagi ke rumah ini dan kulihat ada beberapa kuli yang sedang leyeh leyeh di pekarangan belakang , kata Sam Ridwan mereka baru saja membongkar septitank yang sebelumnya telah disedot oleh truk tinja.
Me : " trus nek nggoleki belunge ndek njero jumbleng piye sam ? "
Ridwan : " ngko kate diudek udek nggawe singgek "
Renggo : " kalo tengkoraknya udah ketemu kita langsung cuci trus dibungkus pake mori vig "
Ridwan : " aku yo wes tuku mori sak meter ambek kembang "
Rencananya para kuli itu akan disuruh untuk mengaduk aduk septitank yang telah dibongkar , kulihat mereka tengah menyiapkan sebilah bambu panjang yang ujungnya telah dipasangi jaring ikan kecil , dengan peralatan itulah mereka akan mencoba mencari tulang belulang Mirna.
Me : " seng nduwe omah iki gak ngerti a sam ? "
Ridwan : " aku ancen gak omong omong vig , paling wonge yo wes lali sopo seng ngontrak omah iki mbiyen "
Me : " trus ngko nek ngubur belunge nek endi ? "
Ridwan : " kan onok kuburan ndek pengkolane jl pisang kipas iki vig "
Me : " cedake pertigaan arah dinoyo iku yo sam ? "
Ridwan : " oyi , sawah sawah iku lho panggonane "
Di saat aku dan Sam Ridwan lagi ngobrol Bang Renggo mulai memerintahkan para kuli untuk lekas mengaduk aduk septitank , mereka harus mengenakan masker karena septitank yang telah dibongkar itu menimbulkan bau yang sangat tidak sedap.
Renggo : " kita liat agak jauhan , gak nahan baunya vig "
Me : " deg degan gw bang "
Kami berdiri sekitar 3 meteran dari septitank itu , kulihat permukaan air di dalamnya tampak keruh kecoklatan dan ada buih buih yang terlihat menjijikkan , secara bergantian para kuli itu mengaduk aduk isi septitank menggunakan sebilah bambu panjang , kuperkirakan kedalamannya mencapai 5 meter lebih.
Me : " ngubur mayit kok di dalem septitank ya bang ? "
Renggo : " namanya orang mbunuh mesti cari aman vig biar gak ketahuan "
Ridwan : " mesakno yo nggo mirna iku , ngenes temenan mati dipateni lanangane dhewe "
Cukup lama kami menunggui para kuli yang masih sibuk mengaduk aduk septitank itu , hingga akhirnya salah satu dari mereka mendapati sesuatu yang tersangkut di jaring ujung bilah bambu , ternyata sesuatu itu adalah ruas ruas tulang belulang manusia.
Kuli A : " iki mas !!... iki temu belunge ! "
Ridwan : " wah iki belung bagian opo pak ? "
Kuli A : " bagian sikel paling mas "
Kuli B : " guduk , iki belung bagian lengen koyoke "
Ruas ruas tulang belulang itu diletakkan di tanah dan saat kuamati bentuknya seperti tulang paha atau lengan , entahlah aku sendiri tak bisa memastikan karena kondisinya sudah agak hancur dan dipenuhi lumut.
Renggo : " ayo pak cari terus !!.. pokoknya sampe dapet semuanya "
Kuli A : " iyo mas , sek tak udeke maneh "
Para kuli kembali mengaduk aduk septitank dan tak lama kemudian mereka menemukan tulang belulang lagi , kali ini ukurannya agak besar dan memanjang , kurasa itu adalah bagian tulang belakang.
Me : " tulang belakang kayaknya bang "
Renggo : " iya nih , apal gw bentuknya "
Ridwan : " ancur gini yo nggo bentuke "
Renggo : " ya jelas ancur wan , udah berapa taun ada di dalem situ ? "
Kondisi tulang belakang itu terlihat agak hancur dan kotor hingga berwarna kusam kehitaman , jika dilihat sekilas hampir mirip dengan batangan kayu... setelah ditaruh di tanah para kuli kembali mengaduk aduk septitank dan kuharap semua bagian tulang belulang Mirna bisa ditemukan.
Kuli B : " temu maneh mas ! "
Renggo : " ayo taruh langsung pak ! "
Baru saja para kuli menemukan lagi serpihan tulang lainnya , jika dilihat bentuknya kurasa itu adalah bagian tulang dada dan pinggul , kondisinya sudah lumayan hancur dan dipenuhi lumut... tanpa berlama lama para kuli kembali mengaduk aduk septitank hingga akhirnya mereka menemukan bagian yang paling menyeramkan yaitu tengkorak Mirna.
Kuli B : " waladalah mas !!.. iki !!.. iki tengkorake mas !! "
Ridwan : " wah ?!.. temu nggo tengkorake mirna "
Renggo : " ngaduknya stop aja pak , udah ketemu semua ini "
Tengkorak Mirna baru saja dikeluarkan dari jaring dan kemudian ditaruh bersama tulang belulang lainnya , kulihat kondisinya sudah lumayan hancur dan berlumut , bagian rahangnya terlepas sementara batok kepalanya retak cukup lebar , kemungkinan Mirna dibunuh dengan cara dipukul benda tumpul di kepalanya.
Me : " kayaknya dipukul palanya bang "
Renggo : " kayaknya iya vig , retak kayak gitu "
Ridwan : " sakno temenan rek , gak kuat mbayangno aku "
Selama beberapa menit kami terdiam menatap tulang belulang Mirna yang tergeletak di tanah , jika ia tidak mengalami kematian tragis tentu saat ini ia masih hidup selayaknya manusia , bukan menjadi seonggok tulang belulang seperti ini.
Kuli A : " iki belunge diapakno mas ? "
Ridwan : " tulung diumbah nggawe selang pak , mari ngene kate tak kuburno "
Seorang kuli baru saja menyambungkan selang di keran air , sekejap kemudian tulang belulang Mirna disiram sambil ditaburi kembang beraneka rupa , sementara Bang Renggo merapal mantra agar arwah Mirna ikut serta ke tempat dimana jasadnya ini akan dikuburkan.
Proses pencucian tulang belulang itu memakan waktu setengah jam lebih , berikutnya Sam Ridwan mengambil kain mori sementara Bang Renggo memunguti serpihan tulang belulang itu... setelah semuanya beres kain mori itu diikat dengan seutas tali putih.
Renggo : " beres , arwahnya mirna bakalan ikut ke kuburan "
Ridwan : " saiki a nang kuburane nggo ? "
Renggo : " lu cariin kresek gede buat mbungkus biar gak keliatan sama orang "
Ridwan : " sek enteni nggo "
Buru buru Sam Ridwan mencari kresek besar buat membungkus kain mori itu , sekejap kemudian kami telah siap berangkat ke kuburan sambil membawa sebuah cangkul miliknya kuli.
Dengan mengendarai sepeda motor kami melaju pelan menuju pemakaman yang letaknya tak terlalu jauh , begitu tiba kulihat suasananya sangat sepi karena pemakaman ini terletak di jalan sempit yang jarang dilewati kendaraan , sementara di sekelilingnya terhampar area persawahan yang cukup luas.
Me : " ngubur di sebelah mana bang ? "
Renggo : " nyari yang pinggir aja vig "
Setelah memarkir motor kamipun segera memasuki area pemakaman , pepohonan kamboja lebat memenuhi segala penjuru dan membuat suasana makam ini jadi terasa teduh... mungkin saat malam hari bakalan terasa menyeramkan berada di sini dan sayangnya aku sudah malas beruji nyali seperti dulu lagi.
Ridwan : " sebelah endi nggo ? "
Renggo : " deket pohon di pinggir itu wan "
Setelah berjalan jalan mengitari pemakaman ini akhirnya Bang Renggo menemukan spot yang dirasa cocok untuk menguburkan tulang belulang Mirna , langsung saja ia meraih cangkul yang dibawa Sam Ridwan dan kemudian bersiap menggali tanah.
Renggo : " buset nih , gw sekarang jadi tukang gali kubur vig "
Me : " ha.. ha.. emang nggalinya berapa meter bang ? "
Renggo : " semeter aja cukup "
Ridwan : " kalo capek gantian macule yo nggo "
Renggo : " oyi wan "
Aku dan Sam Ridwan hanya duduk di atas kijing sementara Bang Renggo terus mencangkuli tanah , dahinya tampak berkeringat dan nafasnya juga mulai ngos ngosan... sepertinya ia cukup kepayahan harus jadi tukang gali kubur dadakan.
Renggo : " kurang dikit wan , gantian lu yang nyangkul ! "
Ridwan : " oyi kene pacule nggo "
Cangkul telah berpindah tangan , kali ini giliran Sam Ridwan yang mencangkul sementara Bang Renggo duduk di sebelahku sambil ngomong sendiri " sekarang kamu tinggal di sini ya mirna , mau tak kuburin situ tubuhmu " ternyata Bang Renggo tidak sedang ngomong sendiri tapi ia sedang ngomong dengan arwahnya Mirna yang katanya juga berada di sini.
Me : " arwahnya mirna udah di sini ya bang ? "
Renggo : " ya iyalah , ikut kebawa di bungkusan tulangnya itu "
Aku tak terlalu peduli dengan keberadaan arwah Mirna yang saat ini juga ada di sini bersama kami , yang penting urusan gali kubur ini cepat kelar karena hari sudah beranjak semakin sore.
Ridwan : " wes nggo , cukup iki kiro kiro meh sakmeteran "
Renggo : " oyi wan , gw kuburin sekarang kalo gitu "
Lobang galian sedalam 1 meteran telah menganga di hadapan kami , tanpa berlama lama Bang Renggo langsung memasukkan bungkusan kain mori yang berisi tulang belulang Mirna " sekarang kamu di sini mirna , yang tenang tinggal di sini ya " lagi lagi Bang Renggo berbicara dengan arwahnya Mirna sebelum akhirnya ia meraih cangkul dan menguruk lobang itu hingga tertutup oleh gundukan tanah.
Renggo : " fuuh !!... dah beres wan "
Ridwan : " yo wes alhamdulilah nggo "
Gundukan tanah itu kemudian ditaburi dengan sisa kembang tadi , sebelum pulang kami menyempatkan diri untuk memanjatkan doa buat Mirna... semoga arwahnya tenang berada di sini hingga usai masanya bergentayangan di alam dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar