Saat terbangun aku hanya sendirian berada di dalam tenda , dengan tubuh yang terasa lemas aku bergegas keluar dan kudapati bang Renggo sedang duduk di perahu ces sambil memainkan tabletnya , sementara Irfan tampak sibuk menjerang air untuk membuat kopi.
Irfan : " sudah bangun pian mas ? "
Me : " jam berapa sekarang fan ? "
Irfan : " masih jam setengah 7 pagi mas , ini kopinya sebentar lagi matang "
Me : " iya fan "
Kulangkahkan kakiku menuju pepohonan di dekat tenda lalu buru buru aku pipis , tak lama kemudian kuhampiri bang Renggo yang masih duduk di perahu lalu kuambil sebatang rokok miliknya.
Renggo : " itu vig roti tawarnya , lu makan tuh "
Me : " ntar aja "
Renggo : " semalem pas kita ngastral gak taunya ada gempa di jawa barat vig "
Me : " jawa barat gempa bang ?!.. yang bener ?! "
Renggo : " lu lihat nih fotonya "
Kata bang Renggo semalam baru saja terjadi gempa bumi di Jawa Barat dan kini ia menunjukkan foto foto di tabletnya , kulihat ada banyak rumah dan pertokoan yang hancur luluh lantak hingga rata dengan tanah , katanya daerah daerah di Garut , Tasikmalaya dan Sukabumi terkena dampak paling parah dari gempa berkekuatan 7 skala richter lebih itu.
Renggo : " ternyata yang kena gempa jawa barat vig , sumatera malah gak apa apa "
Me : " kalo 7 skala richter parah itu bang "
Renggo : " ya untungnya gak sampe tsunami "
Sekitar 2 harian lalu kami diajak bang Priono ngastral dari Nusa Tenggara hingga Nias , yang kami lihat waktu itu hanyalah kabut hitam yang keluar dari rekahan lempeng tektonik di sepanjang pesisir samudera Hindia , namun daerah pesisiran laut Jawa Barat hingga Sumatera Barat tampak terselimuti kabut yang lebih pekat daripada daerah lain sehingga kami memperkirakan kalau gempanya akan terjadi di antara kedua daerah itu , kini setelah 2 hari berselang ternyata gempa itu terjadi di pesisir laut Pangandaran Jawa Barat dan kekuatannya mencapai 7 skala richter lebih , itu artinya muatan energi negatif yang keluar dari dalam bumi benar benar besar.
Me : " trus gimana energi negatifnya bang ? "
Renggo : " ya kebawa angin , gak tau nyampe mana "
Energi negatif yang keluar dari dalam bumi itu sebenarnya berbahaya karena muatannya adalah nafsu nafsu manusia yang sudah meninggal , kalau sampai energi negatif itu terbawa ke kota maka akan ada banyak manusia yang terkotori chakra chakranya , nafsu Lawammah akan mengotori chakra Muladhara , nafsu Supiah akan mengotori chakra Swadistama , dan nafsu Muamaroh akan mengotori chakra Manipura.
Renggo : " lu bisa bayangin gak kalo misalnya ntar gempa sampe 9 skala richter ? "
Me : " udah pasti tsunami itu bang "
Renggo : " tapi gw pikir makin lama makin gede energi negatif yang keluar vig , udah overload bumi ini "
Me : " ngeri kalau gw bayangin "
Gempa bumi atau gunung meletus tak cuma sekedar menimbulkan dampak kerusakan secara fisik saja , sesungguhnya masih ada dampak metafisik yang sama sekali tak dipahami oleh orang awam dan efeknya jauh lebih mengkhawatirkan , hal inilah yang membuat kami selalu resah memikirkan keadaan di masa mendatang , bagaimana kalau gempa bumi lebih sering terjadi dengan kekuatan yang lebih besar ?!... bisa dipastikan akan ada banyak manusia yang terkena energi negatif.
Irfan baru saja menyodorkan segelas kopi padaku dan langsung kureguk pelan pelan , sambil ngopi aku terus memikirkan gempa yang terjadi semalam dan aku merasa khawatir dengan mantan pacarku Rani yang tinggal di Sukabumi , aku tak tahu apa yang terjadi dengannya dan aku juga tak mungkin mengecek Facebooknya yang sudah meremove akunku dari daftar pertemanan , aku hanya bisa berharap semoga ia dan keluarganya baik baik saja.
Renggo : " vig ?!.. kok bengong aja lu ? "
Me : " gw kuatir sama mantan cewe gw dulu bang "
Renggo : " oh yang anak sukabumi itu ya ?! "
Me : " iya bang , gw kuatir kalo dia kenapa napa "
Renggo : " dah tenang aja lu , sukabumi deket laut aja yang parah "
Aku merasa sedikit tenang mendengar ucapan bang Renggo barusan , kini lebih baik aku segera mandi di sungai bersama Irfan yang baru saja menceburkan dirinya.
Air sungai ini terasa segar membasuh tubuhku yang sejak kemarin pagi sama sekali belum tersentuh air , dengan mengenakan celana boxer aku terus berenang bersama Irfan yang sesekali membenamkan dirinya ke dalam air.
Me : " jago nyelam kamu fan ! "
Irfan : " ulun pang biasa nyelam di sungai atau laut , amun di pulau derawan pang ulun biasa snorkeling maliat terumbu karang "
Me : " pulau derawan tu mana fan ? "
Irfan : " pulau derawan itu kaltim juga mas , masuk wilayahnya kabupaten berau , pian coba kapan kapan kesana "
Dengan bersemangat Irfan menceritakan hobinya snorkeling di pulau Derawan yang katanya memiliki pesona bawah laut yang menawan , ketika mendengar ceritanya aku jadi ingin pergi ke sana tapi masalahnya aku sudah tak punya waktu lagi , besok aku harus segera kembali ke Banjarmasin dan setelah itu aku harus siap siap kembali ke Jakarta.
Semua peralatan camping telah dikemasi dan kini kami bersiap siap menuju kawasan hutan di muara dekat teluk Kaba yang jaraknya cukup jauh dari sini , tanpa berlama lama bang Renggo langsung menyalakan mesin perahu ces yang kami tumpangi sebelum akhirnya kami melaju pelan melintasi sungai.
Irfan : " ulun handak ajak pian mampir prevab dulu mas "
Me : " prevab itu apa fan ? "
Irfan : " taman rehabilitasi orangutan "
Kata Irfan di kawasan hutan konservasi ini ada tempat rehabilitasi orangutan yang disebut Prevab , rencananya kami akan mampir ke sana sebentar sekedar untuk bertatap muka dengan orangutan yang dulu pernah jadi gambar duit lembaran 500 rupiah.
Dengan lambat perahu ini melaju melintasi sungai yang suasananya tampak sepi , tak ada apapun selain pepohonan lebat dan tanaman liar yang tumbuh di sepanjang tepian sungai , namun beberapa kilometer kemudian kami mulai mendapati perahu perahu yang terparkir di tepian sungai yang dipasangi titian papan kayu , kata Irfan di sanalah taman rehabilitasi Prevab berada.
Irfan : " rame banar turis banyak yang ke sini mas "
Me : " emang udah terkenal prevab ini fan ? "
Irfan : " ini termasuk wisata di kota sangatta mas , kada usah heranlah pian amun rame keini "
Perlahan bang Renggo mulai melambatkan laju perahu sebelum akhirnya kami berhenti di titian papan kayu dekat gapura Prevab , kulihat ada banyak turis asing yang datang kemari dan kostum mereka tampak seperti ahli botani atau peneliti hewan.
Renggo : " lawas banar kada main ke prevab fan "
Irfan : " ha.. ha.. sakalinya batamuan lawan orangutan pasti pengen bulikan lagi ke sini mang "
Renggo : " ayo masuk deh ! "
Irfan cukup dikenal para staff di sini sehingga kami tak perlu membayar untuk masuk , langsung saja kami berjalan santai melintasi titian papan kayu yang disusun menjadi jalan masuk ke hutan , sementara di sekitar jalan masuk yang kami lewati ini ada beberapa pos yang berdinding papan kayu.
Me : " orangutannya ada banyak fan ? "
Irfan : " gak sampe 50 ekor mas , itupun kadang susah dicarinya "
Tak lama kemudian kami mulai memasuki hutan yang dipenuhi pepohonan besar berdaun lebat , selain itu juga ada banyak tanaman liar yang sepertinya hanya tumbuh di Kalimantan saja.
Me : " adem fan hawanya "
Irfan : " ini hutan hujan tropis mas , lembab udaranya "
Semakin jauh kami masuk ke hutan ini hawa udaranya terasa semakin lembab dan dingin , buih buih embun juga tampak membasahi dedaunan dan batang pohon yang berlumut , belum lagi ada banyak serangga berbentuk aneh yang menempel di dahan atau kulit kayu.
Me : " serangganya aneh aneh fan bentuknya "
Irfan : " sini banyak serangga endemik kalimantan mas , ada kalacemeti , katidid , belalang batang , komplit mas pian liat aja sendiri "
Blusukan di hutan seperti ini membuatku merasa dekat lagi dengan alam , jiwa petualanganku seperti terbangkitkan secara alamiah hingga rasanya aku tak jemu jemu menjelajahi belantara hutan hujan yang lumayan luas ini.
Renggo : " kok kada ada orangutannya fan ? "
Irfan : " kita tunggu bahadulu mang "
Kini kami duduk sejenak di tengah lebatnya hutan ini sembari terus mengamati keadaan sekitar , sayangnya tak ada seekor orangutan yang terlihat padahal kami sudah siap memotret.
Irfan : " ayo jalan lagi aja , rugi amun kita kada kawa batamuan lawan orangutan "
Renggo : " wah unda manggah banar fan "
Irfan masih bersemangat mengajak kami menjelajahi belantara hutan ini , hingga setelah berjalan beberapa meter akhirnya kami mendapati seekor orangutan besar yang sedang nangkring di atas dahan pohon yang menjulang tinggi.
Me : " gede banget bos orangutannya "
Renggo : " ayo fan panggil orangutannya turun sini ! "
Irfan : " bentar amang "
" Kkeerr !!.... kkeeeer !!.... " berulang kali Irfan memanggil orangutan itu sembari melambaikan tangannya , namun hewan primata itu tampak cuek dan tidak merespon sama sekali , alhasil kami hanya bisa memandanginya dari bawah saja.
Renggo : " napa kada mau turun inya fan ? "
Irfan : " mungkin moodnya inya kada enak mang , malas batamuan lawan orang "
Orangutan berbulu coklat itu masih nangkring di atas pohon sambil menyantap buah buahan , meskipun dipanggil berkali kali tetap saja ia tak mau turun , kata Ifan mood orangutan memang sering berubah ubah sehingga orang yang datang kemari belum tentu bisa bermain main dengannya.
Hari telah beranjak siang ketika kami meninggalkan Prevab , kini kami kembali melanjutkan perjalanan melintasi sungai kecil yang airnya tampak keruh dan kotor , sementara beberapa meter di depan kulihat ada papan kayu yang bertuliskan 'Awas Buaya Ganas'
Me : " bang ?!.. ada buayanya di sungai ini ? "
Renggo : " ha.. ha.. ntar lu bakalan tau sendiri vig "
Sepanjang perjalanan melintasi sungai ini aku jadi merasa was was dan tak bisa tenang , aku khawatir kalau ada buaya yang tiba tiba menyerang perahu yang kami tumpangi ini , yang jelas aku tak ingin pulang ke Jawa dengan kondisi terbungkus kantong mayat.
Me : " gw takut kalo ada buaya nyerang kita bang "
Renggo : " ha.. ha.. lu kan buaya darat vig , masak takut sama buaya sungai ?! "
Dengan lambat Irfan memacu perahu ini sementara aku dan bang Renggo duduk di depan sambil mengawasi keadaan sekitar sungai , tak ada buaya seekorpun yang terlihat berkeliaran , yang ada hanya batangan kayu yang mengapung apung di permukaan air saja.
Me : " aman bang , gak ada buayanya "
Renggo : " eh coba lu tonton video ini vig ! "
Me : " video apaan ? "
Mendadak bang Renggo menyuruhku menonton video yang diputar di tabletnya , ketika kutonton aku langsung merasa tegang karena video ini memperlihatkan seekor buaya yang tengah menyeret mayat orang di sungai.
Me : " gila ini bang , buayanya makan orang "
Renggo : " itu buaya bukan makan orang vig , tapi mau nganter mayat orang yang tenggelam "
Me : " buayanya nganter mayat orang ? "
Renggo : " lu lihat lagi tuh videonya ! "
Kata bang Renggo buaya di video ini tidak berniat memakan orang tapi justru mau mengantarkan mayat orang ke tepi sungai , ketika kutonton lagi ternyata memang benar seperti itu kejadiannya sehingga aku jadi terheran heran sendiri.
Me : " kok buaya malah ngantar mayat orang ? "
Renggo : " itu di sungai lempaka vig , udah sering buaya di sono nganter mayat orang atau bocah yang tenggelam "
Me : " trus buaya apaan tuh bang ? "
Renggo : " itu buaya yang punya danyangnya sungai lempaka , gak mau makan orang soalnya gak dibolehin sama danyangnya "
Kata bang Renggo buaya buaya di sungai Lempaka tunduk kepada sesosok penguasa gaib yang bersemayam di muara , ia bilang buaya buaya di sana tak pernah memangsa orang karena memang dilarang oleh sang penguasa , sungguh benar benar aneh dan sekaligus membuatku penasaran ingin tau lebih jauh lagi.
Me : " apa kita gak ngastral ke sungai lempaka aja bang ?!.. gw penasaran pengen liat penguasanya kayak apa "
Renggo : " kapan kapan aja kalo lu ke kalimantan lagi gw ajak ke berau sono , kalo sekarang mendingan fokus ke naga erau aja "
Berjuta misteri yang ada di segala pelosok Kalimantan benar benar membuatku penasaran , aku ingin menyingkapnya satu persatu tapi itu tak akan tercapai dalam waktu singkat , kuharap di masa mendatang aku bisa sering sering mengunjungi Kalimantan demi memperkaya pengalamanku menyingkap segala misteri di bumi Borneo ini.
Laju perahu ces ini mulai melambat ketika kami memasuki suatu desa yang berada di tepian sungai , rumah rumah panggung dan keramba ikan tampak saling berjejeran dimana mana , sementara para penduduk terlihat wira wiri mengendarai perahu klotok atau rakit bambu , perlahan kamipun merapat di sebuah warung rakit yang mengapung apung di permukaan air sungai.
Renggo : " makan bahadulu , dari tadi cuma makan roti terus fan "
Irfan : " ulun mie rebus aja mang "
Dengan santai kami makan di warung ini sambil membahas ilmu ilmu gaib yang dimiliki suku Dayak pedalaman , selain itu aku juga penasaran mengenai kabar bahwa suku Dayak pedalaman itu orangnya sadis sadis , tak cuma sekedar ngayau saja tapi mereka kabarnya juga suka mengupas kulit kepala orang untuk dikoleksi , bahkan aku pernah membaca artikel mengenai sifat kanibal suku Dayak pedalaman yang kabarnya juga suka makan otak orang untuk mengembalikan stamina yang sedang loyo.
Me : " bener gak tuh ?! "
Renggo : " gak lah vig , kalo ngupas kulit kepala orang itu suku indian apache bukan dayak , tapi kalo makan otak orang itu emang ada pas jaman dulu , tapi sekarang udah gak "
Irfan : " pian kada usah percaya info yang kada ada bujurnya mas , suku dayak itu aslinya ramah , bersahabat , kada sadis orangnya "
Me : " tapi pas kejadian sampit kan orang dayak pada ngayau ? "
Renggo : " ya kalo soal bunuh bunuhan itu opsi terakhir vig , kalo udah kelewatan banget ya terpaksa dibunuh , makanya dulu sampe bantai bantaian di sampit , itu gara gara orang madura udah kelewatan "
Irfan : " dayak itu aslinya welcome lawan pendatang mas , dulu transmigran dari jawa juga diterima baik baik kan ?!... amun ada pendatang yang kada tahu diri atau buat masalah barulah dayak itu ambil tindakan "
Renggo : " ya gitulah vig pokoknya , kalo sampe bunuh bunuhan itu opsi terakhir banget , pokoknya elo jual gw beli deh "
Apa yang kubaca di internet ternyata tidak sepenuhnya benar , mungkin untuk bisa mengetahui sifat sifat orang Dayak yang sesungguhnya aku harus melakukan interaksi secara langsung , semoga saja di masa mendatang aku punya kesempatan untuk mengunjungi daerah daerah di pedalaman Kalimantan , aku ingin mengenal seperti apa karakter , tradisi , adat istiadat , sosial kultur serta kearifan yang dimiliki suku Dayak.
Selepas meninggalkan desa kami kembali melaju melintasi sungai yang tepiannya dipenuhi enceng gondok , sejam kemudian kami berbelok melewati percabangan sungai sebelum akhirnya kami tiba di kawasan hutan Kutai yang berada di perbatasan wilayah kota Bontang , kulihat suasana di sekitar sini tampak sepi tak ada apapun , namun di antara lebatnya pepohonan tepi sungai ada sekawanan bekantan yang sedang bergelantungan , karuan saja aku kegirangan karena selama ini aku hanya melihat bekantan di tv saja.
Me : " wah bekantannya banyak banget fan ? "
Irfan : " kebetulan mas , bekantannya pas keluar dari hutan "
Sambil duduk di depan perahu aku terus mengamati sekawanan bekantan yang tengah bergelantungan di pohon itu , bulunya berwarna kemerahan dan hidungnya besar seperti terong , kata Irfan satwa langka itu dulunya dijadikan lauk oleh warga desa , tapi sekarang justru warga desa melindungi mereka dan menjaga habitatnya.
Irfan : " dulu banyak pembalak liar mas , hutan habis ditebang pohonnya , makanya sekarang dibuat hutan konservasi kutai ini "
Me : " hebat ya fan kalimantan bisa jaga flora fauna "
Irfan : " warga udah punya kesadaran sekarang ini mas , hutan ada aturan adatnya kada boleh tebang pohon sembarangan , hewan langka juga kada lagi diburu , pengembang kelapa sawit kada dikasih ijin buka lahan "
Rupanya orang orang di Kalimantan lebih aware terhadap masalah kelestarian alam dan lingkungan hidup , tak heran kalau keberagaman flora dan faunanya sangat terjaga dengan baik , beda dengan di Jawa dimana orang bisa merusak alam seenaknya demi meraup keuntungan.
Perjalanan melintasi sungai ini akhirnya berakhir di muara yang letaknya tak jauh dari teluk Kaba , kulihat di tepian muara ini banyak ditumbuhi pepohonan bakau yang akarnya tertanam di dalam air , sementara di kejauhan tampak beberapa gubuk panggung yang berdiri di tengah tengah muara yang cukup luas ini.
Irfan : " itu gubuk buat budidaya rumput laut mas "
Renggo : " itu sekali panen bisa banyak banget vig , sampe puluhan kilo "
Kata Irfan gubuk gubuk itu adalah tempat untuk budidaya rumput laut yang dikelola oleh warga desa , kulihat di sana ada beberapa orang yang sedang sibuk merapikan tali temali untuk memasang rumput laut.
Renggo : " kita cepet cepet masang tenda deh fan ! "
Irfan : " dimana enaknya mang ?!.. di muara ini apa di deket pantai ? "
Renggo : " di muara ini aja deh "
Tanpa berlama lama kami langsung memasang tenda di tepian muara yang dipenuhi pepohonan bakau ini , ketika sudah beres Irfan langsung mengajakku mencari kepiting bakau yang biasanya hidup di bawah akar pohon bakau.
Irfan : " ayo mas , nyemplung air kotor sedikit kada apa apa "
Me : " oyi "
Kuceburkan kakiku di dalam air hingga sebatas betis sementara tanah yang kupijak adalah lumpur yang sangat becek , sekejap kemudian aku sibuk menangkapi kepiting di sela sela akar pohon bakau , kegiatan seperti ini bukanlah hal yang baru bagiku , dulu semasa tinggal di Pacitan aku sudah biasa mencari kepiting di berbagai muara pantai.
Me : " nangkep berapa fan ? "
Irfan : " terserah pian aja mas "
Kepiting bakau berukuran lebih besar daripada kepiting biasa , untuk menangkapnya juga harus hati hati agar tidak terkena capitnya yang bergerigi , aku dan Irfan menggunakan ranting kayu untuk mengecoh pergerakan capitnya lalu setelah itu kami tinggal memegang bagian belakang badannya saja.
Me : " dapet fan lumayan gede ini "
Irfan : " pian kasih bang renggo aja mas , ulun handak cari tengkuyung "
Selain kepiting di sela sela akar bakau ini juga banyak terdapat tengkuyung yang cangkangnya berbentuk kerucut , keong keong sungai itu menempel di akar bakau sehingga Irfan bisa dengan mudah menangkapinya.
Irfan : " pernah makan tengkuyung mas ? "
Me : " pas di banjarmasin dimasakin sama ibuknya bang renggo , enak fan rasanya gurih , kalo di jawa gak ada "
Cuma sebentar aku dan Irfan berkutat di lumpur sebelum akhirnya kami bersiap memasak hasil tangkapan kami yang lumayan banyak , ada 3 ekor kepiting besar dan puluhan tengkuyung yang siap menjadi sajian makan kami sore ini.
Renggo : " gw rebus sekarang deh "
Irfan : " nyaman banar ini amun dimakan "
Kubiarkan mereka memasak sementara aku asik memotret pemandangan di sekitar muara ini , namun setelah cukup lama memotret tanpa sengaja aku melihat punggung buaya yang tampak menyembul di permukaan air.
16 Des 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar