PONOROGO PRAKOSO - Arwah Anak Kades di Sungai Keyang

 ini cerita bukan sembarang cerita tetapi benar benar telah terjadi pada sekitar awal tahun 2013



Waktu masih menunjukkan jam 9 malam ketika Harun dan Gendu datang ke rumahku , rupanya mereka hendak mengajakkku ngopi di Dalan Anyar , di sana ada banyak warung kopi tenda yang tersebar di tepi trotoar dan rata rata gadis pelayannya bisa dibooking dengan harga murah , walaupun agak malas tapi tak apa apalah daripada aku bosan di rumah.

Me : " ora iker kuto disek ki ? "

(gak muter kota dulu nih ?)

Harun : " adem howone vig "

(dingin hawanya vig)

Gendu : " alun alun yo sepi gak enek opo opo "

(alun alun juga sepi gak ada apa apa)

Segera saja aku duduk di boncengan motornya Harun lalu kami bergegas berangkat menuju Dalan Anyar yang lokasinya tak terlalu jauh dari rumahku.

Tiba di Dalan Anyar kami muter muter mencari warung yang agak sepi namun semuanya tampak ramai dan penuh sesak , kamipun bingung mau ngopi di warung yang mana.

Gendu : " warunge erna yo rame run "

(warungnya erna juga rame run)

Harun : " wes ra iso lungguh iki ndu "

(dah gak bisa duduk ini ndu)

Me : " piye penake ? "

(gimana enaknya ?)

Harun : " opo ngopi neng keyang ae ? "

(apa ngopi di keyang aja ?)

Me : " adoh run "

(jauh run)

Harun : " tapi neng kono luweh penak suasanane vig , wedokane yo luweh mbois , aku yo wes kenal plek karo wedokane warung kono "

(tapi di sana lebih enak suasananya vig , ceweknya juga lebih seksi , aku juga udah kenal deket sama cewek warung sana)

Me : " wes sakarepmu "

(dah terserah)

Akhirnya kami meninggalkan Dalan Anyar lalu memacu motor menuju daerah Jetis yang lumayan jauh , di sana terdapat warung remang remang yang katanya Harun suasananya lebih enak dan gadis pelayannya lebih bohay.

Harun : " gocekan seng kenceng vig , aku arep ngebut "

(pegangan yang kenceng vig , aku mau ngebut)

Me : " oyi "

Harun dan Gendu mulai menambah kecepatan motornya selepas melewati perempatan Jeruksing , kini hanya ada jalan lurus berkilo kilo meter yang melewati hamparan areal persawahan yang begitu luas , selain itu kami juga melewati komplek pondok pesantren Gontor yang legendaris.

Me : " sakjane kene ki kuto santri tapi kok akeh warung remang remange yo run ? "

(sebenernya sini kota santri tapi kok banyak warung remang remangnya ya run ?)

Harun : " yo malah sip kuwi vig , gak seru nek gak enek maksiate.. ha.. ha... "

(ya malah sip itu vig , gak seru kalo gak ada maksiatnya.. ha.. ha..)

Cukup lama kami melaju di jalan hingga akhirnya kami tiba di deretan warung berdinding bambu dan berlampu remang remang , lokasi warung warung ini tak terlalu jauh dari sungai Keyang dan biasanya aku hanya lewat saja tanpa pernah sekalipun mampir ke sini.

Begitu masuk ke dalam aku mendapati tempat duduk lesehan beralas karpet dan bersekat bilik bambu yang cukup tinggi , namun pencahayaan yang remang membuatku sulit melihat apa yang ada di balik bilik bilik bambu itu , mungkin para pengunjung warung ini sedang mesra mesraan dengan gadis pelayannya.

Harun : " ngombe opo ? "

(minum apa ?)

Gendu : " aku wedang jahe ben anget run "

(aku wedang jahe biar anget run)

Me : " teh tubruk enek po ra ? "

(teh tubruk ada ngga ?)

Harun : " enek vig "

Setelah memesan minuman kami duduk di bilik yang masih kosong , sementara di atas karpet tampak tersaji sepiring pia pia dan pisang goreng.

Gendu : " mangan gedang goreng sek bro "

(makan pisang goreng dulu bro)

Me : " rodok anyep pia piane "

(agak dingin pia pianya)

Kucomot sebiji pia pia lalu kumakan pelan pelan sambil mendengarkan musik di ponselku , tak lama kemudian datang seorang pelayan cewe berambut poni yang mengenakan kaos putih ketat dan celana jeans pendek , ia membawakan minuman pesanan kami lalu ikutan duduk di sebelah Harun.

Harun : " vig , kenalan sek iki jenenge sari "

(vig , kenalan dulu ini namanya sari)

Sari : " aku sari mas "

Me : " oh aku vigo dek , jeneng lengkapmu sari roti opo sarimi ? "

(oh aku vigo dek , nama lengkapmu sari roti apa sarimi ?)

Sari : " yee ngenyek mas e "

Me : " asalmu soko ngendi ? "

(asalmu dari mana ?)

Sari : " aku soko tegalombo pacitan mas "

(aku dari tegalombo pacitan mas)

Me : " wo terah cah tegalombo manis manis yo dek , koyok kowe iki.. he.. he.. "

(wo emang anak tegalombo manis manis ya dek , kayak kamu ini.. he.. he..)

Sari : " ah mas e ki , biasa ae aku iki "

(ah masnya ini , biasa aja aku ini)

Harun : " koncomu seng liyane endi sar ? "

(temenmu yang lainnya mana sar ?)

Sari : " sek neng mburi mas , nggoreng telo "

(masih di belakang mas , nggoreng singkong)

Harun : " ngko celuken rene yo sar koncomu "

(ntar panggilin ke sini ya sar temenmu)

Sari : " iyo mas enteni ae "

(iya mas tungguin aja)

Kini kami mulai bercengkrama sembari menyeruput minuman , Sari yang telah mengenal Harun tak sungkan untuk gelendotan di pangkuannya sambil menghisap sebatang rokok , aku dan Gendu hanya bisa menelan ludah saja dan berharap ada temannya Sari yang ikutan nimbrung bersama kami.

Sari : " eh mas wes moco berita durung ? "

(eh mas udah baca berita belum ?)

Harun : " berita opo ? "

Sari : " wonge seng mateni anak kades wes kecekel lho "

(orangnya yang bunuh anak kades udah ketangkep lho)

Harun : " sopo tibake sar ? "

(siapa ternyata sar ?)

Sari : " tibake bapake dhewe seng mateni mas "

(ternyata bapaknya sendiri yang bunuh mas)

Harun : " mosok tho sar ?! "

Sari : " iyo mas , tibake bocahe kuwi durhaka gaweane ngedol barang barang neng omahe , gek malah ngancam arep mateni bapake trus akhire malah dipateni disek karo bapake "

(iya mas , ternyata anak itu durhaka kerjaannya jualin barang barang di rumahnya , trus malah ngancam mau bunuh bapaknya trus akhirnya malah dibunuh duluan sama bapaknya)

Gendu : " tak kiro bunuh diri bocahe kuwi "

(tak kira bunuh diri anaknya itu)

Sari : " ogak mas tibake "

(enggak mas ternyata)

Mendengar apa yang dikatakan Sari barusan langsung membuatku mengernyitkan dahi , belakangan ini memang lagi heboh hebohnya berita pembunuhan berantai yang terjadi di daerah Jetis , sebulan lalu ada seorang mahasiswi yang dibunuh pacarnya dan mayatnya dikubur dengan cor semen di bawah ranjang kamar , tak lama kemudian pemuda yang menjadi pacar mahasiswi itu ditemukan tewas di pinggir sungai Keyang dengan kondisi dada tertusuk pisau , masyarakat dan pihak kepolisian mengira pemuda itu tewas bunuh diri tapi ternyata tidak , kata Sari pemuda itu tewas dibunuh bapaknya sendiri yang juga mantan kades.

Gendu : " aku nek nduwe anak koyok ngono kuwi yo pilih tak pateni pisan ae "

(aku kalo punya anak kayak gitu ya mending kubunuh sekalian aja)

Harun : " oalah dadi anak kok yo nyusahne wong tuwek "

(oalah jadi anak kok nyusahin orang tua)

Sari : " sakjane yo mesakne bapake ya mas , mungkin saking mangkele kuwi akhire mateni anake dhewe "

(sebenernya ya kasihan bapaknya ya mas , mungkin saking jengkelnya itu akhirnya malah bunuh anaknya sendiri)

Harun : " mbiyen pacare dhewe lak yo dipateni gek disemen ngisor dipan "

(dulu pacarnya sendiri kan juga dibunuh trus disemen di bawah ranjang)

Sari : " iyo , gek montor , laptop karo hapene dijupuk kabeh nggo nyaur utang lho mas , jiian panas tenan atiku iki moco beritane "

(iyo , trus motor , laptop sama hapenya diambil semua buat bayar utang lho mas , jiann panas beneran hatiku ini baca beritanya)

Gendu : " jamane pancen wes edan saiki , wes ora mikir nek arep paten patenan "

(jamannya emang udah edan sekarang , udah gak mikir kalo mau bunuh bunuhan)

Sari : " nyowo koyok gak enek regone yo mas , kok mentolo men dadi uwong "

(nyawa kayak gak ada harganya ya mas , kok tega banget jadi orang)

Aku merasa miris dengan kasus pembunuhan yang mencoreng nama kota Ponorogo ini , yang jelas semuanya terjadi melalui sebab akibat dari rendahnya moral dan perilaku.

Entah kenapa malam ini aku sulit untuk tidur , aku merasa penasaran dengan kasus pembunuhan yang sedang heboh itu , hingga akhirnya kuniatkan untuk melakukan astral projection karena aku ingin menemui arwah pemuda yang mayatnya ditemukan di tepi sungai Keyang itu , aku tidak merasa takut untuk menemuinya apalagi semasa kuliah di Malang aku sudah sering berjumpa dengan arwah gentayangan saat melakukan astral projection... selama setengah jam aku bermeditasi lalu berusaha mengeluarkan sukmaku dari tubuh fisik , tanpa berlama lama lagi sukmaku langsung melesat terbang menuju daerah Jetis.

Baru saja kulewati warung tadi dan kini aku tiba di jembatan sungai Keyang , sesaat aku terdiam dan mengingat ingat pemberitaan media mengenai lokasi dimana jenasah ditemukan , tak lama kemudian sukmaku melayang rendah ke barat jembatan dan pada akhirnya benar benar mendapati sosok arwah yang kucari , ia tampak duduk termenung di anak tangga plengsengan sungai sementara kemeja motif kotak yang dikenakannya tampak berlumuran darah... tanpa ragu aku mendekatinya lalu mencoba untuk menyapanya , dari pemberitaan media aku mengetahui kalau arwah pemuda ini bernama Mega.

Me : " mega tho jenengmu ? "

(mega tho namamu ?)

Mega : " ?!?! "

Dengan tatapan penuh amarah sosok arwah ini terus memandangiku , ia terlihat seperti seorang pendendam yang tak terima dengan kematiannya yang tragis.

Mega : " ssopo kowe ?!.. nyapo kowe neng kene ?!... ngaleh kono !! "

(ssiapa kamu ?!.. kenapa kamu di sini ?!... pergi sana !!)

Me : " tenang ae , aku ora niat ngganggu kowe "

Mega : " ngaleeehh !!! "

(pergiiii !!!)

Dengan suara parau arwah ini menggertak dan mencoba untuk mengusirku namun aku tetap bertahan di sini , jenis arwah seperti ini biasanya adalah manusia yang semasa hidupnya berperangai buruk dan aku tak merasa heran lagi , media sudah cukup memberitakan semua ulahnya yang pada akhirnya menjadi penyebab kenapa ia dibunuh bapaknya sendiri.

Me : " kowe kok tego men mateni pacarmu dhewe ?! "

(kamu kok tega banget bunuh pacarmu sendiri ?!)

Mega : " urusanku kuwi , ra sah melu melu !! "

(urusanku itu , gak usah ikut ikut !!)

Me : " ra mesakne pacarmu kowe ?! "

(gak kasihan pacarmu kamu ?!)

Mega : " ahhh !!!... ngaleh kono kowe !!! "

(ahhh !!!... pergi sana kamu !!!)

Me : " tenang ae kowe , ra sah nesu nesu ! "

(tenang aja kamu , gak usah marah marah !)

Saat aku menyinggung kematian pacarnya ia malah semakin marah dan semakin keras menggertakku , bahkan ia mulai berdiri dengan kedua tangan terkepal seperti hendak memukulku.

Me : " ngejak gelut ye kowe ?! "

(ngajak berantem ya kamu ?!)

Mega : " reneo nek wani kowe !! "

(sini kalo berani kamu !!)

Sudah bisa kutebak jika arwah ini hendak menantangku berduel , namun aku tak meladeninya sama sekali walaupun aku merasa agak emosi , lagipula ia tak mungkin bisa memukulku karena aku melayang di atas sungai.

Mega : " reneo nek wani !!!... reneo !!.. asu kowe !! "

(sini kalo berani !!!... sini !!.. anjing kamu !!)

Me : " ?!?!"

Pada akhirnya emosiku terpancing saat kudengar ia memanggilku dengan sebutan 'asu' , aku paling tidak suka jika ada orang yang berani beraninya menghinaku... perlahan kuciptakan psi ball agni di telapak tangan kananku , kian lama kobaran apinya kian besar karena aku mengerahkan seluruh energi prana yang kupunya.

Me : " celuken asu pisan engkas tak bakar kowe , ayo celuken asu pisan engkas !!! "

(panggil anjing sekali lagi aku bakar kamu , ayo panggil anjing sekali lagi !!!)

Mega : " ?!?! "

Rupanya arwah ini merasa takut melihat kobaran api di tangan kananku , ia tampak bengong menatapku dan kemudian berjongkok di anak tangga sambil menutupi mukanya " hikz !.. hikz !.. hikz !.. " isak tangisnya mulai terdengar lirih dan membuatku merasa agak iba.

Me : " aku ra niat mbakar kowe "

(aku gak niat mbakar kamu)

Mega : " hikz !... hikz !... "

Kupadamkan kobaran api di telapak tanganku dan kucoba untuk menenangkan arwah ini , namun ia terus menangis terisak isak sambil berjongkok menutupi mukanya.

Me : " piye ?!... wes tho ra sah nangis kowe "

(gimana ?!... udah gak usah nangis kamu)

Mega : " hikz !.. hikz !.. "

Selama beberapa menit aku menungguinya namun ia terus menangis tanpa henti , kurasa tak ada gunanya lagi aku berada di sini dan mungkin ia memang ingin menyendiri di tempat ini.

Me : " wes aku tak muleh ae yo "

(udah aku pulang aja ya)

Mega : " hikz !.. hikz !.. "

Perlahan sukmaku melayang tinggi meninggalkan arwah pemuda itu , biarkan saja ia terus menangis di tepi sungai itu... mungkin ia menyesali semua perbuatan buruknya semasa masih hidup dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar