" Pada hari ini rakyat madiun telah memegang kekuasaan negara dalam tangannya sendiri !... rakyat telah sampai pada cita citanya untuk berkedaulatan dalam republik soviet indonesia !... ” di hadapan ribuan orang Muso tampak berapi api mendeklarasikan berdirinya Republik Soviet Indonesia , sementara Darmanto yang tadinya sempat mengagumi kini jadi merasa kecut melihat Muso berpidato di podium sambil dielu elukan banyak orang , di benaknya Muso tak lebih sekedar sosok tengik yang tega menumbalkan nyawa saudara sebangsa demi apa yang disebut revolusi , tentunya revolusi yang demikian tidak perlu lagi didukung dan harus segera dihancurkan secepat mungkin.
Beberapa hari kemudian kota Madiun berubah menjadi medan perang karena pasukan Republik dari berbagai divisi sudah berdatangan untuk menumpas PKI , tentu saja kesempatan ini tidak disia siakan Darmanto dan rekan rekannya yang ingin kembali bergabung dengan pihak Republik , di saat semua tentara TNI yang pro PKI diberangkatkan ke kota mereka malah menyelinap kabur dan bersembunyi di desa dekat markas , rencananya mereka akan menunggu hingga pertempuran usai dan kemudian menemui salah satu komandan divisi untuk meminta bergabung , apalagi Darmanto sudah tau kalau kolonel Sungkono yang merupakan bekas komandannya di Surabaya juga ikut dalam misi penumpasan PKI.
Selama berhari hari Darmanto dan rekan rekannya bersembunyi di desa dekat markas , selama itu pula mereka mendengar kabar bahwa pasukan merah dan tentara TNI yang pro PKI sudah semakin terdesak hingga terpaksa mundur ke daerah pinggiran Madiun , hanya tinggal menunggu waktu kota Madiun akan kembali direbut pihak Republik dan sekaligus mengakhiri riwayat negara Republik Soviet Indonesia yang baru dideklarasikan beberapa hari lalu , sementara Muso sang gembong PKI sudah tak terdengar lagi bagaimana kabarnya , ada yang bilang kalau ia sudah mati terbunuh namun ada juga yang bilang kalau ia kabur ke Ponorogo.
Sehari kemudian puluhan pasukan divisi Siliwangi tiba tiba datang ke desa dan menggeledah tiap rumah penduduk , saat Darmanto dan rekan rekannya mencoba menemui tanpa disangka moncong moncong senapan justru ditodongkan di depan muka mereka " jangan bergerak antek antek pki !!... serahkan senjata dan angkat tangan !!... " Darmanto dan rekan rekannya menurut saja disuruh angkat tangan dan meletakkan senjata , rupanya pasukan divisi Siliwangi menganggap mereka sebagai tentara TNI yang pro PKI sehingga mereka langsung ditangkap dan diikat bersama sama " tolong pahami bung !!.. kami cuma terpaksa ikut ikutan pki !!.. kami sebenarnya ingin gabung pasukan republik bung !!.. " dengan susah payah Darmanto dan rekan rekannya berusaha meyakinkan pasukan divisi Siliwangi yang menangkap mereka , namun tetap saja omongan mereka tidak digubris sama sekali , malah dengan kasar pasukan divisi Siliwangi memukuli mereka dengan gagang senapan " kuring teu yakin !.. anjeun kudu nyerah !!... " entah harus bagaimana menjelaskan kesalahpahaman seperti ini , Darmanto dan rekan rekannya sudah pasrah diangkut di bak truk dan kemudian dijebloskan ke dalam penjara.
Sel sel penjara sudah sesak dipenuhi ratusan orang tentara TNI pro PKI yang telah tertangkap , semuanya tampak pasrah dan kebingungan memikirkan nasibnya setelah ini , walaupun sebagian dari mereka hanya terpaksa ikut ikutan PKI namun tetap saja mereka terlanjur dicap sebagai pengkhianat , senasib juga dengan Darmanto yang tak bisa berbuat apa apa untuk melakukan pembelaan diri , saat diinterogasi ia terus ditodong moncong senapan sambil berulang kali dicecar pertanyaan yang semakin menyudutkan posisinya " kamu antek pki ?!... kenapa ikut pki ?!... sudah berapa orang kamu bantai ?!... jangan berdusta kalau bicara !!... sekali pki tetap pki kamu !!... " percuma saja Darmanto berusaha menjelaskan karena semua perkataannya selalu dianggap sebagai kebohongan , padahal ia sudah jujur dan berterus terang mengatakan hal yang sebenarnya.
Selama berhari hari para tentara TNI yang pro PKI harus mendekam di penjara , semuanya sudah putus asa dan khawatir kalau setelah ini mereka akan segera dieksekusi oleh pasukan divisi Siliwangi , untungnya tak lama kemudian kolonel Sungkono datang ke penjara dan memberikan pengampunan kepada mereka semua " saya bisa memahami kekecewaan saudara saudara terhadap kebijakan rasionalisasi pemerintah !... saya juga bisa memahami keadaan saudara saudara yang terpaksa ikut ikutan pki !... sekarang saudara saudara dibutuhkan untuk kembali memperkuat republik indonesia !... ingat saudara saudara !... perjuangan kita ini masih panjang !.. kita harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan !... " dengan penuh ketegasan kolonel Sungkono menyerukan agar semua tentara TNI divisi Ronggolawe yang tadinya pro PKI kini kembali bergabung bersama pihak Republik , begitu semuanya dibebaskan beliau langsung memasukkan mereka ke dalam divisi Narotama yang dipimpinnya.
Pembasmian PKI masih terus berlanjut dari hari ke hari , pasukan divisi Siliwangi masih memburu sisa sisa pasukan merah yang kabur ke Magetan , Ngawi dan Caruban , sementara di Madiun terjadi kekacauan karena orang orang yang sejak awal anti PKI mulai mendatangi kantor kantor dan melakukan pengrusakan anarkis , semuanya melampiaskan kemarahannya dengan merusak kaca jendela atau genteng kantor hingga pecah berantakan , setelah itu mereka menjarah barang barang dan membakar bangunan kantor hingga habis dilalap api , bahkan mobil mobil anggota PKI juga digulingkan di tengah jalan dan dibakar hingga hangus tinggal rongsokan , sementara bendera bendera merah bersimbol palu arit juga dilepas dan dibakar semuanya , begitulah cara rakyat meluapkan amarahnya karena terlanjur muak dengan segala macam kekejian yang dilakukan PKI.
Orang orang PKI yang tertangkap langsung dihajar beramai ramai hingga tewas mengenaskan , ada juga yang digiring ke lapangan dan kemudian digantung di hadapan orang banyak " iki lho anteke pki !!.. penake diapakne nek gak dipateni !!... " semua orang bersorak sorak melihat leher para pengikut PKI dikalungi tali gantungan " ayo gantuung !!.... gantung kabeeh !!... gantung anteke pki ngasi mati !!... " orang orang seperti terhibur melihat para pengikut PKI digantung satu persatu di hadapan mereka , begitulah yang terjadi selama berhari hari hingga tak terhitung lagi berapa banyak pengikut PKI yang sudah mati.
Memasuki bulan Oktober 1948 pasukan divisi Siliwangi , Suropati , Gunungjati dan Narotama mulai digerakkan menuju Ponorogo , kabarnya Muso sang gembong PKI masih hidup dan bersembunyi di daerah pedesaan yang letaknya terpencil , tentunya perburuan ini tak akan mudah karena di Ponorogo masih ada banyak pasukan merah yang tersisa , selain itu juga ada pasukan warok yang konon punya ajian kebal dan tidak mempan ditembak , namun sesulit apapun konfrontasi yang akan terjadi para tentara TNI telah memantapkan hati untuk menjalankan tugas penumpasan.
Truk demi truk diberangkatkan secara bersamaan , begitu tiba di Ponorogo semua pasukan TNI langsung menyebar ke berbagai daerah untuk membasmi sisa sisa pasukan merah , keadaan sudah seperti peperangan sengit hingga banyak orang tewas dimana mana , sementara Darmanto yang ikut pasukan divisi Narotama juga berusaha menghadapi perlawanan pasukan merah di daerah Bungkal , semakin lama perlawanan justru semakin sengit karena para warok yang jumlahnya sangat banyak mulai ikut turun tangan , mereka tidak mempan ditembak meskipun berkali kali diberondong rentetan peluru atau dilempari granat , namun pada akhirnya kesaktian warok warok itu luntur juga setelah para kiai dari laskar Sabillilah ikut turun tangan , begitu kena ajian para kiai mereka jadi tidak kebal lagi sehingga tubuhnya bisa ditembus peluru.
Dalam waktu singkat Ponorogo berhasil dikuasai pihak Republik , namun Muso masih belum tertangkap dan tak jelas bersembunyi dimana , untuk sementara hanya pasukan divisi Siliwangi yang dikerahkan memburu Muso hingga ke wilayah barat Ponorogo , sementara pasukan divisi Suropati , Gunungjati dan Narotama diperintah menjaga wilayah wilayah yang telah berhasil dikuasai.
" Kapan iki muso kecekel ?!... kok angel eram nek nangkep !.. " banyak tentara TNI yang sudah jemu menunggu tertangkapnya Muso , selama lebih dari dua minggu mereka hanya berjaga jaga sambil mengisi waktu luang dengan menggoda gadis gadis desa , hingga akhirnya pada tanggal 31 Oktober 1948 terdengar kabar bahwa Muso berhasil ditemukan di daerah Sumoroto , katanya gembong PKI itu mati tertembak di sana dan mayatnya akan segera dibawa ke alun alun Ponorogo.
" Mayite muso arep digowo nang alun alun !.. ayo podo ndelok rono kabeh !.. " Darmanto dan rekan rekannya yang berada di daerah Bungkal langsung berangkat menuju alun alun Ponorogo , begitu juga dengan semua tentara TNI yang berjaga di daerah lain juga ikut berdatangan untuk melihat mayat Muso , sementara di alun alun keadaannya sudah sangat ramai dipenuhi ribuan orang yang tumplek blek meneriakkan " bakar muso !!... bakar muso !!.... " sepertinya dengan membakar mayat Muso orang orang yang muak dengan PKI ini baru akan merasa terpuaskan.
Mayat Muso yang berlumuran darah dibaringkan di bawah pohon ringin yang ada di tengah alun alun , sementara semua orang yang menonton terus berteriak teriak " bakar muso !!... bakar muso !!... " pada akhirnya mayat sang gembong PKI itu langsung dibakar hingga hangus tinggal abunya saja , dengan demikian berakhirlah riwayat Muso yang gagal mendirikan negara Republik Soviet Indonesia.
Setelah kematian Muso keadaan masih belum sepenuhnya aman , ternyata di daerah Gorang Gareng masih ada sisa sisa pasukan merah yang sangat banyak sehingga penumpasan kembali dilanjutkan ke sana , kali ini pasukan divisi Siliwangi sudah kembali ke Solo sementara misi penumpasan diserahkan kepada pasukan divisi Ronggolawe yang tadinya bergabung dengan divisi Narotama , dengan dibantu brigade polisi mobrig dari Blitar pasukan divisi Ronggolawe terus melakukan penumpasan yang berlangsung sengit karena pasukan merah menguasai daerah Gorang Gareng secara keseluruhan , bahkan saat memasuki bulan Desember 1948 misi penumpasan masih belum berhasil dituntaskan juga , lebih buruknya lagi Belanda baru saja melanggar perjanjian Renville dengan menyerang Jogjakarta secara tiba tiba , sepertinya jendral Simon Spoor sudah tak peduli lagi dengan delegasi KTN yang selama ini mengawasi keamanan di wilayah Republik.
Di saat pihak Republik masih kesusahan menumpas PKI ternyata Belanda malah menggelar agresi militer yang disebut 'operation kraai' , situasi semakin sulit karena Bung Karno dan Bung Hatta baru saja ditangkap dan diasingkan ke Bangka , sementara jendral Sudirman selaku panglima besar TNI harus bergerilya di hutan dalam keadaan sakit sakitan , belum lagi pasukan divisi Siliwangi , Suropati , Gunungjati dan Narotama yang semuanya masih kelelahan setelah menghadapi PKI juga harus dipaksa kembali berperang untuk mempertahankan wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Penumpasan sisa sisa PKI yang dilakukan oleh pasukan divisi Ronggolawe dan brigade polisi mobrig terus berlangsung hingga penghujung tahun 1948 , namun pada akhirnya misi penumpasan ini terpaksa dihentikan karena pasukan Belanda yang baru saja menguasai Magetan sudah memasuki daerah Gorang Gareng , melihat keadaan seperti ini para tentara TNI dan juga polisi mobrig memilih kembali ke kota masing masing untuk segera memperkuat pertahanan , sementara sisa sisa pasukan merah di Gorang Gareng justru dihabisi sendiri oleh pasukan Belanda.
Situasi yang sulit memaksa pasukan divisi Ronggolawe membiarkan kota Madiun direbut pasukan Belanda , para tentara TNI langsung meninggalkan markas setelah membakar habis semua berkas dan dokumen penting , sementara untuk meneruskan perjuangan mereka terpaksa bergerilya di hutan hutan sekitar Madiun , Magetan , Caruban hingga Tulungagung , hal ini dilakukan mengikuti perintah jendral Sudirman yang menggelar perang gerilya semesta untuk menghadapi agresi militer Belanda yang berlangsung secara besar besaran , entah akan seperti apa kelanjutan perang gerilya ini tak ada seorangpun yang tau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar